Mohon tunggu...
my SouL
my SouL Mohon Tunggu... -

Aku adaLah Aku : Aku Ragu Akan DiriKu.. Namun Cinta BerKata.. "Aku Ada" - Aku hanya MeRangkai Kata.. Tak Hendak BerPuisi.. Karena Soneta Hidup Ku.. Syair Resah Sebentuk Matsnawi..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Geliat Musim di Sudut Taman

5 November 2010   16:00 Diperbarui: 14 Februari 2016   22:56 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa.. Musim tlah larut berlalu, ditelan keheningan bersama luka berdebu. Keheningan ini menepikan sebuah hati pada sisi kehidupan yang teramat sunyi. Luka merana tak hendak terobati, mengurung jiwa dalam perjalanan alam mimpi. Menerobos kelam ruang kegelapan, tanpa pernah tahu apa yang tengah dirasakan.

Gerimis ini datang menemani sejak dini tanpa pernah ku sadari.. Semarakkan dingin suasana pagi yang seharusnya milik Sang Mentari. Rintiknya membelai lembut pucuk dedaunan, hingga embun terlupakan. Mencipta nafas kesejukan yang tak biasa pada galauan sesosok diri.  Gerimis ini memukau ribu lamunan, yang kan jelmakan khayal di senja hari. Pengantar mimpi bagi malam yang tak selamanya memberi tentram. Memugar kembali kenangan lalu yang senantiasa tercipta bersama alunan rintiknya.

Putaran waktu berlalu tlah tega mengelabui. Memendam luka lama dan melumat perih sanubari. Musim berlalu... Musim berganti... Musim akan terus berkelana tanpa pernah peduli. Waktu terus menggeliat menggores rasa penat, mewarnai kanvas kehidupan dalam gelap. Musim yang berganti akan tetap berlalu tanpa ragu. Menerobos dinding ruang dan waktu.. Menebar harapan bagi Para Pencari yang tengah merindu.

Gerimis ini tersenyum manja menggoda dibalik buramnya kaca jendela. Mencipta secarik kertas titikan embun yang menutupi pandangan maya. Torehan lentik jemari lunglai bergerak pilu mecipta kata penuh makna tanpa sengaja. Lalu pudar terhapus bersama datangnya hujan yang entah kapan kunjung mereda.

Oh bunga-bunga Jiwa ku.. Musim ini tlah hendak berganti..

Latar Wajah Langit bermuram durja hiaskan kilatan cahaya hendak menggelar sebuah sandiwara kesedihan. Luka Sang Awan yang tak terjahit tangiskan bermilyar butiran air mata kepedihan. Lakon yang harus Ku perankan tak pernah bosan pada episode usang yang terulang. Mengabar tema bagi Para Pendamba, bahwa musim akan segera tiba..

Dibalik sebuah lakon Kesedihan itu.. Sang hujan membagi asa kesegaran bagi keriput paras ibunda bumi. Memberi harap kebahagiaan pada makhluk melata yang tengah sekarat mendamba kehadirannya. Bermilyar bakteri sontak bersorak dalam pesta, mencipta aroma khas bau tanah basah yang tak lagi gundah. Dalam hening kerinduannya, diam-diam Sang Hujan mencumbui mesra pucuk-pucuk dedaunan. Bersenggama tuk wariskan kelembabab bagi buliran tanah dan hirupan segar udara. Berucap syukur atas limpahan hara kehidupan, bagi tunas muda yang tengah berdandan dan siap bersintesa.

Ah.. Mengapa riang Mentari teramat jarang menemani. Mencipta bias pelangi yang akan mampu hiasi gelapnya kemuraman rasa ini. Hiasan titian warna yang berujung mesra pada sudut kedukaan sebuah jiwa. Pengantar beribu bidadari yang hendak bercengkrama di Taman Hati.. Mengapa pula kemuraman Hujan ini teramat melukai sebuah galau perasaan.. Dia tega hempaskan tubuh kuyup ini menggigil dalam sebuah keterasingan. Sematkan rintik kepedihan pada rapuhnya hati Sang Penyepi. Menorehi luka dinding Jiwa pada Harapan Lusuh Para Pengembara..

Oh.. Kemanakah rintik Gerimis punya hati ku sirna lenyap dan menghilang.??? Sedang sebuah tembang perasaan baru saja hendak tumbuh berkembang. Alunan rintik Gerimis ku teramat menggugah rindu kenangan masa lalu. Masa indah dimana Hujan yang deras ini tak kuasa menyayat luka teramat dalam. Ku rindu sangat pada hadirnya Gerimis yang teramat Romantis.. Yang senantiasa mencumbui mesra, kala galauan Jiwa ku dalam buram temaram. Dendang rintiknya tlah mampu berbagi dan ciptakan warni Pelangi dalam Sepi. Antarkan keceriaan Sang Mentari turut serta menyemarakkan Taman Hati ini.

Mengapa pula Sang Mentari kini tak sudi singgah menyapa resah senja hari. Paras wajah cakrawala dibuatnya muram tak lagi ceria seperti biasa. Berlarut lama dia tinggalkan resah kedukaan bagi geliat sebuah taman. Melumat ribuan luka lama dalam ruang kebosanan yang teramat dalam. Angin pun lanjut berlalu menjemput rindu pada hampa awan kelabu. Temani perjalanan lusuh Para Pengembara mencari Cahaya Cinta nan Lara. Semua berlalu.. Semua tak lagi riang bercengkrama.. Kala musim telah berganti, menggelar rencana alam untuk sebuah episode sandiwara kehidupan.

Ah.. Suasana musim kali ini teramat sangat memilukan. Tersemailah benih kesepian tumbuh merana yang tersiram kehampaan dari ribu kehilangan rasa. Inginlah syair jeritan hati menitip pesan pada senja yang hendak beranjak pulang. Bahwasanya Jiwa resah ini telah begitu dalam memendam sebentuk KeRinduan. Hujan ini telah menumbuhkan duka dalam sebuah ritme irama lara. Nyanyiannya bersyair maya bagi usangnya rindu Sang Pemuja. Mengabarkan pada Para Pendamba bahwa musim ini telah nyatalah tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun