Mohon tunggu...
myusuf298
myusuf298 Mohon Tunggu... Administrasi - semangat berbagi

hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Money

Jangan Tunda Merger Flexi-Esia

25 Oktober 2010   07:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:07 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di akhir 2009 Esia telah membukukan jumlah pelanggan sebanyak 10,6 juta, tumbuh dari tahun 2008 sebanyak 7,3 juta dan tahun 2007 sebanyak 3,8 juta. Sedangkan saat ini jumlah pelanggan telah mencapai angka 11,1 juta. Pendapatan usaha tahun 2009 sebesar Rp. 3,436 triliun, naik dari tahun 2008 sebesar Rp. 2,805 triliun dan tahun 2007 sebesar Rp. 1,672 triliun. Laba bersih tahun 2009 sebesar Rp. 98 miliar, turun dari tahun 2008 sebesar Rp. 137 miliar dan tahun 2007 sebesar Rp. 144 miliar. Total asset sebesar Rp. 11,426 triliun, naik dari posisi 2008 sebesar Rp. 8,456 triliun, dan 2007 sebesar Rp. 4,664 triliun. Jumlah BTS yang telah terpasang di akhir 2009 sebanyak 3.677, naik dari posisi 2008 sebanyak 2.772, dan tahun 2007 sebanyak 1.200. Jumlah BTS saat ini diperkirakan mencapai 4.000.

Kenapa Perlu Konsolidasi

Operator seluler Indonesia memang harus melakukan konsolidasi. Beberapa alasan yang memaksa proses konsolidasi sebagai berikut. Pertama, jumlah operator terlalu banyak. Sebelas operator merupakan jumlah yang sangat besar dibandingkan negara lain. Thailand, dan India punya 5; Australia dan Filiphina punya 4; Malaysia, Korea dan Cina hanya 3 operator.  Kedua, tarif terlalu murah. Persaingan yang maha dahsyat telah terjadi di Indonesia. Salah satu dampak yang langsung dirasakan adalah tarif telepon yang jatuh bebas. Tarif telepon di Indonesia kini telah menjadi salah satu tarif termurah di Asia, relatif sama dengan Hongkong, dan jauh di atas India, Thailand, Malaysia dan Korea. Tarif murah di Indonesia tentunya kurang masuk akal, mengingat saat ini Indonesia masih dikenal sebagai salah satu negara dengan biaya ekonomi tinggi. Tentu saja tarif murah menguntungkan pelanggan, namun sebaliknya tarif murah telah mengakibatkan kesehatan operator pada kondisi memprihatinkan. Oleh karenanya, wajar jika saat ini banyak operator yang belum menikmati keuntungan memadai. Ketiga, market-leader telah menguasai pasar secara mutlak. The big three, Telkomsel, Indosat dan XL menguasai market-share sekitar 78 %, sedangkan 8 operator lainnya hanya kebagian 22 %. Dengan kondisi demikian, tentunya efisiensi usaha menjadi milik market-leader, sedangkan operator kecil yang tidak memperoleh skala ekonomi yang memadai menjadi kepayahan. Jadi, konsolidasi memang menjadi opsi serius bagi para operator kecil.

Analisis terhadap lansekap kompetisi saat ini, jumlah operator ideal adalah 5-7. Dari jumlah ini, 4 sampai 6 adalah operator GSM, sedangkan 1 atau 2 adalah operator CDMA. Smart dan Fren telah mengawali langkah konsolidasi dengan brand baru SmartFren, meskipun baru berbentuk sinergi jaringan dan pemasaran. Kandidat berikutnya adalah Three, Axis, Ceria, Flexi dan Esia. Dengan mengesampingkan kompleksitas proses merger-akuisisi, beberapa alternatif konsolidasi dapat dicoba sebagai berikut: XL bergabung dengan Axis, Indosat bergabung dengan SmartFren dan Esia, Telkomsel bergabung dengan Flexi.

Bagi Flexi, konsolidasi merupakan keharusan. Beberapa alasan yang sangat penting sebagai berikut. Pertama, Market-share Flexi 8%! Kondisi kompetisi terbaru telah menghapus diferensiasi antara GSM dan CDMA. Flexi harus sadar bahwa market-share-nya hanya 8% (dibandingkan dengan total pasar seluler), bukan 56% (dibandingkan dengan pasar CDMA). Dengan market-share yang hanya berkisar 8%, dan coverage area bersifat nasional (tidak fokus), Flexi tidak memperoleh skala ekonomi yang cukup, dan pastinya sulit mencapai efisiensi biaya. Alhasil, sulit bagi Flexi untuk meraih keuntungan yang memadai, baik jangka pendek atau pun jangka panjang.

Kedua, Teknologi CDMA 2000 1x. Meskipun CDMA 2000 1x bisa berkembang menuju EVDO dan seterusnya bisa masuk ke Wimax seri m, namun roadmap teknologi CDMA tidak secerah dan sepopuler GSM, yang saat ini mantap masuk ke lingkungan LTE.  Teknologi CDMA juga tidak mendapat dukungan seluas GSM, baik dari vendor handset atau pun switching. Model handset yang saat ini semakin modis dan pintar sulit diikuti oleh CDMA. Beberapa vendor switching juga kabarnya membatasi pengembangan produk. Pelanggan CDMA global tidak naik, justru kecenderungannya turun. Singkat kata, teknologi CDMA akan selalu berada di bawah kelas GSM.

Ketiga, kanal frekuensi. Flexi menempati frekuensi 800 dengan lebar kanal 5 MHz. Berbeda dengan Telkomsel dan Indosat yang menggenggam kanal 40 MHz (2G dan 3G), kanal Flexi yang relatif sempit membuat ekspansi pelanggannya terbatas, kecuali jika mendapat tambahan kanal dari Pemerintah.

Sama seperti Flexi, konsolidasi bagi Esia juga merupakan keharusan. Alasan kedua dan ketiga di atas tetap relevan bagi Esia. Untuk alasan pertama, kondisi Esia lebih buruk lagi. Market-share Esia hanya 5.5%, tentu lebih sulit bagi Esia untuk menghasilkan untung.  Buktinya, dari 2004 sampai 2009 Esia hanya mencatat untung bersih berturut-turut -298, -144, 73, 144, 137 dan 98, bahkan semester 1 tahun ini hanya mencatat untung 2,7 miliar rupiah. Esia juga tidak seberuntung Flexi yang mendapat dukungan infrastruktur, SDM dan pengalaman yang kuat dari Telkom. Sedangkan kabar baiknya, biaya operasional Esia lebih efisien, terutama karena infrastruktur hanya difokuskan di lokasi-lokasi gemuk.

Merger Flexi - Esia.

Pilihan pasangan merger-akuisisi memang tidak semudah dikertas, karena masalah ini sangat komplek. Untuk Flexi, selain opsi merger dengan Esia bisa juga masuk ke dalam Telkomsel. Opsi menjual Flexi kepada investor asing bukanlah pilihan bagus, karena tetap saja Flexi tidak mampu memberi keuntungan kepada investor baru, kecuali jika investor tersebut telah merencanakan integrasi bisnis baik vertikal maupun horisontal. Bagi Esia, opsi konsolidasi jauh lebih bebas dan terbuka, namun yang lebih realistis adalah merger dengan Flexi atau masuk ke dalam XL.

Meskipun bukan pilihan terbaik, merger Flexi dengan Esia merupakan pilihan yang sangat baik, paling tidak karena beberapa pertimbangan berikut. Pertama, keduanya memiliki basis teknologi yang sama, yaitu CDMA dengan dudukan frekuensi 800. Dengan kesamaan ini, jaringan Flexi dan Esia dapat diintegrasikan secara maksimal, sekaligus memegang lisensi kanal frekuensi yang lebih lebar. Kedua, peningkatan market-share. Merger keduanya manghasilkan jumlah pelanggan sekitar 28 juta. Angka ini akan mendekati XL dan Indosat yang semuanya di bawah 40 juta, dengan demikian kompetisi baru akan menjadi seru diantara ketiga operator. Ketiga, sinergi sumber daya yang positif. Telkom sebagai perusahaan induk Flexi telah dikenal memiliki kekuatan infrastruktur, SDM dan pengalaman. Sebaliknya, Esia dikenal dengan efisiensi yang tinggi, inovasi, dan kelincahan marketing. Mitra dealer Flexi pada umumnya pengusaha kuat, sebaliknya mitra dealer Esia pada umumnya kelas menengah dan kecil. Sinergi dan integrasi hal-hal tersebut dipastikan memberi kekuatan yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun