Mohon tunggu...
Nindy Prisma
Nindy Prisma Mohon Tunggu... Buruh - buruh di balik kubikel dan penikmat pertandingan olahraga

...Real Eyes Realize Real Lies...

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Bertahan Hidup di Planet Merah Jadi Impian Sekaligus Mimpi Buruk

10 Oktober 2015   13:00 Diperbarui: 11 Oktober 2015   08:25 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="The Martian (Colliber Youtube Channel)"][/caption]

Sudah bukan jadi rahasia bahwa Bumi, planet yang kita tempati dan jadi rumah bagi jutaan spesies makhluk hidup sudah semakin tua, padat dan sesak. Pertambahan jumlah penduduk disertai dengan penurunan sumber daya alam bahkan perang menjadi faktor utama yang mengancam kondisi sekaligus eksistensi makhluk hidup didalamnya dan meningkat risiko hidup di Bumi menjadi berlipat ganda. 

Berkaca pada hal itu, sejumlah ilmuwan dan astronom sudah sejak lama melakukan pencarian untuk  menemukan planet lain di luar Bumi yang layak huni demi menjaga peradaban makhuk hidup dari kepunahan. Menemukan planet yang layak huni tentu bukanlah perkara mudah. Ada beberapa faktor penting yang harus dimiliki sebuah planet untuk masuk dalam kategori layak huni, antara lain memiliki air yang jadi sumber utama kehidupan di permukaan planetnya dan orbit planet juga berada dalam zona layak huni.

Dalam tata surya kita orbit planet yang masuk dalam zona layak huni membentang antara Venus hingga Mars. Diantara dua planet yang mengapit Bumi itu, planet merah atau Mars yang diduga oleh sebagian besar para ilmuwan dan astronom memiliki kemungkinan layak huni lebih besar dibandingan Venus. Dugaan tersebut bukan tanpa alasan. Sejak 4 dekade Badan Antariksa milik beberapa negara adidaya seperti Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Tiongkok dan beberapa negara Eropa mengirimkan lusinan wahana antariksa yang ke Mars dan berhasil mengumpulkan sejumlah data dan fakta mengenai kondisi sebenarnya planet tersebut.

Salah satu fakta yang membuat Mars memiliki kemungkinan bisa di huni adalah adanya bekas aliran air di masa lalu. Beberapa bukti penunjang lainnya bermuncul terkait dengan adanya aliran air tersebut,  salah satunya adalah temuan Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA pada 29 September 2015 lalu mengenai adanya aliran air cair yang mengandung garam di Mars. Temuan tersebut membuat para ilmuwan semakin yakin bahwa Mars menyimpan kehidupan dalam bentuk mikroba (sumber).

[caption caption="Pola garis gelap sepanjang 100 meter di Kawah Hale menjadi petunjuk adanya air yang mengalir di permukaan Mars pada musim panas, bercampur dengan garam. Warna biru bukan merupakan petunjuk air tetapi keberadaan mineral pyroxene. (NASA)"]

[/caption]

Temuan yang diungkap NASA seolah membuka harapan mengenai kelayakan Mars untuk di huni oleh makhluk hidup suatu saat nanti. Namun, ternyata ada hal unik lainnya yang membuat temuan air di Mars menjadi semakin menarik perhatian, yakni karena temuan tersebut diungkapkan NASA tepat satu hari sebelum penayangan film The Martian.

Lalu apa hubungannya air di Mars dengan The Martian?

Hubungannya ya tentu saja ada. The Martian adalah film hasil karya Ridley Scott yang diangkat dari novel yang berjudul sama, menceritakan tentang usaha seorang astronot untuk bertahan hidup sendirian setelah badai besar di planet Mars membuatnya terpisah dari anggota Ares III yang sedang menjalankan misi penelitian disana. Sebuah film yang seolah ingin mengungkapkan bahwa hidup di Mars bisa jadi impian sekaligus mimpi buruk yang bisa jadi dihadapi manusia di masa depan.

***

Sinopsis Singkat

Misi Ares III beranggotakan 6 astronot, yakni Rick Martinez, Alex Vogel, Chris Beck, Beth Johanssen, Mark Watney dan komandan Mellisa Lewis datang ke Mars untuk mengumpulkan beberapa spesimen dari permukaan Mars untuk bahan penelitian sekaligus mencoba menciptakan kehidupan baru disana, tapi di SOL* ke 17 ketika semua awak sedang mengumpulkan beberapa data, satelit milik NASA menangkap sinyal adanya badai besar yang sedang bergerak menuju ke arah area penelitian ARES III.

[caption caption="Para Awak Misi ARES III, Atas Ki-Ka: Komandan Melissa Lewis, Alex Vogel, Mark Watney. Bawah Ki-Ka: Chris Beck, Beth Johanssen, Rick Martinez (Official 20th Century Fox)"]

[/caption]

Semakin memburuknya badai yang terjadi tidak saja membuat Komandan Lewis memerintahkan awaknya untuk menghentikan misi yang sudah direncanakan dengan matang tetapi juga harus mengambil keputusan untuk mempercepat kepulangan ke Bumi sebelum pesawat mereka hancur karena hempasan badai. Dalam proses evakuasi dari habitat (pangkalan) Acidalia Planitia menuju pesawat, badai semakin tidak bersahabat dan membuat perjalanan mereka menuju pesawat yang sebenarnya memiliki jarak yang tidak terlalu jauh menjadi semakin sulit.

[caption caption="Acidalia Planitia, Lokasi Pendaratan Misi ARES III (NASA)"]

[/caption]

Sebuah peristiwa yang tidak diinginkan pun terjadi ketika astronot Mark Watney terhantam salah satu antena pemancar yang hancur tersapu badai dan membuatnya gagal kembali ke pesawat. Ditengah kondisi yang semakin tidak kondusif para awak masih terus berusaha menghubungi Mark Watney tetapi tidak mendapat balasan dan itu membuat para awak berkeyakinan bahwa Mark telah tewas. Komandan Lewis dan para awak dengan berat hati harus kembali ke Bumi dan meninggalkan Mark di Mars.

Namun, takdir berkata lain, astronot Mark Watney ternyata masih hidup meski mengalami luka di bagian perutnya akibat tertusuk salah satu bagian antena. Dengan sisa tenaganya, Mark berusaha berjalan menuju habitat/pangkalan yang memang sengaja dibangun sebagai tempat tinggal sementara para awak selama menjalani misi di Mars.

Mendapati kenyataan terisolasi seorang diri di planet yang luas dan besar awalnya membuat Mark terguncang dan berpikir bahwa dia tidak akan bertahan hidup lebih dari satu bulan, tetapi untungnya Mark tidak menjadi putus asa. Mark Watney bergerak cepat menghitung ketersediaan bahan makanan yang ada dan ternyata cukup untuk bertahan hidup selama beberapa bulan ke depan.

Nalurinya sebagai seorang ahli botani membawanya menemukan jalan keluar untuk membuat persediaan makanannya menjadi semakin berlipat ganda, terutama setelah Mark menemukan sebungkus kentang mentah yang semula akan dijadikan sebagai hadiah Thanksgiving oleh para awak. Berbekal ilmu, insting dan kentang yang dimilikinya, dia menyulam dapur habitat menjadi kebun kentang. Tentu bukan soal mudah menanam sayuran di Mars yang memiliki atmosfer dan kondisi tanah yang berbeda dengan Bumi tapi nyatanya Mark menjadi orang pertama yang sukses bercocok tanam di Mars.

[caption caption="Mark Watney bertahan hidup dengan menyulap dapur habitat menjadi kebun kentang (Official 20th Century Fox)"]

[/caption]

Pada SOL ke 54, NASA menerima citra satelit yang menunjukan adanya pergerakan di area habitat Ares III. Semula mereka tidak percaya dengan hal tersebut tapi kemudian hasil dari citra satelit di area lainnya juga menunjukan hal yang sama. Gerakan citra satelit yang ditangkap NASA ternyata adalah pergerakan yang dilakukan Mark Watney selama dia berada di Mars. Selain mengirimkan sinyal kehidupan lewat pergerakannya selama di Mars, Mark juga berhasil menemukan cara untuk mengirimkan pesan ke markas besar NASA di Bumi setelah menemukan Pathfinder, alat komunikasi yang ditinggalkan oleh misi di tahun 1997.

Mengetahui fakta bahwa Mark masih hidup tidak lantas membuat NASA langsung memberitahukannya pada para awak Ares III, rekan Mark yang sedang melakukan perjalanan ke Bumi. NASA menyimpan hal tersebut dari awak Ares III, namun tetap mencari cara untuk menyelamatkan Mark.

Misi pertama yang dilakukan NASA adalah mengirimkan pasokan makanan yang cukup untuk Mark. Misi pengiriman makanan dilakukan lebih dulu karena misi penyelamatkan tidak memungkinkan untuk segera dilakukan, selain karena jarak tempuh Bumi dan Mars yang begitu lama yakni 4 tahun, hal lain adalah karena NASA belum bisa meluncurkan misi Ares IV di waktu yang hampir berdekatan dengan misi sebelumnya.

Konflik diantara petinggi NASA pun  semakin memanas terutama setelah mengetahui bahwa habitat tempat Mark tinggal di Mars meledak dan menghancurkan kebun kentang miliknya dan juga gagalnya misi pengiriman pasokan makanan. Tidak ada jalan lain yang harus dilakukan selain segera mengirimkan tim untuk menyelamatkan Mark Watney sebelum dia mati kelaparan, tapi mungkinkah misi itu berjalan ditengah segala keterbatasan yang menyelimuti Badan Antariksa paling tenar sejagad itu.

Apakah NASA tetap akan bertahan untuk menyembunyikan kenyataan pada para awak Ares III bahwa rekan mereka Mark Watney masih hidup? Yang pasti hanya ada satu hal yang harus segera dilakukan sekarang. Membawa pulang Mark Watney juga 5 awak Ares III lainnya dengan selamat ke Bumi.

***

Antara Interstellar dan The Martian

Ketika melihat trailer The Martian untuk pertama kalinya, saya berpikir bahwa film ini prekuel dari Interstellar terlebih karena terlibatnya  dua pemeran utama di The Martian yakni Matt Damon dan Jessica Chastain yang sebelumnya juga menjadi bagian dari film Interstellar besutan Christopher Nolan yang rilis 2014 lalu, tapi ternyata saya salah.

Film ini tidak ada hubungannya dengan Interstellar meski sebenarnya secara garis besar apa yang terjadi dengan dua karakter yang diperankan oleh Matt Damon di kedua film tersebut memiliki kemiripan. Jika di Interstellar, Matt berperan sebagai doktor Mann yang terjebak sendirian di planet bersuhu dingin dengan kandungan utama udaranya adalah amoniak, di The Martian, Matt perannya sebagai Mark Watney yang terjebak sendirian di Mars.

Sama-sama terjebak di planet yang jauh dari Bumi, terisolasi sendirian dan tanpa kepastian akan hidup berapa lama membuat kedua karakter yang diperankan Matt tentu menggugah empati dan simpati para penonton. Namun, bagi Anda yang sudah menonton kedua film tersebut tentu tahu pasti ada perbedaan yang sangat mendasar dari peran Doktor Mann dan Mark Watney.   

Yup, perbedaannya adalah jika di Interstellar, Doktor Mann digambarkan sebagai seorang ilmuwan dan astronot yang luar biasa dan jadi panutan para ilmuwan lainnya tapi dibalik sosoknya yang jenius itu, Doktor Mann tidak lain hanyalah seorang tokoh antagonis yang menyimpan rencana busuk dengan memalsukan semua data tentang Planet Mann hanya agar bala bantuan datang untuk menolongnya. Beda dengan Mark Watney yang meski terisolasi sendirian dan tahu dia bisa saja tewas kapan saja tapi tetap berpikir positif dan berusaha dengan mengandalkan ilmu yang dimilikinya untuk tetap bertahan hidup.

Satu hal yang bisa kita pelajari dari kedua peran yang dimainkan Matt Damon di Interstellar dan The Martian adalah bahwa keberlangsungan hidup kita memang sepenuhnya ada ditangan kita sendiri tapi dengan cara apa kita mempertahankan kehidupan kita itu yang akan menunjukan siapa diri kita yang sebenarnya.

Selain memiliki kemiripan pada karakter yang dimainkan Matt Damon, baik Interstellar dan The Martian juga sama-sama menyajikan film yang tidak saja kuat di ide cerita tapi juga dalam penggambaran tempat. Khusus di The Martian kita akan disuguhi gambaran tentang planet Mars yang belum pernah kita lihat bahkan bayangkan. Sebuah gambaran yang akan membuat kita terhanyut dan seolah bisa merasakan sendiri atmosfir di planet yang sebagian besar tertutup pasir dan batuan besar dipermukaan planetnya.

 

Yakin Kita Bisa Pindah dari Bumi?

Munculnya film bergenre Sci-Fi yang mengambil tema tentang perjuangan para ilmuwan dan astronot di luar angkasa tidak bisa dipungkiri menarik perhatian banyak penonton. Hal tersebut dibuktikan dengan raihan pundi-pundi uang yang dihasilkan dari penjualan film-film seperti Gravity (2013), Interstellar (2014) dan kini The Martian (2015).

Apa yang diraih oleh ketiga film tersebut tentu berbanding lurus dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Pembuatan film bergenre Sci-Fi tidak hanya melibatkan aktor dan aktris terkenal saja, tapi juga jajaran kru yang mumpuni, mulai dari pembuat naskah yang tentu berlangsung lama, para ahli efek bahkan melibatkan para ilmuwan dan astronot dari Badan Antariksa demi mendapatkan data-data valid yang menunjang cerita film.

Saya selalu kagum pada film bergenre Sci-Fi, bukan saja karena tontonan dan efek luar biasa yang mereka sajikan, tapi juga tentang data dan fakta yang mereka gunakan dalam mendukung cerita film. Sangat tidak mudah mengemas hukum-hukum Matematika dan IPA yang terkenal rumit menjadi sesuatu yang lebih mudah dicerna ke dalam sebuah film yang penontonnya berasal dari berbagai kalangan dan itu tentu menjadi tantangan besar bagi para sineas film.

Tapi, maraknya film bergenre Sci-Fi terutama yang berhubungan dengan luar angkasa juga membuat saya menjadi berpikir bahwa ini adalah salah satu cara dari negara Barat untuk menunjukan eksistensinya lewat usaha keras untuk menemukan “rumah” baru bagi makhluk hidup Bumi sebelum rumah kita ini mengalami kerusakan yang lebih parah di masa depan.

Nah disitu inti pemasalahannya, seperti yang sudah saya kemukakan sebelumnya bahwa penelitian tentang planet layak huni seperti Mars yang jadi salah satu kandidat “rumah” baru bagi makhluk hidup sudah berlangsung selama 40 tahun dan memberikan banyak data tentang planet tersebut, tapi perlu diketahui bahwa dari lusinan wahana antariksa yang dikirim ke Mars belum ada satupun awak baik itu astronot atau ilmuwan yang diterbangkan ke Mars seperti yang diharapkan terjadi dalam film The Martian.

Misi berawak ke Mars baru direncanakan akan terwujud di tahun 2030 (sumber). Masih ada kurang lebih 15 tahun lagi sebelum rencana tersebut benar-benar terjadi, tapi bagaimana jika Bumi kita tidak mampu bertahan dalam kurun waktu tersebut, tentu semua rencana akan menjadi sia-sia saja. Namun, jika nantinya misi-misi pencarian planet baru berhasil, pertanyaan berikutnya adalah berapa banyak makhluk hidup Bumi yang bisa diselamatkan dan tinggal di planet baru tersebut?

Tentu tidak ada yang salah dengan berusaha, apapun hasilnya nanti tapi ketimbang para ilmuwan sibuk mencari alternatif tempat tinggal untuk menjaga makhluk hidup dari kepunahan bukankah lebih baik jika melakukan edukasi untuk mengembalikan lagi keasrian Bumi kita.

[caption caption="Bumi dilihat dari luar angkasa (JPL NASA)"]

[/caption]

Bumi adalah planet sempurna yang diciptakan Tuhan sebagai tempat tinggal mahkluk ciptaannya dan mungkin diluar galaksi sana kita tidak bisa menemukan planet sesempurna Bumi, jadi selagi kita masih menumpang tinggal disini, sudah jadi tanggung jawab kita untuk menjaga kelestarian dan kestabilan ekosistem demi kelangsungan hidup dan peradaban.  

[caption caption="The Martian: Ketika Sendirian di Mars menjadi sebuah mimpi buruk (Crown Publish Group)"]

[/caption]

Pesan terakhir dari saya, jangan lupa nonton film The Martian karena lewat film itu Anda akan menemukan banyak pelajaran hidup didalamnya. Tidak hanya tentang usaha seseorang untuk mempertahankan hidupnya juga tentang persaudaraan dan solidaritas pada sesama dan yang lebih penting adalah tinggal di Mars mungkin sebuah impian, tapi menjaga Bumi menjadi sebuah keharusan. Happy weekend guys. (ndy)

 

* SOL adalah unit waktu yang diperlukan Mars untuk berputar pada porosnya, sama dengan hari di Bumi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun