Mohon tunggu...
Mochamad Yusran
Mochamad Yusran Mohon Tunggu... profesional -

Ketika seorng filsuf menunjuk ke bintang, yang dilihat org bodoh hanyalah telunjuk sang filsuf...

Selanjutnya

Tutup

Money

Keadilan Ekonom dan Sosial, Perspektif Kapitalisme, Komunusme dan Ekonomi Kita (Ketiga)

6 April 2017   23:24 Diperbarui: 8 April 2017   17:00 2308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi"][/caption]

KAPITALISME DAN KRITIK ATASNYA

Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa kapitalisme melihat kebebasan individu adalah tonggak keadilan yang bisa melahirkan keseimbangan. 
Pada tataran politik, kebebasan itu menjelma dalam bentuk sistem demokrasi liberal. Sisi lain pada ranah ekonomi semua diserahkan pada mekanisme pasar bebas untuk menemukan keseimbangan pasar melalui interaksi demand (permintaan) dan suplai (penawaran).
Kapitalisme berpandangan, peran dan atau intervensi negara di sini sebisa mungkin tidak ada dan itu pun kalau ada, intervensi sebatas menjamin kebebasan itu sendiri bagi setiap individu dalam bentuk regulasi peraturan perundang-undangan.
Begitu pula pada dunia pendidikan, peran agama dan spritual harus ditanggalkan atau dipisahkan darinya atau kita kenal populer istilah sekulerisme.
Sekulerisme sendiri adalah pandangan politik yang populer dan sebagai sebab kemunculan abad renasan (kebangkitan) di Eropa yang menuntut penghapusan peran kuat gereja atas negara.
Sekulerisasi dan leberalisasi itu juga terjadi pada kehidupan berbudaya masyarakat suatu bangsa dalam dan bertujuan untuk mencapai cita-cita keadilan dan kemakmuran.
Namun begitu akhirnya kebebasan ini lantas mengalami kontra-produktif atau destruktif karena ternyata justru memunculkan pemusatan hak kebebasan pada segelintir kelas sosial yang memiliki kekuatan modal besar (oligarki).
Oligarki ini lama kelamaan menjadi lebih kuat memonopoli kebebasan dan hak-hak hidup pada tiap kelas sosial masyarakat lainnya lantaran karakter akumulasi modal (kapitalisasi) pada paham kapitalisme mendorong terjadinya eksploitasi-Imperialisme oleh pemilik modal (borjuis) para korporasi (perusahaan) atas alat-alat produksi dan atau para pekerja (proletar).
Oleh sebab itu, kebebasan yang dipuja dan ditawarkan kapitalisme ternyata semu dan hanya melahirkan persaingan yang tidak sehat dan mengakibatkan dikotomi masyarakat kelas yang berujung pada ketidakadilan baik dalam hak sosial masyarakat maupun ekonomi.
Lebih jauh kapitalisme juga yang mendorong terjadinya kolonialisme dan atau imperialisme sebagai akibat industrialisasi maka kebutuhan akan bahan-bahan baku olahan, sumber daya alam dan energi sangat dibutuhkan terutama semenjak meledaknya revolusi industri di Inggris.
Sisi lain kolonialisme sebagai akibat merkantilisme (perdagangan luar negeri) yang dilakukan bangsa eropa dikarenakan surplusnya produk barang dan jasa yang tidak jauh lebih besar dibandingkan kebutuhan masyarakat eropa.
Hal ini yang kemudian di curigai sebagai akar negara-negara kapitalisme mendorong globalisasi atau terciptanya tatanan masyarakat dunia, dimana batasan negara menjadi semu atau bukan hambatan dalam berinteraksi secara sosial maupun ekonomi.


LANTAS BAGAIMAN DENGAN SOSIALISME..?

Berbanding terbalik saat orang menganut pandangan dunia yang cenderung sosial-komunisme vis a vis atas pandangan dunia Individual-kapitalisme di atas, akan beranggapan bahwa hak dan kebebasan individu adalah sesuatu yang menjadi akar kerusakan atau ketidakadilan sosial dan ekonomi. 
Pada tiap Individu terdapat egosentris yang pada prinsipnya adalah serakah dan memiliki kecenderungan hegomonik atau menguasai semua sumber daya yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Oleh sebab itu kebebasan individu itu harus di lucuti sebisa mungkin. Dan negara sebagai entitas yang mewakili kepentingan masyarakat berkewajiban mendistribusikan sumber daya dan alat produksi secara merata dan atau adil kepada semua masyarakat tanpa memandang kelas sosial.
Maka dalam hal ini komunisme menolak mengakui kepemilikan individu atau pribadi (privatisasi) atas sumber daya dan alat produksi yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Bahkan pada ilustrasi dan praktik yang lebih ekstrem komunisme membatasi kekayaan setiap individu pada suatu masyarakat bangsa untuk menjamin keadilan dan rasa adil di masyarakat.
Pada saat yang bersamaan solusi sosialisme komunisme dalam menciptakan masyarakat adil tanpa diskriminasi kelas tersebut tak bisa mengubah konsep mental seseorang yang pada fitrahnya memiliki ego menguasai seperti disinggung di atas.
Oleh sebab itu saat negara diharapkan menjadi kekuatan yang mendistribusikan alat produksi secara merata dan atau adil, malah melahirkan kelas borjuis-borjuis yang menguasai hampir seluruh modal atau alat produksi dimaksud.
Dalam hal ini alih-alih negara bertugas mendistribusikan alat-alat produksi itu secara adil tetapi justru menjelma menjadi diktator dan kapitalisme negara yang menjadi lintah bagi rakyatnya.
Jadi dalam hal ini peran korporasi (perusahaan) sebagaimana dalam kapitlasime memonopoli alat produksi, dalam komunisme diganti menjadi korporasi negara yang sama destruktifnya.
Tentu implikasi destruktifnya jauh lebih menakutkan atau sama buruknya dibandingkan kapitalisme yang melahirkan kelas masyarakat borjuis seperti yang telah disinggung di atas.
Oleh sebab itu keduan pandangan dunia dan ideologi Kapitalisme vis a vis sosialisme-komunisme diatas sama destruktifnya dan memiliki kecenderungan yang sama materialisme atau posotivisme.
Nilai-nilai metafisika pada individu dan masyarakat di nafikan dan bahkan dipandang sebagai sesuatu yang menghambat kemajuan suatu peradaban dan sekaligus menjadi karakter umum peradaban barat.
Nah satu sisi pada kecenderungan peradaban timur sisi metafisika nampak dominan dan sebab itu hal ini sering dipandang akar dari keterbelakanngan peradaban timur aras barat yang memiliki kemajuan pembangunan dan sains moderen.
Pada kesempatan akan datang dan mengakhiri pembahasan kita maka kami akan membahas Ekonomi kita dalam melihat keadilan ekonomi dan keadilan sosial sekaligus menjawab kritik-kritik yang mungkin dilontarkan.

Hasil Kajian pada HmI Komisariat Ekonomi Raya, Komisariat STMIK dan beberapa kesempatan warung kopi..

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun