Saat Embun Pagi Bangunkan Tidur Ku.. Ku Berharap Mentari TerSenyum menyapa Ku.. Membawa Kabar Baik tentang Mu di sana.. Obati Resah Jiwa Ku sejak seMalam.. Saat Mentari TerSenyum Bersinar.. Ku Berharap Telaga Hati Mu tak akan Pernah Mengering.. Basuhi Gundah yang tak jua Sirna.. Memikirkan yang terKasih untuk sebentuk Harap dan Rasa.. Duhai.. Mengapa Getaran Rasa begitu dalam.. Membuat Jiwa sakit tertorehnya.. Mengapa Jiwa teramat Rapuh.. Membuat Rindu slalu datang menggoda Rasa.. Lusuhan harap yang menggebu.. Merintih dalam kalbu.. (Membiru..) Onggokan Keinginan Kusam.. Menyusup dalam kelam.. (Terdiam..) Sakit yang teramat sangat.. Menyesak dalam dada.. Bersemayam selamanya..
Saat Angin Mulai berHembus Mengalun.. Ku Berharap dia bisikkan Untaian kata nan Mesra.. Semaikan Putik Putik Bunga Harapan.. Tumbuhkan Rumpunan Kasih Kebahagiaan.. Saat Dedaunan BerGuguran.. Ku Berharap Gersang Jiwa ini hanyalah detik Penantian.. Cumbui arti hembusan Angin Kehidupan.. Selami hasrat KeSejukan Telaga Hati Mu.. Saat Burung Burung Enggan Bernyanyi.. Ku Berharap Canda Manja Mu senantiasa menemani.. Alirkan denyut Kebekuan Nadi Ku.. Membimbing Sesaknya Nafas kehidupan Ku..
Duhai Adik.. Pernahkah Kau Tahu.. Apa yang Saat ini Kurasakan..? Ada Sesuatu yang Tak Biasa dalam Diri ini.. Kehadiran Mu.. Basuhi Relung Jiwa Ku yang Lusuh Melepuh. Denyutkan Kembali Irama Nadi Ku yang Telah Biru Membeku. Adik.. Engkaulah Bintang Kecil Ku.. Yang Gemerlapi Gelapnya Malam Langit Hidup Ku. Adik... Tetaplah Bermain di Taman Hati Ku.. Semaikan Pelangi Aneka Kuntum Bunga, Hingga Jiwa yang Gundah ini Merasa Tentram. Karena Diri ini Teramat Rapuh tanpa Hadir Mu..
Duhai Adik.. Andaikan aku punya Sayap dan bisa Terbang, Kan slalu ku Kunjungi diri Mu sesering kau mau. Andaikan Kepak Sayap ku tak lelah menahan letih Perjalanan, Kan Ku jadikan Perisai tuk selalu meLindungi diri mu. Andaikan sayapku ini mampu meraihkan bahagia Kehidupan, Kan ku ajak Diri Mu terbang jauh ke Awan. Dan sungguh Ku tak rela, bila Cengkraman Jemari ini melukai putihnya kulit lengan Mu.. Tapi lah sayang… Aku hanyalah mahluk penghayal, Tertawaan Sang Merpati yang tengah terLuka hatinya..
Saat Mentari Pulang Ke Peraduan.. Ku Berharap dia tak akan pernah Bosan kepada Ku.. Bawakan Kabar Gundah Ku pada Diri Mu.. Akan Resahan Jiwa yang teramat Takut kehilangan Mu.. Saat Senja tlah tiba dan Malam Menjelang.. Ku Berharap Diri Mu akan tetap selalu bersama Ku.. Menghalau Sepinya Kesunyian.. Temani Ketakutan Ku akan gelapnya Malam..
Duhai.. Dimanakah Diri Mu Adik Cemara terSayang.. Yang senantiasa Jiwa ku Impikan.. Dikala Rimbun Dedaunan, Tak mampu lagi semikan tentram bagi Gundah Jiwa yang Temaram.. Duhai.. Dunia Semu Jiwa ini hanyalah Lahan Khayalan.. Yang tak akan pernah kunjung Sirna.. (Terlena..) Mengembara dalam derita.. Lukai hati meradangi Kehampaan.. (Kelam..) Menoreh dinding Jiwa.. Goreskan jeritan Pengharapan.. (Usang..) Dan seribu keresahan ini.. Telah Memporak porandakan berJuta Serpih Perasaan..
Malam pun meLarut dan Sepi.. Resah jiwa ini Hadir kembali dalam Doa dan Harap.. Semoga esok Mentari masih tetap Setia, Bawakan Aku kabar terBaik tentang diri Mu.. Dan Sebentuk puisi Kepolosan ini hanyalah untuk mu Adik. Beribu lagi tertanam dalam Jiwa meManjakan mu. Apakah sebenarnya yang Ia inginkan dari semua itu. Hanyalah sebuah harap yang mungkin akan sia-sia. Tapi tidaklah demikian bagi Jiwa yang tengah terSiksa..
Maaf ku untuk Mu selalu duhai Adik tersayang. Jiwa yang Rapuh tidaklah pernah akan sembuh. Walau berjuta Puisi lagi tergoreskan dalam hati Mu. Selama Jiwa ini masih tetap saja terus Meronta. Berharap sesuatu yang bahkan dia pun tak Mengerti. Mungkin diri ini tidaklah berarti bagi mu Adik. Tapi tidaklah pula yang ada bagi Jiwa ku pada hadir Mu. Diri mu tlah merasuk dalam detik-detik Hidup ku. Temani mimpi lelap tidur ku, Thema lamunan ku esok hari.
Kerapuhan Jiwa ku yang selalu hadirkan Manja mu. Namun diri Mu yang torehkan Tangis resahnya Jiwa ku. Rasa takut yang teramat dalam akan sebuah Kehilangan.. Galaukan kebingungan Rasa oleh besarnya sebuah Rasa. Duhai Adik.. Adakah sebilik ruang dalam ketentraman Jiwa mu ? Agar bisa slalu Ia tangisi keRinduan akan keManjaan mu. Izinkanlah Jiwa lusuh ini bersandar terlelap dan beristirahat. Walau tempat itu…. Pada bagian sudut Hati yang tak pernah Adik pedulikan..
Sebuah rindu yang terLaLu.. dan Bayang Mu tlah usik segalanya.. Hias tulus Manja Mu Galaukan Gundah Jiwa. Waktu berlalu menuai asa, beriring semuanya meLena.. Oh adik Manjaan hati.. Adakah semua ini kan tetap abadi..? Mengapa Bayangr Mu hadir saat Ku Jatuh.. Jika semua bebani Rindu Ku bertambah Lusuh.. Mengapa Rindu terus mengHujam.. Siksa Jiwa Ku menuju kedalaman Kelam.. Mengapa tersiksa Jiwa sekarat.. Sedangkan Rindu tak jua pulih dan Berkarat.. Hidup terAsing separuh Jiwa.. Terpisah dalam dua dunia.. (Merana..) Jiwa yang sakit rapuh terluka.. Bersama Rindu yang pernah ada.. (Kecewa..) Sekarat Jiwa Sang Pendamba.. Teramat Lelah hening terLelap.. (MeMucat..)
Duhai.. Ada yang telah salah dengan Guncangan Rindu ini.. Atau Sang Jiwa yang tak pernah siap untuk bisa sedikit Mengerti.. Wahai Sang Rindu.. Jiwa ini telah luruh merapuh jauh terSiksa.. Mengapa begitu dalam menghujam Rindu yang pernah ada kau tanamkan.. Menggores lagi keResahan pada sebuah tanya.. Bagi Jiwa yang tak akan pernah bisa mengerti.. Wahai.. Sang Pemilik Cinta.. Untuk Siapakah Rindu ini Pantas Tercipta? Dan Pada Paruhan Jiwa Manakah ? Goncangan Rindu ini, Sama (dalam) menghujam Kau Tanamkan..
***
Duhai.. GeLisah Rindu ini.. Mengapa harus terCipta untuk Diri yang terCinta..
Sedangkan Rasa yang tengah Ada.. Tak akan pernah tahu pada Siapa dia hendak MeMuja..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H