Mohon tunggu...
Muhammad Meiza Fachri
Muhammad Meiza Fachri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional

Hit Harder

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kapitalisme Cetak (Print Capitalism) dan Sebuah Pamflet yang Membentuk Amerika Serikat

29 April 2022   23:41 Diperbarui: 10 Mei 2022   16:13 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan bantuan manusia lain untuk bertahan. Hal ini mendorong mereka untuk bekerja sama dengan mereka yang memiliki tujuan yang sama. Lambat laun, manusia semakin banyak dan lama berkumpul, hingga membentuk suatu kelompok dengan satu tujuan yang sama, dinamakan komunitas atau Community. 

Seiring waktu berjalan, komunitas ini akhirnya memiliki suatu kesamaan, entah kesamaan bahasa, agama, senasib atau seperjuangan, yang kemudian membuat mereka mengidentifikasikan diri sebagai suatu bangsa atau nation. 

Nation, menurut Black's Law Dictionary (Tenth edition), memiliki arti "A large group of people having a common origin, language, and tradition and usually constituting a political entity" Singkatnya, suatu kelompok besar masyarakat yang memiliki kesamaan asal tempat, bahasa dan tradisi, serta biasanya membentuk suatu entitas politik, dapat disebut juga sebagai pemerintahan.

Suatu bangsa / nations pada umumnya memiliki suatu pemerintahan yang akan mereka pertahankan dengan sekuat tenaga mereka. Pandangan untuk mempertahankan pemerintahan inilah yang disebut sebagai nationalism. 

Benedict Anderson, seorang sejarawan dan pakar politik dunia, dalam Imagined Community, berpandangan, bahwa nations dapat dikatakan sebagai sebuah "socially constructed community," yang dibayangkan (imajined) oleh sekelompok manusia sebagai identitas mereka. Dibayangkan (imajined) karena tidak akan mungkin bagi setiap manusia untuk berinteraksi dengan semua anggota bangsa tersebut. Dengan berbekal pada bayangan tersebut, sekelompok manusia kemudian dapat mengidentifikasikan diri mereka sebagai anggota sebuah bangsa, kendati dalam kelompok tersebut tidak seluruhnya pernah berinteraksi satu sama lain. 

Seorang sejarawan asal Israel, Yuval Noah Harari, juga memiliki pendapat yang mendukung pernyataan tersebut, yang mana ia menuliskan pada bukunya Sapiens, bahwa sapiens (manusia) dapat bekerja sama karena mereka dapat memercayai hal yang tidak dapat mereka lihat ("fiksi"), melalui ini, manusia dapat bekerja sama dalam jumlah yang besar, mendirikan kota-kota dan imperium berisikan puluhan ribu penghuni dan ratusan juta orang adalah karena mereka percaya dengan suatu hal yang tidak dapat mereka lihat (Percaya dalam agama, percaya dengan tujuan dan lainnya).  

Begitu pula halnya dengan bangsa, mereka dapat bekerja sama, membanggakan bangsanya, hingga berani mati demi bangsa tersebut karena mereka memercayai suatu identitas bernama bangsa/nations. Lebih lanjut, Benedict Anderson juga mengemukakan, bahwa nationalism dapat berkembang melalui bahasa umum yang banyak digunakan (semacam Lingua Franca) pada daerah tersebut (juga bisa disebut sebagai vernacular), yang disalurkan melalui pencetakan masif, atau dengan print-capitalism.

 Fungsi kapitalisme dalam pengembangan nationalism ini adalah dengan memilih untuk mencetak media informasi (buku, koran, pamflet dan sebagainya) dalam bahasa yang banyak digunakan pada daerah tersebut agar bisa mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya (semakin banyak pembeli karena dapat membaca isi substansi dari media tersebut. Akhirnya, para penduduk daerah tersebut dapat saling mengerti dan tercapailah sebuah pandangan umum, yang akhirnya dapat mendorong integrasi mereka di bawah "panji" pandangan yang sama.

Pandangan Anderson, mengenai penciptaan nationalism ini dapat dilihat dari kejadian nyata dan sangat bersejarah yang membentuk peradaban dunia saat ini, yakni kemerdekaan bangsa Amerika Serikat (United States of America) yang terjadi karena sebuah pamflet "belaka". 

Ilustrasi George Washington memimpin tentara Amerika Serikat dalam Perang Kemerdekaan AS. Sumber : americanconstitutioncenter.org
Ilustrasi George Washington memimpin tentara Amerika Serikat dalam Perang Kemerdekaan AS. Sumber : americanconstitutioncenter.org

Revolusi Amerika Serikat dilatarbelakangi oleh terjadinya Perang Tujuh Tahun (Seven Years War) yang dimenangkan oleh Inggris dan sekutunya (Prussia, Portugal dan lain-lain). Kendati mengalami kemenangan, kas Kerajaan Inggris mengalami pengurangan yang cukup signifikan karena telah membiayai pertempuran dari berbagai benua, Eropa, Asia, hingga Amerika. 

Untuk mengatasi permasalahan ini, salah satu cara yang dilakukan oleh Inggris adalah dengan "memalaki" negara koloninya, The Thirteen Colonies dengan undang-undang dan pajak yang menuai banyak kecaman dari penduduk koloni, seperti The Sugar Act, dan The Stamp Act. 

Penerapan pajak ini menuai kecaman karena penentuan pajaknya dilakukan tanpa mengundang satu pun wakil dari daerah koloni, sehingga penentuan pajak di daerah Amerika dilakukan oleh orang Inggris tanpa adanya konsensi dari daerah koloni (Taxation without Representation)  

Hal-Hal ini akhirnya memanas yang mendorong terjadinya beberapa peristiwa, seperti The Boston Massacre, dan the infamous Boston Tea Party. Peristiwa-Peristiwa ini mendorong berlakunya The Intolerable acts, menandai mulainya pertempuran antara Kerajaan Inggris dan daerah koloni Amerika Utaranya. Di bagian inilah print-capitalism memainkan peran krusialnya dalam terbentuknya kemerdekaan Amerika Serikat. 

Pasca konflik pertama dari kedua pihak (Battle of Lexington and Concord), pihak Amerika sendiri tidak mengetahui, atas tujuan apa mereka berperang dan berjuang. Mereka awalnya berjuang untuk melawan tindak semena-mena yang dilakukan oleh Inggris, tetapi apalagi selain itu?. Di saat inilah, muncul Thomas Paine, dengan "pamfletnya" (karya monumental) yang berjudul Common Sense. 

Common Sense, karya monumental Thomas Paine. Sumber : Explorepahistory.com Orlandosentinel.com
Common Sense, karya monumental Thomas Paine. Sumber : Explorepahistory.com Orlandosentinel.com

Pemikiran Thomas Paine dalam Common Sense mendorong penduduk koloni untuk memerdekakan diri mereka dari penjajahan Inggris. Pamflet ini berisikan kritik terhadap monarki dan, bahwa Amerika serikat memiliki sebuah kesempatan untuk dapat mendirikan bangsa sendiri dengan pemerintahan sentral yang memiliki konstitusi untuk melindungi hak-hak individu, termasuk kebebasan beragama. 

Dengan cepat, karya ini menjadi suatu hal yang viral, laku terjual dan dibacakan di tempat-tempat umum dan menyatukan pandangan seluruh penduduk untuk berjuang menggapai kemerdekaan.

Tercatat, hingga akhir Revolusi sekitar 500.000 salinan berhasil terjual.5 Untuk menarik minat para penduduk dalam mencapai kemerdekaan, Thomas Paine membuat pamflet ini dalam bahasa yang sederhana dengan tujuan agar para penduduk dapat membaca dan memahaminya dengan mudah.

Dengan penggunaan bahasa yang sederhana ini, Paine dapat membuat tulisannya dibaca seantero negeri oleh anak-anak, pria, wanita, miskin dan kaya yang hanya dapat sekadar membaca untuk memahami isi dari Common Sense. 6 

Tidak hanya itu, sebagai bukti, bahwa pamflet ini membawa pengaruh besar dalam pembentukan Amerika Serikat dapat dilihat pada salah satu founding fathers Amerika Serikat, John Adams yang menyatakan, "Without the pen of the author of 'Common Sense the sword of Washington would have been raised in vain." 

Bahkan, dikatakan, bahwa pamflet ini lebih "berguna" dalam menyatukan penduduk Amerika Serikat (Saat itu masih berupa The Thirtheen Colony) dibandingkan Deklarasi Kemerdekaan. 

Singkat kata, "hanya" dibutuhkan sebuah pamflet ini, yang tercipta dalam bahasa yang sederhana, sehingga dapat dibaca oleh segenap bangsa Amerika Serikat yang dapat sekedar membaca agar penduduk koloni Amerika dapat menyatukan pandangan mereka (sesuai dengan prinsip print-capitalism, yakni membuat suatu media dengan bahasa lingua franca, vernacular atau bisa dibilang bahasa ibu pada daerah tersebut agar dapat memperoleh keuntungan semaksimal mungkin karena dapat dibaca oleh banyak masyarakat), sehingga dapat terciptalah sebuah pemikiran atau pandangan yang sama, bahkan dapat berujung pembuatan bangsa yang baru, seperti kejadian Revolusi Amerika ini. 

Peristiwa ini, sesuai dengan yang telah dikemukakan oleh Andersen, bahwa melalui print-capitalism "common discourse can be made", yang mana in turn, this common discourse can create nationalism, and even paved way towards the emergence of a new nation. 

Referensi : 

Harari, Yuval Noah. 2017. Sapiens : A Brief History of Humankind. Tangerang Selatan : PT Pustaka Alvabet.

History.com. (Oktober 2019). "Thomas Paine". Diakses melalui https://www.history.com/topics/american-revolution/thomas-paine 

Kagan, Julia. (Oktober 2020). "Taxation Without Representation. Diakses melalui https://www.investopedia.com/terms/t/tax_without_representation.asp 

Kiger, Patrick J. (Juni 2021). "How Thomas Paine's 'Common Sense' Helped Inspire the American Revolution. Diakses melalui https://www.history.com/news/thomas-paine-common-sense-revolution 

UKEssays. (November 2018). Impact of Thomas Paine's Common Sense. Diakses dari https://www.ukessays.com/essays/history/impact-of-thomas-paines-common-sense.php?vref=1 

Wallace, Willard M. (Agustus 2021). "American Revolution," diakses melalui https://www.britannica.com/event/American-Revolution  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun