DPR bukan hanya memiliki kinerja buruk. Mereka juga melakukan penyimpangan dan pemborosan terhadap uang rakyat. Sebagai lembaga yang seharusnya mewakili aspirasi rakyat, DPR seharusnya menggunakan fungsi anggarannya untuk kepentingan masyarakat. Apalagi di tengah kemiskinan yang masih melanda rakyat Indonesia. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di kota dan desa Indonesia berjumlah 13,33% dari keseluruhan jumlah penduduk atau 31.023.400 orang. Jumlah ini pun masih sangat bisa diperdebatkan, mengingat untuk tahun 2010, yang dianggap penduduk miskin oleh BPS adalah penduduk yang pengeluarannya ada di bawah Rp 211.726. Sebuah jumlah yang sangat amat kecil. Namun, apa yang dilakukan oleh DPR di tengah kemiskinan rakyat yang harusnya direpresentasikan oleh mereka itu? Lihatlah kinerjanya di tahun 2010. Dari sisi fungsi legislasi saja, misalnya, Sebastian Salang, Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyebutkan, sampai akhir tahun 2010, RUU yang selesai dibahas di DPR sangat jauh dari target yang dicanangkan. RUU yang selesai dibahas hanya berjumlah 14, padahal target yang dicanangkan oleh Program Legislasi Nasional (Prolegnas) untuk diselesaikan adalah 70 RUU. Dan kinerja yang buruk ini tidaklah sebanding dengan fasilitas mewah yang mereka dapat. Data dari Indonesia Budget Center (IBC) menyebutkan bahwa penerimaan bersih (setelah dipotong tunjangan pajak penghasilan) anggota DPR per bulan adalah Rp62.441.941. Dalam setahun mereka bisa menerima Rp749.303.292. Dan ini belum termasuk gaji ke-13, uang rapat, transport, perjalanan dinas dalam dan luar negeri, fasilitas kredit kendaraan, dan fasilitas penunjang lainnya seperti laptop, internet, hotel bintang lima, kupon bensin, kupon bebas tol, dan lain-lain. Bukan hanya itu, para wakil rakyat ini tampaknya juga suka menghambur-hamburkan uang rakyat. Atas nama "perjalanan dinas," mereka suka melakukan plesiran dengan menggunakan anggaran negara. Menurut "Catatan Akhir Tahun Anggaran 2010" yang diterbitkan Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), dalam setiap pembahasan 1 RUU, DPR mendapat jatah Rp1,7 miliar untuk plesiran. Kemudian, setiap melakukan plesiran, para wakil rakyat ini mendapat uang harian sebesar Rp20-30 juta per orang selama 7 hari (tergantung negara yang dikunjungi) ditambah dengan uang representasi Rp20 juta dalam sekali keberangkatan. Tidaklah mengherankan jika anggaran kunjungan kerja (kunker) DPR ke luar negeri sangat besar. Data dari Seknas FITRA menyebutkan, alokasi anggaran kunker DPR ke luar negeri dalam APBN 2010 adalah Rp122.091.796.000. Jumlah anggaran kunker ini pun ditambah lagi sebesar Rp48.259.788.000 dalam APBN-Perubahan 2010. Kunker yg menggunakan uang negara ini kadang diberi nama muhibah, konferensi internasional atau studi banding sebagai masukan untuk materi RUU.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H