Kau telah lupa arti pulang, aku pun hilang makna rumah. Kau selusuri setiap waktuku, tak peduli aku kerja, kau pun mentasbihkan waktumu tanpa label. Hanya dering telpon dan kehausan untuk saling mendendangkan suara menjadi kebutuhan yang tak pernah terpuaskan.Mengenang dan merasakan penuh segenap indah yang lalu. Mencari celah untuk sebuah rasa baru yang terbarui. Manakala suaramu sayup menjauh aku lesap dalam nelangsa. Kupikir ini hanya permainan iseng di waktu senggang kita. Ternyata kamu melangkah jauh dan menguasai hatiku. Rindu yang dulu ku kira nafsu, ternyata rindu yang abadi.Aku yang ingin lepas dari waktu mu nyatanya semakin erat memeluk wujudmu, memenuhi ponselmu dengan pesan pengingat: hei aku menunggumu. Hingga jenuh menjerumuskan ketakberdayaan dalam mati saat engkau berbalik arah menujunya. Mungkin aku akan dengan senang hati menghentikan semua cerita ini dengan tamat yang sebenarnya.Entah durjana apa yang bertahta di otakku hingga mencuri waktumu adalah bahagia berkepanjangan yang menenangkan tidurku. Kali ini aku bukan sekedar menyambutmu di senja saat minum teh. Kamu telah bermetamorfosa di hidupku menjadi pagiku, siangku, soreku dan malamku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H