Sementara itu, pengorbanan Riyanto yang merupakan anggota aktif Gerakan Pemuda Ansor (GP-Ansor) underbow Ormas Islam NU, sekaligus mengkonfirmasi bahwa aksi teror dan kekerasan manapun, tak pantas mewakili suara Islam yang harusnya menjadi rahmat bagi semua.
Kendati demikian, harus pula diakui terdapat senantiasa kelompok dalam Islam yang menjadikan Islam sebagai jubah atau legitimasi dalam melakukan perbuatan tercela itu. Dan perlu di catat fenomena kekerasan atas nama agama ini bukan hanya terjadi dalam Islam.
Penegasan tersebut diungkapkan secara bijaksana dalam pernyataan Paus Fransiskus merespon fenomena sejenis secara umum dan khususnya pembunuhan seorang pendeta Katolik Roma di Normandy, Perancis, pada 16 Juli 2016.
"If I speak about Islamic violence, I need to speak about Catholic violence." tuturnya.
Sikap bijak Paus tersebut dengan tegas menyatakan ketidaksepakatannya atas generalisasi Islam identik dengan narasi kekerasan, ekstrimisme dan terorisme, melainkan harus diakui terjadi pula pada hampir semua agama besar di dunia termasuk Katolik.
Lebih-lebih teror itu di lakukan di sebuah gereja pada saat Umat Kristiani memperingati Natal atau kelahiran Isa al-masih putra Maryam yang juga peristiwa dan sosok Isa as tersebut sangat di agungkan dalam Al-Quran.
Oleh sebab itu, tak heran lantas Sayyid Hasan Nasrullah Sekjen Hizbollah, organisasi yang masuk dalam daftar black list Paman Sam itu karena dituduh sebagai terorist menegaskan
"Biarkanlah kami menghiasi gereja-gereja kalian oleh karena Isa al-masih adalah Nabi kami juga."
Selain itu, Riyanto adalah bukti bahwa sifat kepahlawanan dan rela berkorban itu bukan hanya dongeng di tengah hiruk pikuk kemodernan hidup saat ini yang ditandai mewabahnya individualisme dan hedonisme atau sikap yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok.
Untuk itu, hematnya pada sosok Riyanto tak berlebihan jika pemerintah menyematkan nya sebagai pahlawan "bhinika tunggal ika" yang merupakan obligasi bangsa kita yang tak ternilai harganya dan sering membuat bangsa lain tercengang-cengang dan iri, bagaimana mungkin Indonesia yang majemuk itu bisa bersatu dalam bingkai NKRI?
KEDUA. Teror di sebuah gereja tersebut dan sederet kejadian teror bom dan kekerasan lainnya dengan narasi kebencian atas nama agama yang belakangan ini terjadi, harusnya menjadi alarm bagi kita bahwa ancaman terorisme itu adalah musuh yang sangat nyata bagi kemajemukan kita yang merupakan modal bangsa.