Mohon tunggu...
nasri kurnialoh
nasri kurnialoh Mohon Tunggu... Dosen - STAI Haji Agus Salim Cikarang

Nasri Kurnialoh lulusan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogakarta. Alumni Pondok Pesantren Di Tasikamalaya dan Yogakarta. Saat ini saya sangat bersemangat untuk mengabdi kepada agama, nusa dan bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Kontribusi untuk Walisongo

13 Juli 2024   16:00 Diperbarui: 13 Juli 2024   16:14 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di media sosial hari ini masih terus dibincangkan perselisihan paham nasab Rasulullah. Utamanya mengerucut pada nasab Rasulullah untuk keluarga Walisongo dan keluarga Bani Alwi. Polemik ini tentu merembet ke mana-mana, terutama perebutan pengaruh. 

Ditemukan makam bernama klan Ba'alawi di makam Walisongo pun menjadi perdebatan sengit, sehingga Walisongo dan turunannya seolah sekarang naik panggung kembali atau turun gunung untuk konfirmasi atau sekedar meredekan ketegangan.

Sejatinya Walisongo telah menancapkan kaki di bumi Nusantara dengan sejarahnya. Bahkan hampir semua perguruan tinggi Islam di Jawa diberi nama mereka. Di Jawa Bagian Barat, satu nama jadi dua Universitas di Jakarta dan Bandung: Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Djati. 

Di Jogja ada Sunan Kalijaga, Di Malang ada Maulana Malik Ibrahim, di Surabaya ada Sunan Ampel, di Kudus ada Sunan Kudus bahkan di Semarang disebut UIN Walisongo. Beberapa Perguruan Tinggi Swasta pun banyak menggunakan nama Walisongo dengan ragam nama. Bahkan, Simbol 9 bintang NU adalah mengacu pada Walisongo yang artinya Wali Sembilan atau Dewan Wali Sembilan.

Lantas, apa konstribusinya untuk nama besar itu? Apa hanya digunakan untuk katrol agar valid keislamannya? Atau agar karomah walinya bisa menebar berkah untuk warga yang menghormati wali itu? Itu semua untuk kita, lantas untuk wali-nya apa? Apa benar UIN Sunan Ampel telah merumuskan PT nya sebagai penghasil lulusan seperti wali Sunan Ampel? 

Apa benar UIN Jakarta dan UIN Bandung memegang erat wasiat Sunan Gunung Djati tentang menitipkan masjid dan anak yatim? Apa ruh itu menjadi dasar penyelenggaraan PT? Adakah prodi khusus untuk kader masjid di Bandung atau Jakarta? Adakah beasiswa untuk Yatim di PT yang menggunakan nama besar Wali Syarif Hidayatulloh?

Jika jawabannya tidak atau belum, tentu PT itu menggunakan nama besar untuk dirinya tanpa berkonstribusi pada dakwah Walisongonya. Patut dicontoh di IAIN Kudus menginfiltrasi nilai kurikulumnya dengan istilah "GUSJIGANG". Akronim dari Bagus, Ngaji dan Dagang. 

Bagus dimensi akhlak, Ngaji dimensi Pengetahuan dan Dagang adalah dimensi keterampilan. Mungkin IAIN Kudus menemukan tiga kata kunci untuk memanifestokan ajaran Sunan Kudus pada pengetahuan, keshalehan dan tradisi enterpreneurship untuk mahasiswanya. Ini sangatlah baik karena kearifan lokal tidak hanya dikomodifikasi untuk nama besar saja yang berdampak pada akar sejarah tapi nilainya pun menjadi ruh untuk identitas yang melekat. Lalu, apa konstribusi PT lain untuk nama walinya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun