Hampir setiap insan manusia di dunia ini terutama ketika masih muda dan yang sekarang masih mudah, pasti pernah mengalami patah hati - sebuah kondisi emosional yang dialami seseorang ketika hubungan romantis atau perasaan cintanya mengalami kegagalan atau berakhir. Entah itu disebabkan karena putus cinta, pengkhianatan, penolakan atau perpisahan yang tidak diinginkan. Dan biasanya, setiap orang yang pernah mengalami patah hati tentu akan dibawa pada kesedihan yang mendalam, perasaan kehilangan, kekecewaan, kecemasan, dan bahkan sampai pada gangguan fisik seperti sakit kepala atau gangguan tidur.
Saya sendiri pun pernah mengalami patah hati. Rasa sedih, kecewa dan cemas harus saya telan, bahkan sampai kesulitan dalam menyusun frasa dan kata - kata untuk menggambarkannya. Maka barangkali jika tulisan ini adalah tentang pengalaman pribadi, yang bisa saya bagikan hanyalah sebuah refleksi dengan berkontemplasi pada kisah cinta dan pengalaman patah hati yang pernah dialami oleh seorang filsuf eksistensial, Soren Kierkegaard dengan tunangannya Regina Olsen.
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855), mungkin tidak hanya dikenal melalui karya - karyanya dalam dunia filsafat, tapi kisah cintanya dengan Regina Olsen juga turut mengenalkan namanya bahkan pada kaum yang awam terhadap filsafat itu sendiri. Bagaimana tidak, kedua insan yang sudah saling mencintai dengan tulus bahkan sudah sampai pada tahap pertunangan harus merasakan bagaimana pedihnya patah hati hanya karena adanya keraguan akan ketidakmampuan dalam diri Kierkegaard untuk membahagiakan Olsen kelak.
Pada salah satu kesempatan, Kierkegaard mengungkapkan keraguannya itu melalui sebuah surat yang cukup menyayat hati; “Agar tidak lebih sering mencobai sesuatu yang bagaimanapun juga harus dilakukan…biarlah hal itu dilakukan. Yang penting, lupakan orang yang menulis surat ini, lupakan lelaki ini, yang meskipun mampu melakukan sesuatu, namun tidak dapat membahagiakan seorang gadis.”
Meskipun Regina melakukan berbagai cara untuk mempertahankan hubungan mereka, namun berulang kali pula Kierkegaard menolak dan tetap pada pendirianya. Kehidupan Kierkegaard kemudian lebih dikenal karena kesendirian dan fokusnya pada pekerjaan filosofis.
Tidak ada kepastian yang jelas mengenai apakah Kierkegaard memutuskan pertunangannya dengan Regina Olsen karena ada perempuan lain atau tidak, namun yang pasti, dalam beberapa catatan hariannya, kerap kali ia mengenang semangatnya yang menggebu-gebu ketika hendak memperistri Regina, termasuk momen ketika ia menyatakan cinta dan meminang perempuan itu.
Refleksi
Jika tidak berlebihan, salah satu pergumulan dalam kehidupan kita manusia adalah tentang pilihan. Setiap hari, kita selalu dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kita untuk memilih ; memilih makan menu apa, ke tempat kerja memilih naik kendaraan apa, setelah kuliah memilih bekerja sebagai apa, termasuk juga memilih untuk menikah dengan siapa. Dan pilihan kita, akan selalu berdampak pada perasaan emosional kita yang karenanya membuat kita ragu untuk memilih; ini atau itu. Apakah pada akhirnya kita bahagia atau tidak, pilihan memanglah selalu membawa kita pada suatu konsukensi tertentu. Jika kita memgambil pilihan yang tepat, maka kita akan bahagia. Jika tidak, mungkin akan berakhir dengan rasa sedih dan cemas.
Dari kisah cinta Kierkegaard dan Regina Olsen mungkin kita juga mengerti dengan satu hal bahwa, dalam situasi tertentu, wanita justru indah sebagai fakta. Sementara pikiran dan imajinasi pria, menjadikannya berbahaya sebagai fiksi. Semua tergantung pada pemahaman kita akan seperti apa sesuatu yang indah dan yang berbahaya itu. Dan terkadang ini berdasar kebutuhan dan keinginan serta pengalaman masing - masing individu.
Jika sudah memiliki pemahaman sendiri terutama dalam hal memilih atau menentukan pasangan, menikah atau memilih membujang, maka tentukan salah satu diantara lainya. Bagaimanapun, keduanya sama - sama berpotensi membawa pada rasa bahagia dan juga kesedihan. Begitu pula dengan keputusan untuk tidak memilih sama sekali, tetap berakhir pada penyesalan. Dan ini berlaku untuk setiap aspek kehidupan.
Oleh karena itu, jika dalam suatu kesmpatan kita dihadapkan pada pilihan - misalnya untuk mencintai sesorang atau tidak, maka ambil keputusan dan tentukan pilihan. Sebab ibarat kata orang bijak; dipetik atau tidak, setangkai mawar yang harum dan indah tetap akan layu dan membusuk. Jangan hanya karena memiliki duri pada seluruh bagiannya, hal itu lalu membuat kita ragu dan enggan untuk mengammbilnya. Memang, yang lama akan membusuk dan yang baru akan tumbuh ; dan kita mungkin nyaman dengan itu. Tapi, percaya atau tidak , kenikmatan tertinggi pada kopi selalu ada pada seduhan pertama. Semua mawar memang berduri, tapi tidak semua yang berduri adalah mawar.