September 2017 lalu, majalah Fourfourtwo Indonesia edisi online memasukkan Zulfiandi sebagai bakat Indonesia yang hilang. Bersama Evan Dimas dan Hargianto, lelaki kelahiran Bireun, Aceh 22 tahun lalu ini menjadi bagian tak terpisahkan dari skuad juara piala AFF U19 2013 dan lolos ke Piala Asia U19 setahun berikutnya.
Jurnalis Renalto Setiawan menyamakan tipikalnya seperti Fernando Redondo, gelandang Real Madrid era 90an. Cara bermainnya memang sederhana dengan satu-dua sentuhan, tapi menjadi penghubung serangan yang diinisiasi oleh Evan Dimas. Tapi setelah kisah manis itu, rangkaian cedera membuatnya bak hilang tertelan bumi. Terakhir ia tercatat sebagai bagian dari tim Bhayangkara FC dengan catatan bermain minim. Ia hanya menjadi pilihan kedua pelatih Simon McMennemy.
Bergabung dengan Sriwijaya seakan menjadi ajang pembuktian bahwa dirinya belum habis. Tampil menggantikan Yu Hyun Koo yang cedera, pemilik nomor punggung 35 ini pelan tapi pasti menjadi dinamo lini tengah Sriwijaya. Kerjasamanya dengan Abimanyu menjanjikan kestabilan mesin permainan. Zulfiandi memperlihatkan grafik menanjak pada semifinal dan perebutan juara 3. Banyak cuitan warganet di Twitter yang meminta pelatih timnas Luis Milla mempertimbangkan namanya untuk masuk seleksi.
Ichsan Kurniawan
Satu lagi gelandang yang tenggelam di Liga 1 musim lalu karena masalah klasik cedera. Ichsan juga bagian dari skuad timnas U19 Indra Sjafri saat mentas di Piala Asia 2014. Â Sayangnya alumni Sriwijaya U21 ini hanya jadi pelapis trio Evan, Hargianto dan Zulfiandi.
Saat promosi ke tim senior Ichsan tidak menyianyiakan kesempatan saat tampil di beberapa turnamen pengisi kekosongan pasca sanksi FIFA kepada PSSI. Ia semakin moncer di kompetisi tidak resmi Indonesia Soccer Championship A 2016 dan diganjar panggilan ke timnas yang disiapkan untuk ikut Piala AFF 2016. Putra daerah Sumsel ini membuktikan bahwa Indra Sjafri tidak salah telah mengendus bakat istimewanya. Mobilitas menjelajah setiap sudut lapangan plus tendangan jarak jauh roket membuatnya menjadi bagian penting dari timnya.
Sayang cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) saat melawan Bhayangkara FC memupus harapannya untuk membela panji Merah Putih dan naik meja operasi. Otomatis selama 2017 ia banyak berkutat pada proses pemulihan dan sempat beberapa kali tampil tapi performanya belum kembali seperti sedia kala.
Pada Piala Presiden ia tampil beberapa kali di babak kedua. Tampak sentuhan olah bolanya tidak pudar. Class is permanent. Andai diturunkan secara reguler nanti di kompetisi resmi, perlahan Ichsan akan kembali ke penampilan terbaiknya
Pelatih yang Pusing
Kebangkitan tiga nama ini di Pilpres membuat coach RD pusing sekaligus gembira. Ia akan memutar otak meracik komposisi yang pas melengkapi skuad Sriwijaya yang bertabur bintang. Tapi di sisi lain, Sriwijaya akan semakin berbahaya karena kualitas pelapis tidak jauh berbeda dengan pemain inti. Tenaga para pemain muda yang menggeliat ini akan berpadu dengan penggawa sarat pengalaman yang sudah ada. Tinggal bagaimana RD bisa menjaga keharmonisan anak asuhnya dengan berbagai rotasi dan pembagian jam bermain.
Satu pihak lagi yang akan gembira adalah pelatih timnas. Dengan muncul dan bangkit kembali pemain-pemain ini, timnas juga punya banyak opsi untuk mengisi lini tengahnya.