Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Buruh - Pekerja Harian Lepas

* Seorang Kuli yang Mencoba Beropini. * Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya. * Blog : www.yokonikopinion.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Soeparti: Perantau Tidak Boleh Sakit

18 Agustus 2024   19:30 Diperbarui: 18 Agustus 2024   19:48 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tidak seperti pemuda perantau konvensional pada umumnya, yang kerap dijumpai di antara para pemuda yang lain, saya justru tak jarang terjebak dalam kumpulan pakede- pakde lintas budaya di warkop pinggiran atau tak jarang pula tertawa ria bersama bukde - bukde  penjual jamu, penjaga warung atau penjual nasi pecel keliling. 

Selain karena disana tidak diasingkan dengan berbagai tampilan visual ala algoritma teknologi masa kini, saya juga jadi bisa menjadi pemuda yang berumur 70 atau 80 tahun. Ini tentu sedikit memberi warna dalam berbagai perbincangan sebaya yang kerap diisi seputar rencana, wanita atau utopia - utopia yang sebenarnya sangat sulit diukur dalam semesta yang selalu menghadirkan ketidakpastian ini. Di sisi lain, saya juga mempertimbangkan pentingnya pengalaman yang non teknis untuk dibawa pulang oleh para perantau.

Beberapa sosok yang pernah saya jumpai, sempat saya ceritakan lewat tulisan. Misalnya Pak Kuswono yang lewat perjumpaan dengannya saya diajarkan filosofi menjadi orang kecil, Bapak Klemens yang memembertahu saya bahwa selalu ada hikmah dibalik setiap peristiwa dan tentu masih banyak sosok lain yang belum sempat saya ceritakan. 

Baca juga: Menjadi Orang Kecil

Tidak ada alasan lain saya menceritakan mereka - mereka ini terutama lewat tulisan selain karena agar supaya bisa saya ingat sampai kapan saja. Sebab dari merekalah saya bisa belajar banyak hal tentang kehidupan yang belum tentu saya dapatkan lewat pergaulan dengan kawan - kawan seumuran. 

Nah, dalam sesi cerita kali ini, ada satu lagi sosok yang mau saya hadirkan yang sekiranya dapat menghadirkan secuil  insight bagi para pembaca yang budiman. Apakah yang akan diberitahu kepada kita oleh sosok yang satu ini? Mari, simak bersama!.

Adalah Soeparti, seorang Ibu berumur separuh abad lebih, yang warung makan-nya menjadi langganan saya hampir setahun terakhir. Orangnya ramah, sopan dan cukup royal. 

Ini tampak dalam pelayanan - pelayanan yang ia berikan kepada setiap pelanggan yang datang makan  di warung kecilnya termasuk saya, yang tidak jarang ia berikan porsi yang banyak.  

" Mas, sampen mau gorengan, ta? Biar saya masukan sekalian dalam bungkusan ?". Tanya Bu Soepatri dengan ramah sembari memilah - milah tumpukan gorengan berupa dadar jagung, oteh - oteh dan tahu isi. " Gak usah, Buk. Kebanyakan, gak bisa dimakan nanti ".  Jawab saya sungkan. "Gak papa mas, mungkin buat orang rumah atau teman sampean ". Lanjutnya dengan logat khas Surabaya ditambah senyum yang cukup menyejukan hati. "Oh gitu..Ya udah, gak papa buk...makasih banyak loh, Buk.." Jawab saya sambil mengeluarkan uang  lalu bergegas pulang.

Sebenarnya, bukan cerita tentang royalitas, kebaikan dan sifat ramah yang beliau miliki yang ingin saya hadirkan dalam sesi curhat kali ini. Karena bagaimanapun juga, saya telah menjumpai begitu banyak orang dengan sifat dan karakter serupa. Dan biasanya, mereka ini tidak ingin untuk diceritakan atau disebarluaskan. 

Mungkin karena bagi mereka, tidak begitu menarik untuk mengetahui bahwa orang lain tahu mereka orang baik. Tapi toh begitu, alam semesta tetap bekerja dengan pola dan sangat teratur. Kita adalah orang baik, dan meski kita tidak ingin dikenali sebagai orang baik, tapi cepat atau lambat orang akan mengetahuinya. Begitu pula sebaliknya. Kalau bukan sekarang, mungkin nanti. Ini Hanya persoalan waktu saja. Sebab setiap pepatah, selalu digenapi dengan kejadian atau peristiwa.

Nah, lalu apa yang mau saya bagikan kepada para pembaca dari perjumpaan dengan Ibu Soepatri ini? Insight apa yang terkandung dalam sesi curhat yang tidak diceritakan dengan bahasa yang indah, bahkan sekedar baik dan benar ini? Sesuai dengan judul yang terpampang diatas, bahwa Perantau Tidak Boleh Sakit.

Awal perjumpaan dengan Ibu Soeparti 

Perjumpaan saya dengan Ibu Soeparti ini sebenarnya bukan perjumpaan yang singkat. Saya telah menjadi pelanggan warung beliau dimulai empat tahun yang lalu. Waktu itu, saya masih sesorang dengan wajah glowing, lemak yang cukup di badan dan bisa dibilang seorang yang cukup ceria. Setidaknya ini yang terdapat dalam sudut pandang ibu yang memiliki tiga orang anak ini. Tidak salah memang, saat itu saya baru saja lulus dan keluar dari bangku SMA, yang notabene hanya berkewajiban untuk belajar, makan dan tidur. 

Setelah tidak berjumpa hampir tiga tahun lamanya karena sibuk bekerja, setahun terakhir saya kembali sering berjumpa dan berbincang dengannya. Dan dari sekian banyak perbincangan setiap bertemu beliau, yang paling terngiang - terngiang dalam benak saya adalah ini : " Sampean sekarang kok kurus toh, mas?. Perbanyak minum susu sama rebus telur. Perantau tidak boleh sakit, mas!. Angel nanti sampean" . 

Menjadi Perantau

Menurut saya, menjadi perantau tentu bukanlah pilihan yang disengaja oleh setiap orang. Melainkan itu tidak lebih disebabkan kurangnya kesempatan di daerah asal. Entah itu fasilitas pendidikan yang tidak memadai, atau lapangan pekerjaan yang sulit. Oleh sebab  itu kebanyakan dari kita akhirnya memutuskan untuk merantau ke tanah orang dalam rangka mengajar kesempatan yang tidak bisa kita dapatkan di daerah asal itu yakni mengenyam pendidikan atau sekedar mencari pekerjaan.

Tentu ada sesuatu yang kita harapkan untuk kelak kita bawa pulang. Kalau bukan gelar pendidikan, pasti adalah harta dan  kekayaan. Untuk mencapai itu semua, kita melakukan segala daya upaya. Kita bekerja mati - matian, belajar siang malam, sibuk sana - sini dan bahkan kita meluangkan waktu luang kita bukan untuk senag - senang melainkan untuk sesuatu yang produktif.  Ini sangat bagus dan harus tetap dipertahankan. Namun, ada satu aspek penting yang sering kali terabaikan dalam keinginan kita untuk mencapai semua itu yakni kesehatan. 

Sebagai seorang perantau, mengejar cita-cita dan memenuhi target tentu merupakan prioritas utama. Namun, menjaga kesehatan tubuh haruslah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan tersebut. Mengabaikan kesehatan bukan hanya bisa berakibat buruk pada tubuh, tetapi juga pada pencapaian tujuan yang kita impikan.

Kesehatan Sebagai Prioritas

Kita seringkali terlalu fokus pada pencapaian materi atau akademis hingga melupakan pentingnya merawat diri sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Soeparti, "Perantau tidak boleh sakit, mas! Angel nanti sampean." Ungkapan sederhana ini menyimpan makna mendalam. Ketika kita sakit, segala usaha dan kerja keras kita dapat menjadi sia-sia. Tidak hanya kita harus menghadapi dampak fisik dari penyakit, tetapi juga waktu dan energi yang terbuang untuk pemulihan.

Menjaga Keseimbangan

Untuk menjaga kesehatan, penting juga untuk menerapkan pola hidup sehat yang meliputi makan dengan gizi seimbang, berolahraga secara rutin, dan tidur yang cukup. Meskipun jadwal aktivitas seringkali padat, luangkan waktu untuk melakukan aktivitas fisik yang ringan seperti berjalan kaki atau bersepeda. Selain itu, penting juga untuk menjaga pola makan dengan mengonsumsi makanan bergizi dan menghindari makanan cepat saji yang dapat memperburuk kesehatan.

Mengelola Stres

Stres adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan perantauan. Entah karena pikiran kita sendiri, atau karena lingkungan dan relasi sekitar. Namun, cara kita mengelola stres dapat berdampak besar pada kesehatan kita. Carilah cara-cara yang efektif untuk mengatasi stres, seperti meditasi, hobi, atau berbicara dengan teman dekat. Mengelola stres dengan baik akan membantu menjaga keseimbangan mental dan fisik, yang pada akhirnya mendukung pencapaian target dan tujuan.

Pentingnya Pemeriksaan Rutin

Jangan lupakan pentingnya melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Meskipun tidak merasakan gejala yang mengkhawatirkan, pemeriksaan rutin dapat membantu mendeteksi masalah kesehatan sejak dini dan mencegah kemungkinan penyakit yang lebih serius di masa depan.

Penutup

Sebagai perantau, kita sering kali terfokus pada target dan pencapaian. Namun, menjaga kesehatan adalah kunci agar semua usaha dan kerja keras kita tidak sia-sia. Seperti yang dikatakan Ibu Soeparti, bahwa perantau tidak boleh sakit yang pada dasarnya hendak mengatakan bahwa kesehatan adalah fondasi dari semua pencapaian. 

Dengan menjaga pola hidup sehat, mengelola stres, dan melakukan pemeriksaan rutin, kita tidak hanya dapat meraih tujuan dengan lebih efektif, tetapi juga memastikan bahwa perjalanan perantauan kita berlangsung dengan baik dan penuh energi. Jangan sampai kesehatan terabaikan dalam mengejar impian, karena pada akhirnya, tubuh yang sehat adalah aset terbesar dalam perjalanan hidup kita. 

Jikapun nanti kelak kita gagal di tanah rantauan, tetaplah pulang ke kampung halaman. Paling tidak keluarga kita tahu bahwa kita masih hidup, sehat dan mampu bertahan hidup dalam kerasnya persaingan kota metropolitan yang penuh dengan kompetisi. Sebab ternyata, dua dari tiga orang anak Bu Soeparti adalah perantau. Dan mereka selalu pulang setiap setahun sekali; dalam keadaan sehat walafiat dan beliau tetap menyambut mereka dengan senyum kebahagiaan. 

Sekian dan terima kasih.

Attribution: Colaborate with AI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun