Mohon tunggu...
myusuf298
myusuf298 Mohon Tunggu... Administrasi - semangat berbagi

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Roadmap 4G Indonesia, Tidak Perlu Mobile Wimax

30 November 2010   10:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:10 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun lisensi Fixed Wimax sudah dikantongi lima operator setahun lalu, namun sampai saat ini baru First Media yang telah menjual layanan internet kecepatan tinggi ini. Sementara beberapa operator mendesak Pemerintah segera menerbitkan lisensi Mobile Wimax dan LTE. Betulkah teknologi 4G ini mendesak bagi masyarakat Indonesia, lalu bagaimana Pemerintah dan operator menyikapinya.

WIMAX

Teknologi Worldwide Interoperability for Microwave Access (Wimax) merupakan kembangan dari teknologi Wi-FI yang sudah biasa kita gunakan sehari-hari, salah satunya sebagai wireless pada komputer atau laptop. Secara umum dikenal dua jenis Wimax, yaitu Wimax untuk jaringan tetap atau disebut Fixed Wimax (standar IEEE 802.16d), dan Wimax untuk jaringan bergerak atau sering disebut Mobile Wimax (standar IEEE 802.16e). Wimax mampu mendukung kecepatan transfer data sampai 75 Mbps dengan jangkauan sampai 50 km. Dengan kemampuan inilah, Wimax disebut sebagai jaringan generasi keempat (4G), meskipun sebetulnya kemampuan ini belum memenuhi standar 4G yang ditetapkan IMT-Advanced, karenanya teknologi Wimax lebih tepat disebut sebagai jaringan 3.9G.

Standar Fixed Wimax pertama, yaitu 802.16, dipublikasikan April 2002, dan selanjutnya mengalami berbagai pengembangan sampai dipublikasikannya standar 802.16d pada Januari 2004. Sedangkan Mobile Wimax dipublikasikan pada tahun 2005. Setelah publikasi tersebut, Jerman segera mengalokasikan lisensi Wimax kepada tiga operator nasional dan dua operator regional pada Januari 2006. Pada tahun yang sama, Korea meluncurkan Wimax dan selama dua tahun telah mencatat pelanggan sebanyak 350.000. Amerika telah menerbitkan lisensi Wimax kepada banyak operator, antara lain Sprint Nextel (Clearwire), Antelecom, AT & T Alaska, Xanadoo, Towerstream, River Canyon dan Rainbow Broaddband. Operator Wimax dari Rusia, Yota, saat ini tercatat sebagai penyelenggara jaringan Wimax terbesar di dunia. Wimax Forum menyatakan bahwa pada Oktober 2010 Wimax telah digelar pada lebih dari 592 jaringan di lebih dari 148 negara.

LTE

Teknologi Long Term Evolution (LTE) merupakan standar terbaru teknologi jaringan bergerak, sebagai kembangan dari GSM/EDGE dan UMTS/HSxPA. LTE mampu memberikan kecepatan downlink hingga 100 Mbps dan uplink hingga 50 Mbps. Untuk kepentingan komersial, LTE sering dipromosikan sebagai jaringan 4G, meskipun seperti halnya Wimax lebih tepat disebut sebagai jaringan 3.9G.

Standar LTE diterbitkan pertama kali pada Januari 2009, dan seterusnya dikembangkan menjadi LTE Release 9 pada Desember 2009. Di bulan yang sama, 14 Desember 2009, TeliaSonera meluncurkan LTE untuk pertama kalinya di Stockholm dan Oslo dengan merek dagang NetCom. Penggelaran LTE selanjutnya dilakukan oleh Scartel di Kazan pada 20 Agustus 2010, MetroPC di Las Vegas, Nevada, dan Dallas pada 21 September 2010, T-Mobile di Croatia pada 26 Oktober 2010 dan terakhir CSL di Hongkong pada minggu terakhir Nopember 2010. Beberapa operator mengumumkan akan komersial pada akhir tahun ini antara lain Safaricom Kenya, Verizon Amerika, dan Pemerintah Thailand. Sedangkan AT & T Amerika dan Telenor Denmark merencanakan rollout pada 2011.

Kompetisi WIMAX Vs LTE

Pada modulasi yang sama, Mobile Wimax Release 1.5 dan LTE Release 9 mampu mencapai kecepatan maksimal yang relatif setara yaitu di atas 100/50 Mbps. Keduanya juga mendukung lebar kanal yang sama 2 x 20 MHz, efisiensi specktral berkisar 1.59/0.64, menggunakan antara muka berbasis OFDMA -QPSK-64QAM. Mobile Wimax mendukung mobilitas sampai 120 Km/jam, sedangkan LTE sampai 350 Km/jam. Mobile Wimax telah merencanakan pengembangan menuju 802.16m, demikian juga LTE telah merencanakan pengembangan menuju LTE-Advanced. Keduanya merupakan kandidat jaringan 4G yang diharapkan mampu memberikan kecepatan 1 Gbps untuk pemakaian tetap dan 100 Mbps untuk pemakaian bergerak.

Berdasarkan perbandingan teknis tersebut, banyak analis menilai bahwa Mobile Wimax dan LTE memiliki kinerja yang relatif sebanding. Keduanya juga sama-sama kandidat 4G, sehingga keduanya dipastikan akan bersaing keras, sebagaimana persaingan GSM dan CDMA. Hal yang membedakan adalah bahwa Wimax lahir sekitar dua tahun mendahului LTE. Perbedaan lain, LTE berasal dari teknologi bergerak 2G/3G, sedangkan Wimax berasal dari teknologi broadband Wi-FI. Perbedaan ini menjadi penting, mengingat implementasi 2G/3G sudah meluas di seluruh dunia. Dengan demikian penetrasi LTE dipastikan jauh lebih cepat dan masif dibanding Wimax, meskipun teknologi tersebut lahir belakangan. Kasus Korea membuktikan, ketika Wimax dan HSPA diluncurkan dalam waktu yang relatif bersamaan, dalam dua tahun pelanggan Wimax tercatat 350 ribu sementara HSPA mencapai 8.4 juta. Hal ini disebabkan karena pemakai Wimax adalah pelanggan baru, sedangkan pemakai HSPA adalah upgrade pelanggan 2G/3G.

Hampir bisa dipastikan bahwa operator 2G/3G akan mengadopsi LTE untuk roadmapnya menuju 4G. Bahkan Yota Rusia dan Sprint Amerika, sebagai operator Wimax terkemuka, telah mengumumkan rencananya untuk mengadopsi LTE. Lalu, bagaimana dengan nasib Wimax?. Wimax sangat relevan diadopsi oleh operator fixed broadband, baik untuk memperkuat jaringan akses ke segmen ritel atau pun untuk backhaul, backbone, atau jaringan rural.

Sejauh ini penggelaran fixed broadband tertinggal jauh dibanding 2G/3G. Jumlah fixed broadband baru mencapai 500 juta, sementara 2G/3G telah mencapai 4.5 miliar dengan pemanfaatan mobile broadband mencapai 536 juta. Dengan adopsi teknologi Wimax, kini operator fixed broadband mendapat angin segar dan harapan baru untuk berkompetisi dengan operator 2G/3G. Karena dengan Mobile Wimax, mereka mampu memberi layanan yang sepadan dengan LTE Advanced yang kemungkinan bakal di adopsi oleh 2G/3G.

Implementasi di Indonesia

November 2009, Pemerintah Indonesia menetapkan pemenang tender lisensi Fixed Wimax untuk 15 zona secara nasional. Pada Agustus 2010, tinggal lima opertor yang berhak mengantongi lisensi tersebut, yaitu Telkom, Indosat Mega Media, Berca, Jasnita dan First Media. Dari lima operator tersebut, baru First Media yang telah menggelar Fixed Wimax secara komersial di wilayah Jabotabek dengan merek dagang Sitra. Sebenarnya Berca sudah menggelar jaringan di berbagai kota bahkan telah mengumumkan merek dagang WiGO, namun sayang uji laik operasi (ULO) belum diterbitkan Pemerintah karena alasan kelengkapan administrasi. Telkom dan Jasnita telah mengajukan permohonan penundaan ULO selama setahun ke depan, sedangkan Indosat beberapa waktu lalu juga menyatakan belum siap dalam waktu dekat. Beberapa operator mengusulkan agar Pemerintah segera menerbitkan lisensi untuk Mobile Wimax, mengingat teknologi Fixed Wimax dan Mobile Wimax tidak saling kompatibel, sehingga resiko bisnisnya relatif besar.

Langkah First Media yang buru-buru menggelar Wimax sangat tepat. Sebaliknya, sangat disayangkan, Telkom terlambat menggelar jaringan Wimax. Karena sejatinya, yang paling diuntungkan oleh lisensi Wimax adalah operator fixed broadband, yaitu Telkom dan First Media. Bagi keduanya, Fixed Wimax akan memperkuat posisi dan teknologi mereka sebagai operator fixed broadband. Jika kelak mereka juga mengantongi lisensi Mobile Wimax, tentu saja mereka menjadi semakin kokoh, karena akan mampu berkompetisi lebih sepadan dengan para operator seluler yang mungkin menggelar layanan mobile broadband dengan LTE.

Bagi Berca dan Jasnita, Fixed Wimax tentu saja menjadi tantangan. Jika target mereka adalah segmen korporasi dan rural, Fixed Wimax menjadi relevan. Namun jika target mereka adalah segmen ritel, sebaiknya mereka mengadopsi Mobile Wimax, karena Fixed Wimax bakal menjadi tantangan yang sangat berat.

Bagi Indosat, lisensi Wimax menjadi tanda tanya. Meskipun Indosat mempunyai fixed broadband, namun market share kurang signifikan, dan terkesan tidak serius. Dengan 40 juta pelanggan, Indosat sangat kuat posisinya sebagai operator seluler. Dengan kondisi ini, lebih baik bagi Indosat untuk mengadopsi LTE.

Seperti halnya Indosat, pilihan yang lebih baik bagi para penyelenggara HSxPA seperti Telkomsel, XL Axiata, Three dan Axis adalah LTE. Sejak Agustus 2010 lalu, Telkomsel bersama ZTE telah melakukan uji coba LTE di beberapa kota. Demikian juga dengan XL yang sudah mengumumkan kesiapannya untuk uji coba LTE. Sejauh ini Indosat, Three, Axis dan operator seluler lainnya belum menyampaikan rencana untuk menggelar LTE.

Peran Penting Pemerintah

Lisensi Fixed Wimax telah dikantongi lima operator. Bagi Telkom dan First Media lisensi tersebut menjadi berkah, bagi Berca dan Jasnita menjadi pekerjaan rumah, sedangkan bagi Indosat menjadi pertanyaan. Baru-baru ini Pemerintah menyatakan sedang mengevaluasi lisensi Mobile Wimax, sedangkan LTE akan dikaji lebih lanjut pada 2012.

Haruskah, kapankah lisensi Mobile Wimax dan LTE perlu diterbitkan?. Untuk Mobile Wimax, sejatinya Pemerintah punya opsi untuk tidak menerbitkan. Paling tidak ada beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, Mobile Wimax dan LTE memberikan layanan dan kinerja yang relatif sama bagi pengguna. Kedua, Mobile Wimax dan LTE bersaing satu sama lainnya, bahkan TD-LTE berpotensi membunuh Wimax, karena pemakaian spektrum yang sama. Ketiga, spektrum frekuensi relatif terbatas. Keempat, menjaga iklim industri yang kondusif. Jumlah operator seluler di Indonesia sudah terlalu banyak. Jika semuanya menggelar LTE, selanjutnya ditambah operator Mobile Wimax, maka penyelenggara 4G bakal semakin banyak. Meskipun kondisi ini sering menguntungkan pengguna karena harga yang kompetitif, namun hal ini cenderung merugikan operator, mengingat investasi 4G relatif besar.

LTE menjadi jalur mandatori menuju 4G bagi penyelenggara GSM/HSxPA, karenanya lisensi LTE bersifat mandatori pula. Namun demikian Pemerintah punya opsi mengatur kapan waktu yang tepat untuk menerbitkan lisensi LTE. Pilihan yang lebih baik adalah menunda lisensi tersebut untuk beberapa tahun mendatang, dengan alasan. Pertama, Standar teknologi LTE Release 9 baru di diumumkan Desember 2009. Karena umur yang relatif muda, adopsi teknologi LTE masih terbatas, sehingga teknologi maupun handset pengguna masih langka dan harganya mahal. Sebagai perbandingan, teknologi 2G diadopsi Indonesia setelah berumur 4 tahun, 3G diadopsi setelah 5 tahun, dan Wimax diadopsi setelah 5 tahun. Kedua, Penetrasi 3G masih relatif terbatas. Penetrasi 3G memang terbilang lambat. Tidak hanya di Indonesia, fenomena ini juga terjadi di negara lain. Sebuah riset di India menyatakan hanya 20% pelanggan berminat menggunakan 3G dalam waktu dekat, sementara dari 842 juta pelanggan ponsel di China pemakaian 3G belum mencapai 10 persen. Konsekuensi kelambatan penetrasi 3G antara lain: ROI operator belum maksimal; masyarakat belum berpengalaman menjelajahi mobile broadband; spektrum frekuensi belum terpakai secara optimal (www.myusuf298.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun