Mohon tunggu...
Myra
Myra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

PGSD UNNES

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sastra Anak Senjata Membentuk Generasi Toleran di Sekolah Dasar

2 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 2 Desember 2024   11:23 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda berpikir, mengapa beberapa anak dapat bergaul dengan baik meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda? Lalu, mengapa ada anak yang lainnya mengalami kesulitan untuk menerima perbedaan? Dalam hal ini, toleransi merupakan kunci utama dalam menciptakan masyarakat yang harmonis, untuk itu menanamkan nilai ini sejak usia dini sangatlah penting. 

Salah satu alat yang efektif untuk mengajarkan nilai toleransi sejak usia dini adalah sastra anak. Melalui berbagai genre dan kisah menarik serta penuh makna, sastra anak ini tidak hanya menghibur tetapi juga mengajarkan pelajaran hidup yang berharga.

Memahami Sastra Anak dan Toleransi

Sastra anak merupakan karya sastra dengan bahasa dan penulisan yang mampu dipahami oleh anak-anak, artinya sastra ini memang dikhususkan atau ditujukan untuk anak-anak. Sastra anak memiliki 6 genre yaitu realisme, fiksi formula, fantasi, satra tradisional, puisi, dan nonfiksi. 

Berdasarkan genre sastra anak tersebut, sastra anak memiliki karakteristik yang berbeda dari sastra untuk orang dewasa, seperti penggunaan bahasa yang sederhana, tema yang sesuai dengan dunia anak, serta ilustrasi yang menarik untuk anak-anak. 

Tujuan penulisan sastra anak tidak hanya untuk menghibur saja, tetapi juga untuk mendidik dan membentuk karakter anak. Melalui cerita-cerita ini, anak-anak dapat mempelajari nilai-nilai moral, sosial, dan budaya yang penting dalam kehidupan mereka.

Salah satu nilai penting yang sering disampaikan dalam sastra anak adalah nilai toleransi, yaitu sifat atau sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan yang ada di masyarakat. Toleransi mencakup penerimaan terhadap keragaman agama, budaya, ras, dan pandangan hidup. Toleransi memiliki peran penting dalam menciptakan harmoni dan mengurangi konflik dalam masyarakat yang beragam. 

Dengan menanamkan nilai toleransi sejak dini di sekolah dasar, anak-anak diajarkan untuk hidup berdampingan secara damai meskipun terdapat berbagai perbedaan.

Cerita dalam sastra anak sering kali mencerminkan nilai-nilai toleransi melalui karakter dan alur cerita yang menggambarkan interaksi antara individu dengan latar belakang berbeda. Misalnya, tema persahabatan antara karakter dari budaya atau agama yang berbeda dapat membantu anak-anak memahami pentingnya menghargai perbedaan. 

Pembacaan sastra anak yang mengandung elemen toleransi dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap keragaman serta memperkuat sikap positif terhadap perbedaan. Dengan demikian, sastra anak berperan sebagai media edukasi yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai toleransi.

Mengidentifikasi Nilai Toleransi dalam Sastra Anak

Sastra anak memainkan peran yang krusial dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai moral pada generasi muda, termasuk nilai toleransi yang sudah kita bahas di atas. Untuk membantu anak, orang tua anak dan guru di sekolah dasar berperan penting untuk mengajarkan anaknya dalam mengenali nilai toleransi, salah satunya melalui cerita anak dengan beberapa langkah sederhana.

  • Pertama, anak diminta untuk membaca cerita dengan cermat lalu minta anak untuk mencatat karakter yang menunjukkan sikap saling menghargai, memahami perbedaan, atau berempati.
  • Kedua, orang tua atau guru dapat mengajukan pertanyaan yang reflektif  kepada anak, seperti “Apa yang kamu pelajari tentang menghargai teman yang berbeda pada cerita tersebut?” atau “Bagaimana cara karakter menyelesaikan konflik secara baik?”.
  • Ketiga, diskusikan tentang situasi dalam cerita untuk mengaitkan nilai toleransi dengan pengalaman sehari-hari anak.

Sebagai contoh, buku anak yang berjudul “Kitu, Kucing Kecil Bersuara Ganjil” karya Sekar Sosronegoro yang diterbitkan oleh Buah Hati. Buku ini menceritakan tentang kucing kecil bernama Kitu yang baru saja pindah ke rumah baru dan berpisah dengan keluarganya. Setiba di rumah baru, Kitu menjelajahi lingkungan rumah barunya, ia melihat kucing-kucing lain yang sedang bermain dan ia ingin untuk ikut bermain. 

Namun, Kitu ragu karena dirinya tampak begitu berbeda dari kucing-kucing yang sedang bermain. Sehingga, Kitu berusaha untuk menyamakan dirinya dengan kucing-kucing lain, namun kucing-kucing tersebut menjelaskan bahwa setiap kucing memiliki keunikan masing-masing yang dapat membedakan mereka. 

Amanat dari cerita ini adalah pentingnya saling menghargai dan menghormati perbedaan untuk menjaga kerharmonisan. Dengan menganalisis cerita seperti ini, orang tua dan guru dapat membantu anak dala memahami nilai-nilai toleransi secara sederhana dan menyenangkan. Dengan kegiatan ini pula, anak-anak diajak untuk menerapkan sikap positif dalam masyarkat yang sangat beragam.

Manfaat Sastra Anak untuk Menumbuhkan Toleransi

Sastra anak memiliki peran yang signifikan atau dapat disebut sebagai senjata dalam membentuk generasi yang toleran di tingkat sekolah dasar, khususnya melalui perkembangan kognitif sosial-emosional, dan perubahan perilaku. Dari sisi kognitif, sastra anak dapat memperkuat kemampuan berpikir kritis, empati, dan imajinasi.

 Ketika membaca atau mendengarkan cerita, anak diajak untuk merenungkan berbagai situasi dan tokoh, sehingga memotivasi mereka untuk menganalisis tindakan serta keputusan karakter dalam cerita. Proses ini tidak hanya merangsang daya imajinasi anak tetapi juga dapat mengasah kemampuan berpikir kritis anak, terutama ketika anak mencoba memahami alasan dan dampak dari tindakan karakter pada cerita yang dibaca atau didengarkan.

Selanjutnya, dalam aspek sosial-emosional, sastra anak membantu anak dalam mengenali perasaan orang lain dan membangun hubungan yang positif. Cerita yang mengangkat tema emosi dan konflik dapat memberi pulang bagi anak untuk belajar berempati terhadap pengalaman tokoh dalam cerita serta memahami cara yang baik untuk mengatasi konflik. 

Misalnya, ketika anak membaca karakter yang menghadapi tantangan, mereka dapat merasakan emosi yang sama, seperti kesedihan ataupun kesenangan, yang secara tidak langsung melatih keterampilan sosial mereka dalam berinteraksi dengan teman maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Selain itu, nilai toleransi yang dipelajari anak dapat mempengaruhi perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Cerita yang mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan dan bekerja sama memberikan teladan yang konkret tentang sikap toleran. 

Dengan demikian, anak tidak hanya memahami konsep toleransi secara  teori saja tetapi juga mulai menerapkannya pada kehidupan sehari-hari serta menciptakan suasana sekolah yang inklusif dan harmonis.

Tantangan dan Solusi dalam Menerapkan Sastra Anak untuk Mengajarkan Toleransi

Terdapat beberapa tantangan dalam penggunaan sastra anak sebagai sarana untuk menanamkan nilai toleransi di sekolah dasar. Salah satunya adalah rendahnya minat baca di kalangan anak-anak. Pada era sekarang ini teknologi semakin canggih, bahkan sudah banyak ditemukan anak -anak di tingkat sekolah dasar yang sudah memiliki handphone. 

Dengan teknologi yang super canggih sekarang ini, banyak anak-anak yang lebih tertarik pada media digital seperti permainan video game atau aplikasi online dibandingkan dengan buku cetak. Selain itu, keberagaman latar belakang budaya siswa sering kali menjadi tantangan tersendiri. 

Siswa dari latar belakang budaya tertentu mungkin kesulitan memahami atau menghubungkan diri dengan cerita yang menggambarkan budaya yang berbeda, sehingga proses pembelajaran nilai-nilai toleransi bisa terhambat.

Namun, terdapat pula berbagai solusi yang dapat dilakukan oleh guru untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Pertama, guru dapat membuat kegiatan membaca yang lebih interaktif dan menyenangkan yang dapat meningkatkan antusiasme anak terhadap sastra. 

Misalnya, guru dapat melakukan pameran buku cerita anak yang interakftif dalam berbagai bentuk, mengadakan diskusi kelompok yang memungkinkan siswa berbagi pandangan tentang cerita, mengajak mereka bermain peran untuk menjiwai karakter dalam cerita, atau melibatkan aktivitas kreatif seperti menggambar ilustrasi cerita atau membuat puisi pendek tentang tema toleransi.

Dalam hal ini, peran orang tua juga sangat penting dalam memperkuat pembelajaran ketika di rumah. Guru dapat menghimbau orang tua untuk membaca buku bersama anak, berdiskusi tentang pesan moral yang berkaitan dengan sastra dan toleransi. 

Dengan pendekatan terpadu yang melibatkan siswa, guru, dan orang tua, sastra anak dapat menjadi alat yang efektif untuk membentuk generasi muda yang toleran, menghargai keragaman, dan siap hidup dalam masyarakat yang inklusif.

Penutup

Artikel ini telah menguraikan peran penting sastra anak sebagai alat untuk membentuk generasi yang toleran di sekolah dasar. Sastra anak bukan sekadar hiburan, tetapi juga media edukasi yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, empati, dan penghargaan terhadap keberagaman. Melalui cerita-cerita yang mencerminkan keragaman budaya, karakter yang berbeda, serta penyelesaian konflik secara damai, anak-anak dapat belajar menghargai perbedaan dan membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain.

Penulis mengajak para orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk lebih proaktif dalam memilih dan menyediakan sastra anak berkualitas. Pilihlah buku-buku dan kegiatan yang tidak hanya menarik, tetapi juga sarat dengan pesan moral dan nilai-nilai toleransi. 

Dengan memberikan akses kepada anak-anak terhadap bacaan yang mendidik, kita dapat membantu mereka berkembang menjadi individu yang peduli terhadap keberagaman dan siap menghadapi tantangan di dunia yang terus berubah.

Menanamkan nilai toleransi sejak dini adalah langkah berharga untuk masa depan. Dengan harapan bahwa generasi mendatang akan menjadi individu yang lebih terbuka dan saling menghormati, mari kita bersama-sama berkontribusi menciptakan lingkungan yang inklusif melalui sastra anak. Langkah kecil yang kita ambil hari ini dapat membawa perubahan besar bagi masyarakat di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

Azzahra, A., & Devianty, R. (2024). Peran Sastra Anak dalam Meningkatkan Budaya Literasi Membaca. BLAZE: Jurnal Bahasa dan Sastra dalam Pendidikan Linguistik dan Pengembangan, 2(2).

Hidayat, F., Marisa, C., & Hilaliyah, H. (2023). Internalisasi Profil Pelajar Pancasila untuk Sekolah Dasar melalui Pendekatan Sastra Anak. Prosiding Konferensi Berbahasa Indonesia Universitas Indraprasta PGRI, 18–28. https://doi.org/10.30998/kibar.27-10-2022.6294

Nurhayati, D. A. (2023). Toleransi Budaya Dalam Masyarakat Multikultur (Studi Kasus Peran Masyarakat Dalam Menoleransi Pendatang di Kota Serang). Prosiding Seminar Nasional Komunikasi, Administrasi Negara dan Hukum, 1(1), 95–102. https://doi.org/10.30656/senaskah.v1i1.187

Rahmadani, E., & Makassar, K. (2024). Literature Study Of Children ’ s Literature As Learning In.

Yuliani, & Leny, O. (2022). Peran Sastra Anak dalam Pendidikan Multikultural.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun