Nah, pertanyaan berikutnya, Kok bisa-bisanya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan PAN mendukung Mayjen (Purn) Sudrajat, yang ujug-ujug diusung Gerindra, seolah tanpa reserve? Tentu keduanya punya segudang alasan, saat pada akhirnya memutuskan mendukung mantan Dubes RI di Cina ini, meskipun elektabilitas CEO maskapai penerbangan Susi Air ini belum menjanjikan. Terlebih, jika dibandingkan dengan elektabilitas RK, sepertinya Mayjen Sudrajat harus lari sprint agar bisa menyusul.
Menurut Sohibul, setidaknya terdapat empat syarat calon pemimpin di Jawa Barat, dan keempat syarat ini semuanya sudah dimiliki Sudrajat. Persyaratan itu seperti nyunda, yakni calon tersebut harus orang asli Sunda, nyakola atau pendidikan bagus, nyantri itu bermaksud dekat dengan agama, dan nyantrika itu memiliki tata krama.
"Sudrajat ini asli Sunda perilakunya nyunda bener, untuk pendidikan enggak bisa diragukan karena pernah sekolah di Amerika. Sudrajat mungkin bukan santri, insyaallah diterima, dan untuk tata krama Pak Sudrajat itu luar biasa sopan, santun bicara teratur," jelas Sohibul, saat memberikan keterangan di kantor DPP PKS, seperti dikutip laman liputan6.com (27/12).
Apapun itu, bagi seluruh kader PKS dan PAN, pilihan partai untuk mendukung pasangan Sudrajat dan Ahmad Syaikhu, layaknya keputusan komando di hirarki militer. Sebagai sebuah keputusan yang harus ditaati dan dijalankan. Para kader, pun dituntut untuk istiqomah dan mendukung sepenuh jiwa dan raga keputusan ini.
Meski, seorang teman yang juga dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung, berseloroh bahwa pilihan PKS untuk meninggalkan Demiz dan mendukung Sudrajat, sangat jelas merupakan keputusan "PKS". PKS dalam tanda kutip. Â
"Memang ada PKS yang lain?" tanya saya.
"Bukan. PKS yang ini adalah "Prabowo Ketua Syuro" katanya.
Aya-aya wae(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H