Meski kondisi politik dan keamanan memasuki masa genting, pada 17 Mei 1949, Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) Divisi IV Pertahanan Kalimantan mengikrarkan Proklamasi Kalimantan di Kandangan, Kalimantan Selatan. Proklamasi yang dibacakan oleh Gubernur Tentara Letkol Hasan Basry (1923-1984) menyatakan bahwa ALRI berada di bawah Republik Indonesia dan eksis untuk mendukung kegiatan pemerintahan RI di Pulau Khatulistiwa.
Peristiwa ini adalah wujud komitmen terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945 yang telah lebih dahulu ditegaskan oleh Soekarno & Hatta. Dunia pun menyadari bahwa masyarakat ingin berada di bawah naungan republik yang merdeka, bukan dalam cengkeraman kolonial Belanda.
Momen tersebut menjadi salah satu tonggak penting dalam usaha mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mengingat pada masa itu Belanda mencoba untuk menguasai kembali Nusantara melalui agresi militernya. Akibatnya wilayah Indonesia "menyusut" hasil dari perundingan Linggarjati (1946) dan Renville (1948), hanya mencakup pulau Jawa dan Sumatera saja. Sedangkan Kalimantan dan pulau-pulau lainnya ada di dalam kontrol penjajah.
Sekarang, tanggal 17 Mei diabadikan sebagai nama stadion sepak bola di Kota Banjarmasin. Sedangkan Hasan Basry, dengan pangkat terakhir --Brigadir Jenderal-- ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Beliau dimakamkan di monumen ALRI di Liang Anggang, Banjarbaru, 19 Km dari Kota Banjarmasin. Konon pemilihan lokasi ini (Liang Anggang) berawal dari adanya "rebutan" dari para masyarakat Kalsel di berbagai kabupaten agar Sang Jenderal dimakamkan di daerahnya.
Sebagai jalan tengah maka dipilihlah simpang empat Liang Anggang yang dilewati oleh jalan provinsi untuk mencapai berbagai kabupaten di seantero Kalsel. Lokasi ini cukup mudah diakses dari berbagai wilayah sehingga setiap daerah merasa terwakili.
Tidak banyak yang tahu bahwa Brigjen Hasan Basry pernah jadi santri di Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) sebelum era kemerdekaan. Beliau juga menjadi salah satu anggota Badan Wakaf pertama saat penyerahan wakaf PMDG tahun 1958. Saat itu ketua Badan Wakafnya adalah KH Idham Chalid, sesama putra Borneo.
Memang perang gerilya di Kalsel tidak hanya andil dari Hasan Basry seorang. Banyak pejuang lain yang ikut mengorbankan jiwa demi kata merdeka. Apalagi banyak pejuang di Kalsel juga berasal dari kalangan santri.
Proklamasi 17 Mei 1949 menunjukkan bahwa pondok pesantren, para kiai dan para santri ikut ambil bagian dalam terwujudnya NKRI sekarang ini. Selain itu, deklarasi ini membuka mata dunia bahwa ada keterikatan rasa di antara para penduduk kepulauan nusantara untuk bersatu mendirikan NKRI, walaupun sebelumnya mereka berada di bawah panji kerajaan/kesultanan lokal masing-masing daerah.
Sebuah ikatan persaudaraan yang tak ternilai harganya.
Berikut kutipan dari Proklamasi 17 Mei:
PROKLAMASI
M e r d e k a !
Dengan ini kami rakyat Indonesia di Kalimantan Selatan, Mempermaklumkan berdirinya pemerintahan Gubernur Tentara dari ALRI melingkupi seluruh daerah Kalimantan Selatan menjadi bagian dari Republik Indonesia. Untuk memenuhi isi proklamasi 17 Agustus 1945 yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno dan Wakil Presiden M.Hatta. Hal-hal yang bersangkutan dengan pemindahan kekuasaan akan dipertahankan dan kalau perlu diperjuangkan sampai tetesan darah penghabisan.
Tetap Merdeka !
Kandangan, 17 Mei IV Rep.
a.n. Rakyat Indonesia di Kalimantan SelatanGubernur Tentara
Hassan Basry
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H