Mohon tunggu...
Myrna Vergiana
Myrna Vergiana Mohon Tunggu... Administrasi - Tangerang, Banten

Fun Fearless Female who loves travelling, listening music, dancing n reading magazine. Having Economic/Accounting background and currently working for European Union Humanitarian Aid Dept consider that writing is a passion even not doing it very often. It is the way you can express the feeling,what you have in mind and at the end to share....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Welcome back America!.. Pilpres AS Rasa Indonesia

9 November 2020   12:00 Diperbarui: 9 November 2020   19:02 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mata dunia tertuju pada pesta demokrasi negara adidaya yang prosesnya kali ini terbilang cukup sengit dengan tingkat partisipasi pemilih yang luar biasa dan dianggap terbesar dalam sejarah pesta demokrasi Amerika. 

Hal ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat pada kondisi saat ini terlebih dikala pandemi yang mengakibatkan keterpurukan ekonomi tak terkecuali bagi negara adidaya sekalipun akibat ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan pandemi. 

Hal ini dibuktikan dengan total kasus yang mencapai 10 juta (status per 7 Nov lalu) dengan angka kematian yang fantastis menembus 242 ribu jiwa. Fakta ini menempatkan Amerika pada posisi teratas sebagai negara dengan kasus dan jumlah kematian tertinggi di dunia.

Pemerintah saat ini yang dianggap kurang serius dalam menangani pandemi, disebut-sebut sebagai biang keladi keterpurukan ini. Presiden Trump tidak menganggap musuh biologis alias virus Corona ini sebagai ancaman yang nyata, tak heran hal ini tentunya memperburuk situasi. 

Termasuk saat tiba-tiba orang nomor satu di Amerika ini terpapar virus tersebut. Sebagian masyarakat Amerika saat diwawancara merasa tidak kaget dengan berita tersebut lantaran Trump kerapkali muncul di hadapan publik tanpa menerapkan standar protokol kesehatan.

 Sebaliknya, Joe Biden, mantan senator dan wakil Presiden Obama periode 2009-2017 ini tampil dengan bersahaja di hadapan publik lengkap dengan atribut protokol kesehatan, begitu pula para pendukung nya. 

Seorang leader yang baik pastinya memiliki karakter persuasif yang memberikan pengaruh positif bagi para pendukungnya, dan hal ini tercermin pada diri Biden. 

Terlihat dua hal yang sangat kontradiktif antara Biden vs Trump berkenaan dengan karakter mereka. Yang satu bak api yg menyala-nyala, yang lainnya tenang bak air yang mengalir meski tetap tegas saat melakukan debat pilpres. 

‘Character and value matter in this campaign’  begitu cuplikan komentar salah satu pengamat politik disalah satu stasiun TV saat perhitungan suara berakhir, yang langsung ditimpali lainnya ..and it’s time for Democrate.

Kini, dunia menyambut baik hadirnya seorang presiden yang menyatukan warga Amerika, mengajak masyarakat meluluhkan kebencian dan membuat Amerika bangkit lagi ‘make America great again ‘ jargon yang selalu didengungkan sang petahana yang tidak mampu menerima kekalahan. 

Berbagai papan bertulis berbagai sindiran seperti someone is losing his job, Trump go away dan sebagainya yang merupakan ekspresi kebahagiaan para pendukung Biden sekaligus ungkapan kebencian terhadap sang petahana.

Kemenangan dengan 284 electoral votes yang diraih pasangan Biden-Harris bukanlah sebuah jalan mulus. Masing-masing kubu mengirimkan tim khusus untuk memantau perhitungan suara terutama di negara-negara bagian tertentu untuk memastikan tidak terjadi kecurangan. 

Georgia harus melakukan hitung ulang akibat selisih yang begitu tipis antara perolehan Biden vs Trump menyusul negara bagian ini dikenal sebagai kantong suara partai Republik. 

Nevada dianggap lambat dalam melalukan perhitungan suara, namun walikota daerah tersebut menegaskan akurasi jauh lebih penting dari sekedar kecepatan.

Aturan yang berbeda di masing-masing negara bagian dalam proses perhitungan suara membuat proses pengumpulan suara agak tersendat, contohnya di Pennsilvania yang menjadi negara bagian penentu kemenangan Biden. 

Aturan yg mengharuskan perhitungan suara hanya dapat dilakukan setelah pos pemilihan tutup termasuk suara utk early vote (dikirim melalui pos) membuat tim pemungutan suara sempat kewalahan dibuatnya.

Disisi lain ada anggapan yang mengatakan jika menang di negara-negara bagian yang dikenal sebagai battle ground seperti di Texas, Florida, Wisconsin dan sebagainya bisa dipastikan capres tersebut akan memenangkan pemilu.

Meski Biden-Harris telah dibanjiri ucapan selamat dari para pemimpin negara-negara di dunia, namun kubu yang berseberangan menampakkan ketidakpuasan atas hasil pilpres. 

Gugatan akan dilayangkan terutama untuk proses pemilihan via pos yang di claim sebagai kambing hitam kecurangan . 'It’s time for Democrate and they (Trump’s supporters) should be aware of what happened'  demikian tanggapan seorang pengamat politik atas ketidakpuasan kubu Trump. 

Para politisi dalam kontestasi politiknya acapkali mengclaim dirinya sebagai 'the chosen one’ timpal pengamat lainnya. Lucunya dengan tiba-tiba saya teringat akan pesta demokrasi di negeri sendiri pada 2019 lalu. 

Tidak kah kita mengalami hal yang kurang lebih sama ?  tatkala salah satu calon tidak bisa menerima kemenangan telak dari presiden petahana yang menjabat sampai saat ini. 

Atau mungkin kita masih familiar dengan olok-olok negara 'kertanegara' ? kini hal yang sama terjadi di negara nun jauh disana. Perhitungan suara belum berakhir namun presiden petahana telah mengclaim kemenangan dengan mengatakan ‘ we’re ready for big celebration’ kalau bahasa sekarang mungkin bisa dikatakan halu kali ya. 

Demonstrasi terjadi terutama di daerah yang dianggap kantung-kantung pemilih partai republik. Sebagai ungkapan ketidakpuasan terhadap hasil pilpres. Kalau begini, jadi teringat suasana kental Indonesia. Memang benar kata pepatah, ataupun mungkin iklan pedagang furniture yang mengatakan kalau sudah duduk..lupa berdiri !.

Dalam sebuah pertarungan politik, ada pihak yang menang dan pastinya ada pihak yang kalah alias kurang beruntung. Alih-alih memberikan selamat pada pasangan terpilih, moment yang seharusnya dapat memberbaiki citra Trump atau paling tidak para pendukung ataupun partai pengusungnya, sang petahana justru asik menghabiskan waktu bermain golf. Benar-benar karakter pemimpin yang sulit dimengerti. 

Pertanyaan nya apakah rakyat Amerika yang highly educated akan membiarkan pemimpin seperti ini kembali leluasa memimpin ? ..kali ini rasanya tidak. Bahkan terpilihnya Trump saat pilpres 4 thn lalu mungkin sebuah mimpi buruk bagi Amerika. 

Kamala Harris dalam pidato kemenangannya mengatakan 'democracy is not a state, it is an act, the US democracy is not guaranteed, it is strong as our willingness to fight for it, to guard it, never take it for granted. Protecting democracy takes struggle, sacrifice but there is a joy in it’. Beliau juga mengatakan 'black people is the backbone of US democracy. This is the country with possibility and the moment like this is possible.'.Tak kalah menarik, ia mengatakan bahwa ia sebagai wanita kulit hitam pertama yang menjabat sebagai wakil presiden, namun beliau mengatakan ' I would not be the last..' .Dari pernyataannya terlihat betapa ia menjunjung tinggi demokrasi dan kesetaraan gender/ras.

Biden yang berlari diatas panggung saat kemunculan disambut riuh pendukungnya. The man of sympathy, the man of the moment. Pria berusia 77 tahun ini merupakan presiden Amerika tertua.

 The road ahead will not be easy ..begitu banyak PR yang menunggu pasangan terpilih ini dari mulai soal meluruskan kebijakan kontroversi yang dibuat pada era Trump, penanganan Covid, issue climate change menyusul economic recovery bagi pihak-pihak yang paling terdampak. 

Tidak berlebihan rasanya jika kita membandingkan dengan apa yang telah dilakukan Indonesia selama hampir 8 bulan pandemi ini berlangsung, segudang paket stimulus yang mengisi hampir semua lapisan masyarakat terdampak telah diluncurkan.

Negara adidaya dengan kasus terbanyak pun saat ini belum memiliki strategi yang pas dalam penanganan pandemi. Tak heran, kalau presiden petahana akhirnya harus didepak karena tidak ada kebijakan yang dianggap pamungkas untuk melindungi rakyat Amerika dari kondisi pandemi. 

Dan issue inilah sebenarnya salah satu strategi yang diangkat kubu Biden-Harris untuk meng kick kubu petahana. Dan kita semua bisa melihat, bidikan mereka menyasar dengan sangat sempurna. 

Meski untuk kedua kubu masih belum merubah pandangan politiknya terhadap China. Namun ketegangan mungkin akan berkurang jika Biden menjadi presiden terpilih.

Bagi para analis politik dan ekonomi mengatakan tidak membawa pengaruh yang signifikan bagi Indonesia baik Biden ataupun Trump yang kembali terpilih sebagai presiden, karena Indonesia-Amerika telah memiliki kesepakatan bilateral yang telah dibangun sebelumnya. 

Namun mungkin pendekatan nya yang agak berbeda. Biden yang lebih condong memiliki multilateral approach sedangkan Trump lebih ke head to head alias mengedepankan hubungan bilateral. 

Namun, siapapun presiden nya, Indonesia tetap menjadi mitra seksi yang didamba menyusul kondisi geografis, politis serta potensi pasar yang dimiliki Indonesia, terlebih Perang dagang America-Tiongkok diharapkan dapat memberikan peluang investasi bagi Indonesia, so..Congratulations and Welcome back America ! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun