Mohon tunggu...
Mohamad Zaki Hussein
Mohamad Zaki Hussein Mohon Tunggu... lainnya -

Warga masyarakat biasa, anggota Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wakil Rakyat Penghambur Uang Rakyat

4 Maret 2011   20:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:03 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DPR bukan hanya memiliki kinerja buruk. Mereka juga melakukan penyimpangan dan pemborosan terhadap uang rakyat. Sebagai lembaga yang seharusnya mewakili aspirasi rakyat, DPR seharusnya menggunakan fungsi anggarannya untuk kepentingan masyarakat. Apalagi di tengah kemiskinan yang masih melanda rakyat Indonesia. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di kota dan desa Indonesia berjumlah 13,33% dari keseluruhan jumlah penduduk atau 31.023.400 orang. Jumlah ini pun masih sangat bisa diperdebatkan, mengingat untuk tahun 2010, yang dianggap penduduk miskin oleh BPS adalah penduduk yang pengeluarannya ada di bawah Rp 211.726. Sebuah jumlah yang sangat amat kecil. Namun, apa yang dilakukan oleh DPR di tengah kemiskinan rakyat yang harusnya direpresentasikan oleh mereka itu? Lihatlah kinerjanya di tahun 2010. Dari sisi fungsi legislasi saja, misalnya, Sebastian Salang, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyebutkan, sampai akhir tahun 2010, RUU yang selesai dibahas di DPR sangat jauh dari target yang dicanangkan. RUU yang selesai dibahas hanya berjumlah 14, padahal target yang dicanangkan oleh Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk diselesaikan adalah 70 RUU. Dan kinerja yang buruk ini tidaklah sebanding dengan fasilitas mewah yang mereka dapat. Data dari Indonesia Budget Center (IBC) menyebutkan bahwa penerimaan bersih (setelah dipotong tunjangan pajak penghasilan) anggota DPR per bulan adalah Rp62.441.941. Dalam setahun mereka bisa menerima Rp749.303.292. Dan ini belum termasuk gaji ke-13, uang rapat, transport, perjalanan dinas dalam dan luar negeri, fasilitas kredit kendaraan, dan fasilitas penunjang lainnya seperti laptop, internet, hotel bintang lima, kupon bensin, kupon bebas tol, dan lain-lain. Bukan hanya itu, para wakil rakyat ini tampaknya juga suka menghambur-hamburkan uang rakyat. Atas nama "perjalanan dinas," mereka suka melakukan plesiran dengan menggunakan anggaran negara. Menurut "Catatan Akhir Tahun Anggaran 2010" yang diterbitkan Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), dalam setiap pembahasan 1 RUU, DPR mendapat jatah Rp1,7 miliar untuk plesiran. Kemudian, setiap melakukan plesiran, para wakil rakyat ini mendapat uang harian sebesar Rp20-30 juta per orang selama 7 hari (tergantung negara yang dikunjungi) ditambah dengan uang representasi Rp20 juta dalam sekali keberangkatan. Tidaklah mengherankan jika anggaran kunjungan kerja (kunker) DPR ke luar negeri sangat besar. Data dari Seknas FITRA menyebutkan, alokasi anggaran kunker DPR ke luar negeri dalam APBN 2010 adalah Rp122.091.796.000. Jumlah anggaran kunker ini pun ditambah lagi sebesar Rp48.259.788.000 dalam APBN-Perubahan 2010. Kunker yg menggunakan uang negara ini kadang diberi nama muhibah, konferensi internasional atau studi banding sebagai masukan untuk materi RUU.

12992695931931332850
12992695931931332850
Sementara itu, Formappi menyebutkan jumlah yang lebih besar lagi. Menurut data Formappi, biaya kunjungan kerja ke luar negeri selama 2010 adalah Rp162.944.764.000. Sementara itu, biaya studi banding DPR adalah Rp73.521.600.000 atau 42% dari alokasi dana untuk Prolegnas sebesar Rp173,4 milyar. Ditambah dengan biaya kunjungan kerja di dalam negeri yang berjumlah Rp404 milyar, maka total biaya kunjungan kerja ke luar dan dalam negeri adalah Rp640.466.364.000 atau 52% dari keseluruhan anggaran DPR sebesar Rp1,22 triliun. Selain itu, ada juga dugaan penyimpangan pada anggaran renovasi Rumah Jabatan Anggota (RJA) DPR di Kalibata. Dalam APBN 2009 alokasi untuk renovasi RJA adalah Rp155.400.151.685, sementara dalam APBN 2010, anggarannya sebesar Rp290.105.315.000. Itu berarti total anggaran renovasi RJA dalam APBN 2009 dan 2010 adalah Rp445.505.466.685. Namun, dalam kontrak DPR dengan PT Adhi Karya yang mengerjakan renovasi itu, nilai kontrak renovasi RJA DPR di Kalibata hanya Rp355.544.100.000. Berarti ada kelebihan sebesar Rp 89.961.366.685. Celakanya, DPR malah menambah lagi anggaran renovasi RJA pada APBN-P 2010 sebesar Rp89.964.500.000. Kemudian, menurut dokumen "Surat Perjanjian Borongan" yang ditemukan Seknas FITRA, PT Adhi Karya ternyata mensubkontrak renovasi sebagian RJA di Kalibata kepada PT Pembangunan Perumahan, yang pada gilirannya, mensubkontrak lagi kepada perusahaan-perusahaan lainnya. Selain melanggar Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang melarang pengalihan tanggung jawab pekerjaan utama dengan mensubkontrakkan kepada pihak lain, diduga juga telah terjadi mark up dalam tindakan subkontrak ini. Jadi, PT Pembangunan Perumahan mendapat subkontrak untuk merenovasi 210 rumah atau 40% dari total 495 rumah. Untuk ini, PT Adhi Karya memberikan anggaran sebesar Rp130 miliar kepada PT Pembangunan Perumahan. Artinya, anggaran renovasi per rumah yang didapat PT Pembangunan Perumahan adalah Rp619.047.619. Namun, PT Pembangunan Perumahan mensubkontrakkan lagi kepada perusahaan lain dengan biaya renovasi per rumah Rp152.500.000. Kalau nilai riil renovasi per rumah adalah Rp152.500.000, berarti nilai riil renovasi 210 rumah adalah Rp32.025.000.000. Artinya, karena dana yang diberikan adalah Rp130 miliar, maka kemungkinan ada mark up sebesar Rp97.975.000.000.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun