"Yank belikan dl pls d'nmor bruku yg ini 085394099282, ntar aq yg tlpon yach I-LOVE-YOU !!!" Demikian isi SMS yang saya terima hari ini dari nomor 0821899xxxx. SMS tersebut masuk ke inbox dua nomor ponsel saya pada saat yang hampir bersamaan, pukul 08.02 dan 08.04 wib.
Saya meyakini SMS tersebut sengaja dikirim ke ratusan bahkan mungkin ratusan ribu nomor tujuan secara acak dari sebuah program komputer sederhana. Tentu pengirim SMS berasumsi, jika satu persen dari penerima SMS merespon dan mengikuti perintahnya, pengirim SMS bakal menerima sejumlah pulsa gratis dengan mudah. Jika pengirim SMS adalah pengusaha server pulsa isi ulang, maka seluruh pulsa yang diperoleh bisa langsung di top up ke server dan dijual kepada para downline dan pengecer pulsa. Dengan modal Rp 0,- margin 100 persen.
Selain SMS jahat di atas, pengguna ponsel juga sering sekali menerima penawaran kredit tanpa jaminan, jual beli motor, jual beli nomor cantik dan macam-macam. Seperti yang saya terima pagi ini pukul 08.27 dari 08389354xxxx, "Free provisi dg bunga 1,5% u/ pinj 26-200 jt syrt ktp, kartu kredit + billing & materai Hub. Dewi 081584687416. Syrt & ketentuan berlaku thx"
SMS penggangu dan jahat semacam itu sudah muncul beberapa tahun lalu, dan semakin marak ketika beberapa operator menawarkan gratis SMS ke semua operator. Kita bisa amati pengirim SMS selalu menggunakan nomor prefik 0821, 0853, 0838, 0878, dan seterusnya. Prefik tersebut adalah milik operator-operator yang menawarkan tarif SMS gratis ke semua operator.
Beruntung masyarakat Indonesia sangat toleran dan pemaaf, sehingga gangguan dan kejahatan tersebut terus berlangsung hingga kini tanpa ada yang peduli. Pemerintah pun nampaknya sangat sibuk, hingga tidak sempat mengkaji dan menghentikan para penjahat SMS.
Sejatinya pengguna ponsel berhak untuk terjaga privasinya dan tidak diganggu oleh berbagai promo sampah, apalagi SMS kejahatan. Karena mereka telah membayar sesuai tarif dan tagihan operator, dan mereka tidak pernah menandatangani atau menyatakan setuju untuk diganggu oleh berbagai promosi dan kejahatan SMS. Google dan Facebook, yang menawarkan semua layanannya secara gratis, pun memegang kode etik terhadap kiriman promosinya, sehingga tidak mengganggu pengguna. Menjadi tidak masuk akal tentunya, jika operator yang telah dibayar, justru mengganggu dan menjahili pelanggannya.
Praktek kejahatan ini semakin subur hingga sekarang, disebabkan karena tiga hal, yaitu Pemerintah berdiam diri, operator tidak perduli dan pengguna memaklumi. Kejahatan tersebut sesungguhnya nyata, oleh karenanya jika satu pihak saja berinisiatif mengambil tindakan, praktek kejahatan tersebut akan segera hilang atau paling tidak berkurang. Sebagai pembuat kebijakan, pengawas industri dan pelindung masyarakat, Pemerintah dan BRTI seharusnya mengambil inisitatif pertama untuk segera menghentikan kejahatan. Operator, yang hidup dari uang pelanggan, seharusnya memproteksi pelanggan dari berbagai serangan negatif, bukan malah menyuburkannya. Sedangkan pengguna, bisa saja memanfaatkan haknya untuk mengadu bahkan menggugat.
Pada pertengahan Oktober lalu, Pemerintah menghentikan seluruh layanan SMS premium dan konten, disebabkan karena gugatan pelanggan terhadap para penyedia konten yang dianggap menyedot pulsa tanpa persetujuan. DPR juga telah menyiapkan Panja untuk mendorong penyelesaian kasus ini seadil mungkin. Dengan mendompleng dan memanfaatkan momen ini, sekarang merupakan saat yang paling tepat untuk menghentikan praktek kejahatan SMS. Sebelum muncul gugatan pengguna, selayaknya Pemerintah dan operator segera mengambil inisitatif pertama.
Upaya menghentkan kejahatan SMS dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain menghentkan layanan SMS gratis ke semua operator, mengubah interkoneksi SMS dari SKA (sender keep all) menjadi berbasis biaya (cost based), penerapan proteksi (firewall) terhadap SMS spam oleh operator, dan menarik para penjahat ke meja hijau.
Menghentikan SMS gratis ke semua operator. Kita saksikan saat ini, beberapa operator menawarkan berbagai model SMS gratis ke semua operator. Seperti, gratis SMS ke semua operator, setelah kirim 3 kali gratis SMS sepanjang hari, setelah menelpon Rp 1.000,- gratis SMS sepanjang hari, dan macam-macam lagi. SMS gratis seharusnya hanya ditoleransi sebatas dalam jaringan operator tersebut (on-net), namun tidak diperbolehkan lintas operator (off-net). Jika operator menerapkan SMS gratis on-net, kejahatan dan spam hanya akan dialami oleh pelanggannya sendiri, sehingga komplain dan gugatan akan menjadi resiko operator tersebut. Untuk meredam SMS gratis, tahun lalu Pemerintah telah menfasilitasi pertemuan para operator untuk membuat kesepakatan penghentian SMS gratis, namun nampaknya tidak berjalan efektif. Salah satu penyebabnya adalah kompetisi yang sangat keras, dimana operator baru cenderung memaksakan diri untuk mengejar jumlah pelanggan. Belajar dari pengalaman tersebut, pelarangan SMS gratis tidak cukup berbentuk himbauan, namun diwujudkan dalam bentuk regulasi yang mengikat.
Mengubah interkoneksi SMS dari SKA menjadi cost based. Dengan banyaknya SMS spam, model SKA manjadi sangat tidak adil bagi operator. Karena pendapatan SMS hanya dinikmati oleh pengirim SMS, sementara operator penerima SMS yang jaringannya terpakai tidak mendapatkan apa pun. Dengan demikian, operator yang pelanggannya masih sedikit cenderung mengobral SMS gratis ke semua operator. Dengan menawarkan SMS gratis, operator kecil berharap dapat menjaring banyak pelanggan baru, sementara kerugian jaringan tidak signifikan dan yang penting tidak dikenai kewajiban membayar operator penerima SMS. Sebaliknya, bagi operator besar SMS gratis sangat merugikan, karena jaringannya terpakai secara signifikan namun tidak memperoleh uang sedikit pun. Dengan konsep cost based, pendapatan SMS harus dibagi antara operator pengirim dengan operator penerima. Dengan demikian, operator akan berpikir seribu kali untuk menerapkan SMS gratis ke operator lain, karena harus membayar kepada operator penerima.