Mohon tunggu...
Muhammad Zuhair Yahya
Muhammad Zuhair Yahya Mohon Tunggu... -

Belajar Bercerita

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Seekor Anjing Gila

27 Juli 2014   09:47 Diperbarui: 22 Juli 2015   23:00 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Senja itu, aku kembali dari kampusku menuju suatu pemukiman padat tempat berdirinya rumahku. Menapaki susunan cone block yang melapisi jalanan pemukiman. Yang pada tepiannya tidak jarang ditemukan rumput liar kecil-kecil yang tumbuh pada sepetak tanah tanpa lapisan.

 Anak-anak berlari-lari, bersepeda, serta bermain karet. Bapak-bapak bersarung menuju arah yang berlawanan denganku untuk segera menyambut adzan maghrib di musholla. Ibu-ibu keluar dari warung dengan membawa satu hingga dua kantong kresek, kemudian berlalu pergi. Pak Hansip berselepang sarung yang bersiap patroli malam. Aku berjalan dari rumah ke rumah, dengan suasana dan pemandangan yang biasa aku saksisan setiap senja aku pulang kuliah. Semuanya terlihat normal, kecuali ketika tiba-tiba seekor anjing dengan beringas berlari dari arah persimpangan di depan. Anjing itu menghampiri setiap orang yang lewat di dekatnya, kemudian menggonggong keras. Sontak, orang yang mendapat perlakuan seperti itu akan bereaksi, menjauh dan mengusir. Huush! Huussh! seperti itu-lah kedengarannya. Beberapa anak berlari-lari sambil tertawa, ada yang kemudian berjongkok dan menangis. Ya Tuhan, anjing itu ke arahku, begitu pikirku ketika kemudian aku memilih untuk memberanikan diri, rasanya malu kalau pria sepertiku ini menjauh dan menghindar seperti ibu-ibu. Yeah, aku berhasil, gumamku. Baru kemudian aku membalikkan tubuh dan melihat si anjing yang tengah menghampiri Pak Satpam dengan ragu-ragu, dan akhirnya kembali berlari-lari tanpa tujuan, menghampiri setiap orang sembari menggonggong.

Kejadian seperti itu menurutku sangat unik, maka dari itu langsung saja kuceritakan kepada kedua adikku di rumah.

"Kalau dipikir-pikir, anjing tadi sore tuh ngeri juga ya.. Matanya terbelalak, lidahnya menjulur, warnanya hitam dengan bercak-bercak coklat tua. Belum lagi bulunya itu, kayak nggak terawat," jelasku pada adik-adikku. "Biasalah, tampilan anjing kampung memang seperti itu adanya.. Hati-hati aja kalau didekati ya!" lanjutku mengakhiri ceritaku di meja makan malam itu.

Keesokan harinya, seperti biasa, aku pulang dari kampusku sore-sore untuk menuju rumah. Suasana yang sama terlihat, sebelum akhirnya ada gonggongan anjing yang mengejutkanku. Datang lagi dia rupanya, begitu pikirku.

Seperti sore kemarin, anjing tersebut berlari-lari tanpa alasan serta tujuan yang jelas. Menghampiri setiap orang dengan setiap kesibukannya, sebelum akhirnya diusir. Bahkan beberapa anak melemparinya dengan batu. Aku melihatnya dan berpikir bahwa anjing ini unik, bisa saja dia menggonggong keras dan mengejar anak yang tidak lebih dari sepinggangku itu, namun anjing itu hanya cepat menjauh disertai lolongan kesedihan. Merasa kasihan, aku-yang pernah bercita-cita menjadi dokter hewan ini-menghampiri anak tersebut dan menegurnya dengan lembut. Sampai kemudian mendapati bahwa anjing tersebut sudah berlalu jauh dari kami berdua, sambil sesekali berhenti dan menengok ke belakang, seperti anjing pada umunya.

Hari-hari berikutnya, aku sudah tidak terkejut lagi dengan kehadiran anjing tersebut di tengah-tengahsuasana pulangku. Ini sudah hari ketiga sejak aku pertama kali melihat anjing tersebut. Aku berjalan dengan tenang, sembari memperhatikannya dengan seksama. Gerak-gerik serta tingkah lakunya selalu sama, menghampiri setiap orang, dan menggonggong. Namun, kuperhatikan-yang sebelumnya tidak aku perhatikan-tiap kali menghampiri seseorang dan mendapat pengusiran, anjing ini menjauh, menoleh, kemudian kembali menghampiri sampai akhirnya mendapat pengusiran kembali.

"Kayaknya tingkah lakunya yang sekarang ini baru deh.." gumamku sedikit keras-terlalu keras untuk disebut gumaman-"apa ini anjing sudah gila ya.."

Sebentar saja aku memperhatikannya, anjing itu sudah hendak menghampiriku. Aku diam saja. Dengan tenang aku melihatnya mendekat, dan seperti yang kukatakan tadi, tingkah lakunya wajib mendapat perhatian bila kupikir-pikir. Ah, gagal jadi dokter hewan, kadang membuat aku sok bisa mengerti tingkah laku hewan, pikirku. Sehingga, kemudian aku memilih melanjutkan perjalananku menuju rumah, dan meninggalkan anjing itu. Dia sempat mengikutiku, namun tidak lama dia menyerah, dan memilih menghampiri orang lain. Benar, hanya seekor anjing gila.

Hari itu, aku merasa begitu lelah, hingga akhirnya memilih untuk membaringkan tubuh sejenak. Adik bungsuku memasuki kamarku,

"Kak, tampilan komputer kita kok jadi aneh ya.." katanya sembari menghampiriku. "Sinilah lihat.. Nanti takutnya rusak atau gimana.."

"Iya.." balasku sembari memposisikan tubuhku untuk kembali berdiri dari posisi berbaring sebelumnya. Aku melihat adikku yang sebelumnya menghampiriku, berlalu menjauh menuju ruang sebelah-tempat komputer terpasang-namun tidak sampai ambang pintu kamarku, dia menoleh, dan kemudian menghampiriku lagi.

"Ayolah, kak buruan.. Aku mau ngelanjutin buat tugas habis itu.." katanya kemudian.

Aku mengiyakan kembali, dan berjalan mengikutinya.

Sesuatu yang cukup mengejutkan bagiku, pagi ini, ketika aku hendak menuju kampus. Aku membuka pintu rumahku dan mendapati seekor anjing tengah tertidur tidak jauh dari teras rumahku. Anjing yang tidak lain adalah anjing yang setiap sore bertingkah laku janggal itu. Ini masih lama dari jam masuk kuliah, pikirku, yang kemudian datang menghampiri anjing tersebut.

Memang menjadi sifat dasar anjing yang peka saat sesuatu mendekatinya, sehingga anjing tersebut dengan sigap sudah merubah posisinya. Aku berjongkok, dan anjing itu duduk di hadapanku. Dan untuk suatu hewan yang kukatakan gila, anjing ini ternyata cukup jinak.

"Jujur saja, aku agak bingung melihat tingkah lakumu.." kataku berharap anjing itu mengerti, dan membalas perkataanku-namun tidak mungkin.

"Sebenarnya apa maksudmu?" tanyaku kemudian. Dasar, sampai kapanpun dia gak akan bisa jawab, pikirku.

"Aku gak tahu maksudmu datang kemari.. Dan berhubung aku hendak berangkat ke kampus, lebih baik kamu pergi saja. Kalau ibuku liat kamu, bisa-bisa kamu dilempar sandal" ucapku. "Jadi, nanti datang lagi ya kemari, ketika aku lagi di rumah.. Sekarang.." aku memotong ucapanku dan memberi isyarat dengan tanganku agar anjing tersebut segera pergi-isyarat yang lembut.

Namun, hingga aku menyerah, berlalu menuju kampus dan menoleh sebentar ke belakang, anjing itu belum juga pergi dari sana.

Sekali lagi, aku katakan kasus ini unik, sangat unik. Sehingga di kampus, aku rasa kuping teman-temanku harus siap mendengarnya. "Iya, janggal banget.. Setelah menghampiri orang, dia bukannya pergi malah menjauh terus menoleh, dan mendekat lagi, menggonggong lagi.. Anjing gila.." kataku di tengah obrolan seru bersama teman-temanku. "Tingkah lakunya bener-bener mirip sama adikku kalau ada sesuatu dan aku malas ikut sama dia.. Dia balik lagi, terus minta aku buat cepetan ikutin dia.." Disinilah ceritaku terpotong. Seketika aku menyadari maksud dari si anjing, sebelum akhirnya dosen masuk dan membuatku sulit fokus karena terus terbayang-bayang akan sesuatu,

Dia menginginkan seseorang untuk ikut bersamanya.                                     

Sore ini, tanpa basa-basi, aku pulang untuk mendapati keberadaan si anjing, dan mengikuti maksud tujuannya. Namun, sudah kutebak sebelumnya bahwa akan nihil hasilnya. Benar saja, jalanan perumahan ini normal, seperti biasanya, suasana pulangku, dengan sesuatu yang hilang. Si Anjing yang selalu menghampiri orang-orang dan menggonggonginya. Dimana-mana tidak kutemukan, bahkan ditempat terakhir aku melihatnya, di depan teras rumahku.

"Harusnya dia sudah bisa kembali kesini lagi.." sesalku. "Aku sudah tahu maksudmu.. Tapi masih ingin tahu kelanjutannya.."

Tasku masih kukenakan, baju yang kupakai kuliah pun belum keganti, namun matahari sudah menarik diri. Terdengar adzan maghrib, dan aku masih hendak menunggunya di depan situ. Aku kelewat penasaran sepertinya.

Adikku menyadarkanku dari lamunan tentang anjing "gila" itu. "Kak! Dari tadi di situ? Ya Allah.. Masuklah! solat terus makan.." dan aku bergeming, tak bergerak. "Ayo kak cep.." aku tersadar dan memotong seruannya.

"Iya, aku masuk, kamu gak usah menghampiri kakak ya.. Langsung masuk aja, kakak paham maksudmuko.."

Aku mengikuti adikku, masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Belum sempat aku melihat adikku berlalu ke ruang makan, tiba-tiba saja dia memberitahu,

"Kak, udah tahu belum? Tadi siang perumahan ini sempat ramai.." aku tidak menjawab, hanya menyimaknya. "Ada yang meninggal kak.. Bapak-bapak tua yang tinggal di rumah kecil di belakang perumahan kita ini.." aku masih terdiam, hendak menebak-nebak arah pembicaraan adikku ini. "Ingat tidak? Waktu itu kita pernah lewat situ, dan aku bilang 'ko bapaknya tinggal sendirian ya', inget tidak, kak?"

Sampai kata-kata adikku yang barusan pun aku masih terdiam, aku sudah bisa menebak sesuatu, dan setelah dia berkata, "yee diam aja.." serta sebelum dia beranjak dari tempatnya itu, aku meresponnya,

"Bapak-bapak itu gak tinggal sendiri.." kataku. Aku berhasil menebaknya sejauh ini.

"Oh iya, kak, bener.. Sedihnya, ternyata dia selama ini tinggal sama anjing.."

Tepat, gumamku.

"Anjingnya juga ditemuin mati disebelah bapaknya itu.. Sedih.. Mirip film.." lanjutnya.

"Kata mama tadi pagi, bapaknya itu udah meninggal lima hari yang lalu. Kalo anjingnya baru aja tadi siang katanya.."

Yang terakhir dari adikku cukup membuatku tersentak. Bibirku terlihat bergetar. Dalam benakku, aku menghitung sudah empat hari aku bertemu anjing itu, dan tadi pagi adalah yang terakhir sebelum akhirnya dia menyerah. Adikku berkata lima hari, dan aku membayangkan anjing tersebut menunggu majikannya yang tidak sadarkan diri selama seharian, sebelum akhirnya kemari dan berlaku "gila". Tidak, aku sudah salah menyebutnya gila..

Rasa penasaranku dijawab oleh kisah yang sungguh memilukan. Aku memutuskan tidak ikut makan bersama, dan memilih untuk sembahyang di kamar.

Selesainya, aku membuka laptopku, dan mengetik beberapa kata yang sebentar lagi akan kuakhiri. Kata-kata di bawah ini sekilas memang tidak ada hubungan eratnya dengan cerita sebelumnya. Namun, kali ini, dari seekor anjing "gila" aku belajar.. bahwa,

Menyampaikan sesuatu terkadang terasa begitu sulit, coba saja terus.. Suatu ketika, bagian akhirnya akan datang. Biarlah yang datang itu, yang menyampaikan dan membuat semua paham akan maksud kita

-TAMAT-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun