Mohon tunggu...
Yohanes Patrio
Yohanes Patrio Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Biasa

Pria Juga Boleh Bercerita. Pegiat Filsafat, Sastra dan Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemukan Kebahagian Dalam Sebuah Hubungan

14 April 2024   19:15 Diperbarui: 18 Mei 2024   16:20 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam beberapa hari belakangan, topik tentang kebahagian selalu hangat untuk diperbincangkan di berbagai media sosial. Perdebatan sering muncul. Puluhan pertanyaan esensial lengkap dengan argumen yang tak terbantahkan. Apa itu kebahagian? Apakah kebahagian itu perlu dicari atau diusahakan? Ataukah kebahagian itu ada dalam diri masing - masing setiap orang dan tidak perlu dicari keluar?.

Beberapa hal diatas menjadi sangat wajar jika akhirnya orang pertanyakan. Sebab salah satu contoh yang tidak jarang kita lihat dalam masyarakat sekitar kita atau yang sering diumbar di media - bahkan secara khusus adalah, orang sering mengaitkan kebahagian dengan relasi yang harmonis dengan orang lain. 

Namun kenyataanya, tidak jarang pula kita melihat, seringkali hubungan asmara atau pertemanan dapat menjadi sumber atau pemicu dari ketidakbahagiaan seseorang. 

Stres karena pengkhianatan, perlakuan kasar, atau tuntutan yang tidak wajar dalam hubungan dapat memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap kesejahteraan emosional seseorang. Ketidakstabilan dalam hubungan kerap menciptakan ketegangan yang berlarut-larut, merusak harga diri, dan mengganggu keseimbangan psikologis.

Well,,saya tidak perlu banyak berkoar - koar tentang itu sebab, bagaimanapun juga,  kita tentu memiliki preferensi masing -masing tentang hidup dan kebahagian terutama dalam sebuah hubungan ( asmara ). Sehingga tidak ada jawaban mutlak untuk pertanyaan - pertanyaan filosofis semacam itu, sekalipun ribuan dalil selalu disuguhkan.

Namun demikian, saya rasa diskusi ini tetap menarik karena menghadirkan kesempatan bagi kita semua untuk merenungkan arti sejati dari kebahagian dalam kehidupan kita, serta untuk mengeksplorasi berbagai cara untuk mencapainya, baik melalui pencarian aktif maupun penemuan dalam diri kita sendiri. 

Dan untuk memperkaya itu semua, tidak rugi rasanya jika kita menilik dan mencoba memahami berbagai pandangan orang dan pemikiran tertentu dalam memaknai hidup dan kebahagian.

Ada sebuah cerita menarik yang datang dari negeri Athena ribuan tahun lalu. Socrates dengan istri mudanya, Xanthippe. Seorang perempuan Athena yang berumur 40 tahun lebih muda dari Socrates. 

Ia dikenal  sebagai seorang wanita bertabiat cerewet, ketus, kasar, pemarah dan pelaku KDRT. Menurut cerita (kesaksian Plato, muridnya Socrates), Xanthippe sering ngelampir dengan alis mata diangkat, mata menyala dan menuding - nuding tidak jelas kepada sang suami, Socrates.

Konon katanya, Socrates menganggap bahwa berumah tangga adalah bermeditasi, sehingga menikahinya semata - mata untuk melatih mental, kesabaran dan pengendalian diri. 

Ketika marah, sang istri tidak segan menyirami Socrates dengan air cucian, bahkan ketika sang suami sedang mengajar didepan murid - muridnya. Namun si Mbahnya filsafat ini dengan entengnya bilang " setelah petir, turunlah hujan". 

Dari sinilah kemudian Socrates mengingatkan kita bahwa, menikah atau tidak, dalam hal apapun, kita akan menyesal. Dengan segala cara, menikahlah. 

Jika mendapat istri yang baik, kita akan bahagia. Tapi jika mendapat istri yang buruk, kita akan menjadi filsuf. ( Dikutip dari buku Filsafat Untuk Pemalas).

Dari cerita tentang Socrates dan Xanthippe ini, kita bisa melihat bahwa, kebahagian itu sejatinya merupakan hasil dari sikap bijaksana, kesabaran, dan pengendalian diri di tengah kesulitan dan konflik dalam kehidupan. Meskipun Xanthippe dianggap sebagai istri yang buruk, Socrates memilih untuk melihat peluang belajar dan pertumbuhan dalam hubungan mereka.

Kebahagiaan tampaknya bukanlah kondisi yang selalu menyenangkan, tetapi lebih merupakan hasil dari sikap mental dan emosional yang bijaksana dalam menghadapi tantangan hidup. 

Dalam konteks ini, kebahagiaan juga dapat dipahami sebagai kesadaran dan penerimaan akan realitas yang ada, serta kemampuan untuk menemukan kedamaian dalam situasi yang sulit. Termasuk dalam kaitanya dengan relasi kita dengan orang lain.

Kebahagian bukanlah sesuatu yang hanya ditemukan atau dicari, tetapi juga sesuatu yang perlu diusahakan oleh setiap individu. Socrates tidak hanya menunggu kebahagiaan datang kepada dirinya, tetapi juga secara aktif terlibat dalam hubungan dengan Xanthippe. 

Dia memilih untuk menghadapi tantangan dan konflik dalam pernikahannya dengan sikap bijaksana dan kesabaran, sehingga memperlihatkan bahwa kebahagiaan juga merupakan hasil dari usaha dan komitmen untuk bertahan dan tumbuh dalam menghadapi berbagai situasi dalam hidup. 

Dengan kata lain, kebahagiaan tidak hanya terjadi secara spontan atau tanpa usaha, tetapi juga membutuhkan perjuangan, pengorbanan, dan pembelajaran yang terus menerus dari setiap individu.

Jadi, mungkin yang bisa kita simpulkan adalah bahwa, meskipun kebahagiaan dapat ditemukan dalam diri setiap individu, namun bagi sebagian orang, salah satu jalan menuju kebahagiaan dapat melalui hubungan dengan orang lain yang tentu saja menuntut segala sikap bijak ketika kelak dalam hubungan itu dihadapkan pada situasi tertentu, yang mungkin banyak menemukan situasi yang sulit.

Jika demikian, maka tidak ada salahnya  apabila kita berusaha aktif dalam mencari pasangan hidup yang sesuai dengan nilai dan kriteria kita, jika memang hal itu  merupakan sebuah syarat bagi kita untuk bisa bahagia. 

Namun jika nanti dalam perjalanannya pasangan atau orang yang kita ajak untuk berkomitmen itu pada akhirnya tidak sesuai dengan harapan kita - misalnya sebagaimana yang digambarkan diawal tadi, malah berpotensi melahirkan perasaan sedih dan stress,  pengalaman tersebut masih dapat memberikan pembelajaran dan makna yang berharga dalam hidup. 

Dengan kata lain, terlepas dari apakah kita menemukan pasangan hidup yang sempurna atau tidak, perjalanan tersebut tetap memberikan manfaat yang bermakna dan berarti dalam perjalanan hidup kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun