Mohon tunggu...
Mita Karunia
Mita Karunia Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis untuk menyapa semesta

email : mitakarunia40@gmail.com | https://twitter.com/mitakarunia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tentang Harapan

22 Desember 2014   04:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:45 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang harapan. Semua orang pernah memilki harapan.Tentang harapan terbaik, tentang hasil dari sebuah usaha yang telah dilakukannya. Tentang harapan pada mimpi besar mereka supaya terwujud sesuai dengan yang diimpikan.

Ini ceritaku, ketika SMA. Tentang harapan dari mimpi dan keinginanku memberikan kado untuk orang tua. Tidak njelimet. Kado yang aku maksud adalah prestasi. Rasanya saat itu adalah kebetulan saja. Tiba-tiba aku ditawari oleh guruku untuk mengikuti sebuah perlombaan dan mewakili sekolah. Terkejut memang, kenapa harus aku? Entah kenapa rasanya tidak tertarik untuk menerima tawarannya. Guruku itu pintar. Dia berhasil membujukku dengan mengiming-imingi “kalau kamu menang nanti, kamu bisa pulang kampung percuma, lo. Ini soalnya, tingkat nasionalnya nanti, di Lombok NTB. Tempat asal kamu.” Katanya saat itu. Ah, siapa yang tidak mau kalau percuma, pikirku. Dan aku mengiyakan. “Pak, tapi saya tidak mengerti sama sekali tentang desain grafis.” Aku merasa bodoh saat itu. Bagaimana mungkin kamu langsung berhasil melakukan hal yang belum pernah kamu lakukan? Aku tidak peduli. Keinginanku memberikan kado untuk orang tuaku lebih besar, daripada kebodohanku.

Waktu yang tersisa satu bulan sampai tiba saatnya aku berperang. Aku latihan terus-menerus bersama guru pembimbingku. Ditambah latihan ekstra secara mandiri. Tidak lupa juga plus berdoa. Karena, aku percaya pada kekuatan doa yang pasti membantu.

Saatnya berperang! Aku hanya perlu melakukan yang terbaik dari yang kupunya. Setelah aku melakukan yang wajib aku lakukan, biarkan tangan Tuhan yang bekerja.

Saat pengumuman itu tiba. Aku mengharapkan yang terbaik. Dan... karyaku bersama namaku dipercayakan mendapat juara tiga. Sungguh di luar yang dibayangkan. Aku nyaris luruh. Namun, aku harus tetap bersyukur dan tetap tegar. Akan aku sampaikan kabar ini kepada orangtuaku. Sekaligus meminta maaf, anakmu ini belum bisa berhasil maksimal. Aku harus tetap menjaga api semangatku agar terus membara, bukannya padam. Untuk mewujudkan mimpi besarku dan memberikan kado (lagi) untuk kedua orang tuaku, disaat waktunya nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun