Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Refleksi: Kegagalan dan Penderitaan

10 Agustus 2024   19:41 Diperbarui: 11 Agustus 2024   20:32 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"When she was just a girl, she expected to the world. But it flew away from her reach...
Life goes on, and it gets so heavy."

Diatas adalah penggalan lirik lagu Paradise milik grup band asal Inggris, Coldplay. Saya sengaja memilihnya sebagai sebuah kutipan, untuk melengkapi tulisan atau sesi cerita kali ini yaitu tentang saya dan hal - hal atau keinginan - keinginan masa kecil yang gagal tercapai. Dan mungkin bukan hanya saya, tapi siapa saja yang pernah mengalaminya. Memiliki mimpi besar, gagal lalu menderita. Mari simak!.

Tidak ada yang tidak memiliki keinginan, mimpi atau cita - cita yang tinggi. Setiap dari kita pasti pernah memilikinya. Ini bahkan sudah tertanam sejak kita masih kecil. Ada yang ingin menjadi guru, dokter, tentara, polisi, pengusaha atau lain sebagainya, yang tentunya dengan itu kita berharap, kelak ketika sudah dewasa kita berubah - baik dari segi ekonomi maupun status sosial.

Saya sendiri ketika masih duduk di bangku sekolah dasar, pernah ditanya oleh seorang guru : " Patrio, nanti kalau sudah besar mau jadi apa, nak?". Dengan lantang dan gagah saya menjawab: " Saya ingin menjadi guru, Pak". Beliau lalu bilang :" Bagus, itu cita - cita yang sangat mulia".

Alasan, saya waktu itu bercita - cita menjadi seorang guru adalah bukan semata - mata karena guru itu adalah seseorang dengan pekerjaan yang mulia - pahlawan tanpa tanda jasa, melainkan sesederhana karena di kampung saya, seorang guru biasanya memiliki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Maklum saja, ini pemahaman seorang anak kecil  pada waktu itu. Selain status sosial yang bagus, keadaan ekonomi seorang guru juga cukup terjamin, khususnya untuk yang bersatu PNS.

Mungkin ini adalah mimpi atau cita - cita yang kecil, tetapi tetap saja, bagi saya dan setiap individu yang pernah memiliki keinginan atau cita - cita serupa, itu adalah keinginan atau mimpi yang besar. Dan kalau berhasil mencapainya (saat ini ), itu sesuatu yang sangat luar biasa.

Namun bagaimana jika keinginan atau cita cita yang pernah kita titipkan kepada alam semesta itu tidak terkabulkan atau tidak tercapai? Siapa yang salah? Apakah usaha yang kita berikan untuk tujuan tersebut kurang? Atau memang ada sesuatu di dunia ini yang tidak bisa dijangkau bahkan oleh entitas yang dikatakan paling sempurna diantara segala ciptaan? Entahlah...

When finally we  be a man / women, it flew away from our reach. Life goes on, and then it gets so heafy.

Saya sendiri merasa gagal total, bukan saja gagal mencapai cita - cita saya yang ingin menjadi guru itu, tapi juga hal - hal atau keinginan yang pernah saya impikan. Dan kegagalan itu memberikan semacam sebuah penderitaan yang sangat dalam. Terutama ketika saya pernah di tampar semacam ini," ...Nah loh, sekarang apa yang kau dapatkan, Patrio!?". Atau seperti ini, " Waduh, Patrio! hancur sudah kamu!!.". Juga masih banyak reaksi - reaksi sejenis dari orang - orang sekitar yang menyaksikan saya yang memang terlihat sangat gagal. Tercermin dari penampilan yang amburadul, tidak good  ( baik looking maupun rekening).

Sampai detik inipun, saya tetap menjalani kehidupan sebagai seseorang yang gagal. Gagal dalam banyak hal. Kegagalan - kegagalan ini akhirnya menjadi salah satu faktor  yang menyebabkan saya menderita. Dan sekali lagi, mungkin bukan hanya saya. Setiap orang yang memiliki cita - cita atau mimpi yang tinggi, begitu ia gagal mencapainya, ia pasti mengalami tekanan batin dan mental yang cukup luar biasa. Sakit dan menderita.

Refleksi:

Ketika melihat kembali perjalanan hidup saya, saya menyadari bahwa kegagalan sering kali terasa seperti pukulan telak. Namun, di balik rasa sakit dan penderitaan tersebut, ada pelajaran berharga tentang ketahanan dan penyesuaian diri. 

Kita semua membayangkan masa depan yang cerah, namun kenyataan seringkali membawa kita pada jalur yang berbeda. Penerimaan terhadap kenyataan ini, meski sulit, adalah langkah awal yang cukup bagus menuju pemulihan dan pertumbuhan pribadi.

Keinginan yang tidak tercapai dan mimpi yang melayang jauh dari jangkauan kita dapat menjadi beban emosional yang berat. Namun, dengan mencoba mengadopsi sikap amor fati, yaitu mencintai nasib kita apa adanya, dapat mengubah perspektif kita. Ini berarti mengakui bahwa meskipun jalan yang kita tempuh tidak sesuai dengan rencana awal, setiap pengalaman—baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan—memiliki nilai dan makna tersendiri.

Penderitaan yang kita alami bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari proses pembelajaran yang mendalam. Ketika kita mampu melihat kegagalan sebagai bagian dari perjalanan hidup yang lebih besar, kita mulai menghargai setiap langkah yang kita ambil. Dalam setiap kegagalan terdapat kesempatan untuk berkembang dan menemukan kekuatan baru dalam diri kita, yang sering kali tidak kita sadari sebelumnya.

Pada akhirnya, perjalanan hidup kita mungkin tidak sesuai dengan cita-cita awal kita, tetapi hal ini tidak mengurangi nilai dan kualitas dari hidup yang kita jalani. Menghadapi kegagalan dengan hati yang terbuka dan menerima setiap tantangan sebagai bagian dari nasib kita dapat memberikan kita kedamaian batin dan membuat kita lebih siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang di masa depan.

Jika kegagalan adalah penyebab penderitaan bagi diri saya, maka Anda pasti punya faktor penyebab yang lain, yang mungkin membuat Anda merasa menderita. Karena saya yakin, setiap individu punya deritanya masing - masing. Entah itu disebabkan karena faktor ekonomi, dunia asmara atau mungkin ( amit - amit ) sakit dan penyakit yang sedang mendera Anda. Hanya saja tidak semua diceritakan atau di publish. Tapi apapun alasannya, tetaplah hidup dalam penderitaan itu. Rangkul dan cintai kegagalanmu, nasibmu, penderitaanmu. Sebab jika penderitaan adalah neraka beserta seluruh faktor penyebabnya, maka mencintainya mungkin saja adalah surga. Yah!.  All this could be paradise. Maka Sadari, terima lalu nikamti.

Sekian dan terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun