Mohon tunggu...
Muhammad Yuris
Muhammad Yuris Mohon Tunggu... -

Seorang suami dengan 3 anak, tinggal di Jakarta yg senantiasa belajar untuk bisa menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Samakah Kasus Kolong Jembatan Kandara Jeddah dengan Cairo?

4 Februari 2011   04:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:54 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya terhenyak sejenak membaca pernyataan seorang anggota Dewan yang terhormat yang mengatakan bahwa aksi cepat tanggap pemerintah dalam mengevakuasi WNI di Cairo Mesir, terkesan berstandar ganda karena mengapa WNI yang sudah berbulan-bulan di kolong Jembatan Kandara Jeddah tidak dievakuasi juga? Bukankah mereka yang justru harus diprioritaskan karena bisa mempermalukan martabat bangsa di mata internasional, khususnya di mata Arab Saudi?

Terus terang, saya tidak menyalahkan pernyataan tersebut namun marilah kita melihat secara jernih permasalahan kedua kasus tersebut.  Secara normatif, kewajiban pemerintah manapun akan mengedepankan perlindungan warganya dimanapun mereka berada.  Tanggung jawab tersebut diejawantahkan oleh seluruh perwakilan RI di luar negeri, karena salah satu dari lima tugas pokok perwakilan adalah Protecting.

Lantas apakah perwakilan RI di Arab Saudi, dalam hal ini KJRI Jeddah tidak melindungi WNI yang diliputi kesusahan di kolong Jembatan Kandara?  Saya kembali lagi tidak membela KJRI Jeddah, namun berdasarkan pengamatan saya, hal tersebut adalah sebuah kekeliruan.  Patut diketahui bahwa pemerintah Arab Saudi dan KJRI Jeddah, sudah hampir frustrasi menghadapi fenomena Kandara ini.  Fenomena yang terjadi secara turun temurun yang saya sendiri tidak mengetahui pasti kapan mulainya.  Mereka yang berada di kolong jembatan itu, sebagian besar, sekali lagi sebagian besar (tidak semuanya) yang tidak memiliki dokumen perjalanan dan dokumen pribadi lainnya, seperti paspor yang masih berlaku, visa masuk Arab Saudi, KTP Arab Saudi (Iqama) dll, karena berbagai sebab.  Pada umumnya, mereka adalah pelanggar batas ijin tinggal (overstayer) di Arab Saudi yang memanfaatkan visa umroh dan haji (umumnya berlaku satu hingga dua bulan) untuk mencari pekerjaan di Arab Saudi, biasanya sebagai pembatu rumah tangga dan sopir pribadi.  Hal tersebut ditempuh karena iming-iming gaji lebih tinggi dibanding melalui prosedur resmi, apalagi di bulan Ramadhan.  Kenapa digaji tinggi? karena majikan Saudi atau dalam bahasa Arab disebut Kafil, tidak perlu mengeluarkan uang banyak dalam merekrut para pekerja ilegal ini serta tidak perlu menunggu dalam waktu yang lama dan prosedur yang berbelit-belit, sehingga kompensasinya dialihkan ke gaji bulanan mereka.  Kafil cukup memberikan uang pengganti yang jauh lebih rendah dari yang harusnya mereka bayar pada prosedur resmi kepada penampung gelap sekaligus penyalur.  Lebih hebat lagi, penyalur ini adalah WNI juga dan sudah terkenal dan menjadi rahasia umum di Arab Saudi, Jeddah khususnya.  Lantas bagaimana masalah bisa muncul? Biasanya, masalah akan timbul saat mereka ingin pulang ke tanah air setelah mendapat cukup gaji dari bekerja atau kangen kampung halaman.  Bagaimana mereka tidak kesulitan untuk pulang jika tidak mengantongi dokumen resmi? taruhlah mereka memegang paspor yang masih berlaku, tapi visa? pasti sudah kadaluarsa dan ancamannya adalah denda SR.20.000,- (sekitar Rp.48mjuta) ditambah kurungan selama 3 bulan.  Pada awalnya, disaat jumlah mereka yang berada di kolong jembatan itu belumlah terlalu besar, pemerintah Arab Saudi memang mengangkut mereka ke Tarhil (penjara imigrasi) untuk diproses pemulangan atau deportasinya.  Tiket pesawat ke negara tujuan ditanggung oleh pemerintah Arab Saudi, setelah prosesnya selesai (biasanya sekitar 3 bulan).  Perlu diketahui bahwa kolong jembatan Kandara, tidak hanya monopoli WNI tapi disana juga terdapat warga negara lain seperti Filipina, Bangladesh, Pakistan dll, meskipun dalam jumlah kecil.  Namun disaat jumlah mereka semakin besar dan berulang-ulang, pemerintah Arab Saudi kewalahan juga.  Kalau di Indonesia, kita mengenal istilah ngelunjak. Intinya, beberapa kalangan yang pernah saya tanya tentang kasus ini mengatakan bahwa mereka, saudara kita itu, memilih untuk bertahan di Kandara dengan harapan prosesnya bisa cepat dan pulang ke tanah air dengan gratis.  Padahal KJRI Jeddah sudah berulang kali mensosialisasikan tentang prosedur penanganan bagi WNI yang tidak memiliki dokumen, yakni melapor ke KJRI dan ditampung sementara di Transit House KJRI Jeddah, menunggu prosesnya selesai sambil membuat Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP).  Lama waktu tunggu adalah relatif, karena pelanggaran yang berbeda-beda termasuk menyesuaikan birokrasi di pemerintahan Arab Saudi.  Setelah, proses selesai, maka pemulangan ke tanah air biasanya menggunakan uang pribadi WNI yang bersangkutan untuk membeli tiket.   Bagaimana jika mereka tidak memiliki uang sepeser pun? Untuk kasus seperti ini, lembaga resmi pemerintah Arab Saudi yaitu KUKW (Kementerian Urusan Ketenagakerjaan Wanita) atau dikenal dengan Maktab Amal, akan mencarikan mereka pekerjaan sementara, sekitar 3-6 bulan sehingga gajinya dapat digunakan untuk membeli tiket pesawat.  Proses inilah yang kadang tidak diinginkan oleh saudara kita WNI di kolong Kandara.  Mereka akhirnya menghembuskan cerita-cerita tidak sedap terhadap penanganan KJRI, misalnya mereka menelepon tidak ditanggapi, diperas, dilecehkan dlsb.  Jika melihat menumpuknya pekerjaan staf KJRI Jeddah dengan staf yang minim dalam memproses permasalahan WNI disana, saya hanya bisa mengurut dada.  Mungkin benar anggapan itu, tapi jika tidak...Astaghfirullah, kejam sekali fitnahnya.  Mungkin terlalu kasar jika saya mengatakan bahwa saudara kita WNI di kolong jembatan itu, pengen enaknya saja.  Media juga membesar-besarkan masalah ini, seolah-olah perwakilan RI tidak ada kerjaan.  Mudah-mudahan saya salah.

Apakah masalah tersebut bisa disejajarkan dengan kasus yang terjadi di Mesir? hingga Presiden SBY segera memerintahkan evakuasi udara? kok rasa-rasanya beda ya? disana WNI diliputi kecemasan yang teramat sangat untuk menyelamatkan jiwanya dari kemungkinan menjadi korban kekerasan.  Meskipun diakui bahwa nama Indonesia di Mesir sangat dihormati, namun siapa yang bisa menjamin bahwa peluru punya mata untuk mengidentifikasi kebangsaan seseorang?

Intinya, saya hanya ingin menyampaikan pesan bahwa jika kita ingin membandingkan suatu masalah, cobalah tegok akar permasalahannya dulu, jangan sampai kita membandingkan jambu dengan mangga, sudah pasti berbeda tentunya.  Dapat saya bayangkan, berapa flight penerbangan yang harus disiapkan oleh pemerintah untuk mengangkut penghuni kolong Kandara yang selalu silih berganti datang itu? Lagipula, bagaimana mengevakuasi saudara kita itu dari kolong jembatan jika tidak memiliki exit-permit dari pemerintah Saudi? teman saya yang orang Bandung bilang : "aya-aya wae".

Sekali lagi, mudah-mudahan saya yang salah menilai.  Wallahu A'lam Bissawab, hanya Allah SWT yang Maha Tahu segalanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun