Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf Efendi
Muhammad Yusuf Efendi Mohon Tunggu... -

Ketua PIP PKS Amerika dan Kanada, penulis, pemerhati parenting anak, pelaku IT yang hidup di San Francisco - California, Amerika. Alamat blog http://blogku.net

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKI-er dan Koruptor

10 Februari 2012   19:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:48 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika aku kecil dahulu PKI adalah momok yang sangat berbahaya. Hal itu diajarkan di setiap jenjang pendidikan sekolah. Bahwa PKI adalah musuh rakyat, perbuatannya kejam tidak mengenal peri kemanusiaan. Karena itu setiap tanggal 30 September, setiap anak didik diwajibkan untuk menonton film G 30 S PKI. Sudah jelas anak-anak yang tidak mengetahui duduk permasalahannya akan mendapatkan gambaran yang jelas apa itu PKI. Dan apa yang telah dilakukannya. Diperlihatkan kekejaman PKI di Lubang Buaya dengan gerwani dan pasukan bersenjatanya. Diperlihatkan bagaimana para jendral dihabisi di sumur tua itu kepada anak-anak sekolah. Para jendral ana yang ditembak di rumahnya, dan diseret ke lapangan itu. Ada yang badannya disayat-sayat. Ada yang disiksa hidup-hidup sampai mati. Hanya satu kata yang cocok untuk perbuatan PKI itu. Kejam!!

Bahkan seorang bapak atau ibu atau mungkin kakek - neneknya yang dahulu terlibat dengan kegiatan yang diharamkan ini, anak keturunannya akan mendapatkan kesulitan pengakuan sebagai warga negara yang mempunyai hak yang sama dengan yang lain. Masih ingat ketika harus mengikuti program beasiswa atau PNS pemerintah, maka sarat mutlak tidak ada keluarganya yang terlibat dari kegiatan PKI adalah hal yang mutlak. Sekali nenek moyangnya terlibat maka anak keturunannya akan terbawa-bawa. Terkadang terasa tidak adil, karena akan timbul dosa keturunan. Yang akan mendholimi orang-orang yang tidak bersdosa. Akan tetapi sebagai bentuk sebuah kejahatan yang luar biasa, bisa jadi hal tersebut menjadi cambuk bagi masyarakat, bahwa adalah dosa besar seandainya seseorang membela PKI.

Bagaimana dengan para koruptor dan penjahat-penjahat yang benar-benar sangat jahat? Mereka adalah orang-orang yang telah banyak berdoa. Tidak amanah, menyalahi janji, mendholimi orang miskin, membenamkan kebenaran hakiki, melakukan segala cara, memperkaya diri sendiri, tidak membela rakyat banyak, mempentingkan diri dan keluarganya sendiri. Yang pada akhirnya, mereka hanya membela kepentingan Iblis. Orang semacam ini sudah sepantasnya mendapatkan hukuman yang setimpal. Karena mengakibatkan orang banyak sangat sengsara. Korupsi dan Nepotisme menyebabkan kebangkitan seseorang menjadi terhambat. Orang yang benar menjadi salah, orang yang mempunyai hak menjadi tidak mendapatkannya. Ia membungkam semangat untuk berjuang melawan kepahitan hidup. Hidup yang sudah pahit akan semakin pahit. Yang miskin akan semakin terdesak, dan yang kaya dan korup akan semakin kuat. Lihatlah kekuatana si Nazar! Iya sudah jelas salah dan korup, serta harus kalah, akan tetapi karena kekuatan uang ia masih mampu bertahan dalam kebebasan. Lihatlah si kakek dan si nenek, serta pencuri sandal! Mereka tidak mempunyai pembela karena memang tidak punya uang untuk membela dirinya sendiri. Kalau pun mereka punya uang, pemahaman tetang hukumnya tidak cukup untuk meringankan dakwaannya.

Kalau seandainya para koruptor ini dihukum mirip dengan para PKI-er jaman dahulu, mungkin akan lebih baik. Terapkan sampai anak keturunannya hukuman tersebut. Agar mereka jera dan sadar. Bahwa apa yang ia lakukan telah merebut hak-hak orang lain, dan Apa yang telah ia lakukan telah menjerumuskan keluarga dan anak keturunannya ke dalam suasana kematian. Kematian hidup, kematian masa depan, dan kematian keinginan. Karena para koruptor ini sebenarnya sangat kejam. Mereka membunuh masa depan banyak orang, membunuh kehidupan beribu-ribu orang yang ingin hidup. Bahkan mungkin berjuta-juta orang. Mereka membunuh keinginan banyak orang yang ingin berjuang di negeri yang carut marut ini. Bagi mereka yang telah melakukan korupsi di negeri ini, sudah tidak akan punya harapan masa depan. Apakah ini berarti mematikan hak hidup? Tidak sama sekali! Hak hidup ia tetap hidup. Hak hidup ia tetap terjaga dengan baik. Akan tetapi diberikan untuk orang lain. Karena ia telah salah dalam melangkah hidup. Yaitu korupsi.

Kedengarannya memang brutal. Dan seperti menyutujui dosa turunan. Akan tetapi cara seperti inilah mungkin yang akan meredam nafsu-nafsu iblis ini. Semua orang harus sadar bahwa ideologi korupsi adalah sangat berbahaya. Lebih berbahaya daripada ideologi PKI itu sendiri. PKI kejam dengan pembunuhan yang dilakukannya dengan fisik, akan tetapi koruptor lebih kejam. Ia akan mematikan keadilan. Ia membunuh kebenarana, dan ia membawa semangat keserakahan. Lihatlah kasus yang menimpa Partai Demokrat. Mereka berlomba-lomba memperkaya diri sendiri. Lihatlah perilaku mereka di Munas beberapa tahun yang lalu. Sogok kanan, sogok kiri untuk memenangkan calon yang ia pikulnya. Ia tidak peduli dengan kebenaran dan keadilan yang terjadi di sekitarnya. Ia hanya peduli kepada kesuksesan calon yang ia dukungnya. Dan ini adalah nafsu serakah. Keserakahan menghantam tembok keadilan. Keserakahan mendobrak kearifan berfikir. Dan keserakahan ini menginjak-injak keimanan dan ketaqwaan. Tidak peduli bahwa ia dahulu adalah seorang santri alim. Tidak peduli bahwa ia dahulu adalah murid sebuah pesantren alim. Dan tidak peduli dengan bahasa-bahasa Al-Quran dan Hadits. Keserakahan ini sudah menjelma menjadi iblis berwujud manusia. Ia tidak takut lagi untuk tidak tunduk kepada Sang Ilahi. Bahkan ia lebih berani dari pada pemimpin Iblis itu sendiri.

Sudah saatnya bangsa ini perlu sadar. Bahwa koruptor adalah lebih kejam daripada iblis. Ia mempunyai fisik manusia, akan tetapi berhati durjana. Ia tidak peduli dengan rukuk dan sujud manusia, yang menangis di setiap sisipan doa-doanya, tuk mengharapkan keadilan dan kebenaran. Ia tidak peduli kepada bapak dan ibu yang sudah tua, yang pusing dan memelas agar diberikan hak-haknya. Ia tidak peduli kepada pengemis-pengemis di jalanan yang dipelihara oleh Negara. Ia tidak peduli kepada si Alif kecil yang matanya melotot keluar karena kanker yang tidak mampu pergi berobat. Dan ia tidak peduli kepada si Upik yang menderita sakit busung. Dan ia tidak peduli kepada si Ujang yang menahan rintihan pedih, karena tidak mampu sekolah. Ia hanya punya kepedulian kepada dirinya sendiri. Dan ia tidak akan pernah puas dengan itu. Nafsunya tidak akan pernah puas dengan kedhaliman yang ia lakukan. Terus-menerus! Kalau seandainya di alam kubur pun mereka masih mempunyai hak untuk hidup, mungkin ia akan berfikir bagaimana agar bisa mengibuli malaikat Munkar dan Nakir.

Kalau negeri ini ingin makmur. Tidak ada tempat untuk koruptor. Bahkan pulau Nusakambangan pun bukan haknya. Ia bukan tempat untuk mereka. Kalau ada usulan dengan kebun binatang buat para koruptor pun, masih kurang pas! Karena semangat koruptornya akan ia gunakan untuk mengibuli para penjaga kebun koruptor itu. Ia tidak berhak untuk hidup di dunia ini, karena ia bukan manusia. Tempat yang paling pas adalah di neraka bersama pasukan Iblis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun