Dengan situasi ini, kebijakan untuk mengintensifkan atau mengakselerasi produksi perikanan jadi tidak logis.
Ketiga, terdapat potensi kehilangan PNBP dan pajak perikanan yang sangat besar. Dari sekitar 6.000 kapal ikan aktif, pada tahun 2021 telah ditarik PNBP SDA perikanan sebesar Rp 708 Milyar. Kalau ditambah 16.000 kapal dengan asumsi operasional yang sama, maka nilai total PNBP mendekati empat kali lipat.Â
Demikian pula lonjakan dari sisi nilai perikanan. Kalau kapal-kapal tersebut diasumsikan berukuran rata-rata 90 GT, dengan hitungan minimalis menangkap 100-200 ton ikan saja per tahun, dan dijual seharga ikan Rp 15.000 per kilogram, maka total kehilangan nilai ikan bisa sekitar Rp 24-48 Trilyun. Demikian pula pajak perikanan yang tidak dibayarkan kepada negara dari jumlah tangkapan tersebut tentu cukup besar.
Keempat, statemen Menteri juga secara tidak langsung menjadi teguran keras terhadap dua unitnya, yaitu Ditjen Perikanan Tangkap (DJPT) dan Ditjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Bagaimana mungkin ada 70% kapal ikan besar lalu lalang di depan mata tapi tidak terdata, tidak berizin, dan tidak terlacak operasionalnya.Â
Padahal tim KKP selama ini dilaporkan sangat serius dan aktif mengawal proses perizinan, penangkapan hingga pendaratan di pelabuhan perikanan. Bahkan Berbagai institusi lain seperti Polairud, TNI AL, dan Bakamla juga aktif membantu di lapangan. Ini seperti quote, ada gajah dalam ruangan yang tidak dilihat oleh semua orang.
Beda Fokus Data
Sebenarnya, KKP dan Kemenhub memiliki fokus kewenangan yang berbeda dalam pendataan kapal ikan. Kemhub berpatokan pada UU Pelayaran yang berfokus pada kelengkapan dokumen kapal, ukuran kapal, kelaikan operasional, tanda kapal dan kebangsaan kapal.Â
Sementara KKP mengacu ke UU Perikanan yang mengelola perizinan usaha penangkapan ikan seperti Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Perizinan ini kini sudah dikemas menjadi Nomor Induk Berusaha (NIB) yang terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS).
Dengan begitu, semua kapal ikan yang pernah dibangun dan beroperasi di Indonesia, termasuk kapal ikan eks-asing, kapal yang sudah rusak atau menjadi bangkai, maupun kapal baru, akan tetap ada datanya di Kemenhub. Selama kapal-kapal tersebut secara administratif belum dihapus. Tidak peduli apakah statusnya aktif beroperasi atau tidak.
Sementara 6.000 kapal ikan KKP adalah kapal yang aktif status izinnya. Izin ini diperbaharui setiap tahun. Kapal-kapal yang tidak aktif, baik karena belum perpanjang izin, atau kapal rusak dan naik dok, dan hal lainnya, tidak termasuk di dalamnya. Pada website perizinan KKP yang diakses bulan Oktober 2022 juga menunjukkan terdapat sekitar 2.500 kapal ikan yang belum memperpanjang izinnya.
PR Pendataan Kapal Ikan