Mohon tunggu...
Myra
Myra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

PGSD UNNES

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sastra Anak Senjata Membentuk Generasi Toleran di Sekolah Dasar

2 Desember 2024   10:30 Diperbarui: 2 Desember 2024   11:23 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sastra anak memainkan peran yang krusial dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai moral pada generasi muda, termasuk nilai toleransi yang sudah kita bahas di atas. Untuk membantu anak, orang tua anak dan guru di sekolah dasar berperan penting untuk mengajarkan anaknya dalam mengenali nilai toleransi, salah satunya melalui cerita anak dengan beberapa langkah sederhana.

  • Pertama, anak diminta untuk membaca cerita dengan cermat lalu minta anak untuk mencatat karakter yang menunjukkan sikap saling menghargai, memahami perbedaan, atau berempati.
  • Kedua, orang tua atau guru dapat mengajukan pertanyaan yang reflektif  kepada anak, seperti “Apa yang kamu pelajari tentang menghargai teman yang berbeda pada cerita tersebut?” atau “Bagaimana cara karakter menyelesaikan konflik secara baik?”.
  • Ketiga, diskusikan tentang situasi dalam cerita untuk mengaitkan nilai toleransi dengan pengalaman sehari-hari anak.

Sebagai contoh, buku anak yang berjudul “Kitu, Kucing Kecil Bersuara Ganjil” karya Sekar Sosronegoro yang diterbitkan oleh Buah Hati. Buku ini menceritakan tentang kucing kecil bernama Kitu yang baru saja pindah ke rumah baru dan berpisah dengan keluarganya. Setiba di rumah baru, Kitu menjelajahi lingkungan rumah barunya, ia melihat kucing-kucing lain yang sedang bermain dan ia ingin untuk ikut bermain. 

Namun, Kitu ragu karena dirinya tampak begitu berbeda dari kucing-kucing yang sedang bermain. Sehingga, Kitu berusaha untuk menyamakan dirinya dengan kucing-kucing lain, namun kucing-kucing tersebut menjelaskan bahwa setiap kucing memiliki keunikan masing-masing yang dapat membedakan mereka. 

Amanat dari cerita ini adalah pentingnya saling menghargai dan menghormati perbedaan untuk menjaga kerharmonisan. Dengan menganalisis cerita seperti ini, orang tua dan guru dapat membantu anak dala memahami nilai-nilai toleransi secara sederhana dan menyenangkan. Dengan kegiatan ini pula, anak-anak diajak untuk menerapkan sikap positif dalam masyarkat yang sangat beragam.

Manfaat Sastra Anak untuk Menumbuhkan Toleransi

Sastra anak memiliki peran yang signifikan atau dapat disebut sebagai senjata dalam membentuk generasi yang toleran di tingkat sekolah dasar, khususnya melalui perkembangan kognitif sosial-emosional, dan perubahan perilaku. Dari sisi kognitif, sastra anak dapat memperkuat kemampuan berpikir kritis, empati, dan imajinasi.

 Ketika membaca atau mendengarkan cerita, anak diajak untuk merenungkan berbagai situasi dan tokoh, sehingga memotivasi mereka untuk menganalisis tindakan serta keputusan karakter dalam cerita. Proses ini tidak hanya merangsang daya imajinasi anak tetapi juga dapat mengasah kemampuan berpikir kritis anak, terutama ketika anak mencoba memahami alasan dan dampak dari tindakan karakter pada cerita yang dibaca atau didengarkan.

Selanjutnya, dalam aspek sosial-emosional, sastra anak membantu anak dalam mengenali perasaan orang lain dan membangun hubungan yang positif. Cerita yang mengangkat tema emosi dan konflik dapat memberi pulang bagi anak untuk belajar berempati terhadap pengalaman tokoh dalam cerita serta memahami cara yang baik untuk mengatasi konflik. 

Misalnya, ketika anak membaca karakter yang menghadapi tantangan, mereka dapat merasakan emosi yang sama, seperti kesedihan ataupun kesenangan, yang secara tidak langsung melatih keterampilan sosial mereka dalam berinteraksi dengan teman maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Selain itu, nilai toleransi yang dipelajari anak dapat mempengaruhi perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Cerita yang mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan dan bekerja sama memberikan teladan yang konkret tentang sikap toleran. 

Dengan demikian, anak tidak hanya memahami konsep toleransi secara  teori saja tetapi juga mulai menerapkannya pada kehidupan sehari-hari serta menciptakan suasana sekolah yang inklusif dan harmonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun