2 : Dia bernama Rein
Sabtu, 14 Juni 2024. Aku tiba di salah satu cafe yang ada di daerah Pondok Kelapa. Kulirik jarum jam yang ada di pergelangan tanganku, sudah pukul 12.00 siang. Bergegas aku mencari sudut tempat duduk yang ku anggap nyaman untuk bekerja.
" Siang kak, mau pesan apa ? " seorang barista menegurku dengan sopan, berdiri di balik meja bar baristanya. Ia tersenyum manis kepadaku, setelah aku berjalan menghampirinya.
" Americano nya satu, yang ice ya. Sama fried cassava nya satu " ucapku sambil membolak-balikan melihat deretan menu yang ada di menu book.
" Ada lagi tambahannya kak ? " ucap mas barista sambil menginput orderanku di aplikasi kasirnya.
" Enggak, itu aja. Oh ya mas, di lantai atas sepi gak ya ? "
" Ada pengunjung kayanya kak, satu orang. Udah lumayan lama juga sih di lantai dua, atau kalau kakak mau agak tenang, bisa kok di lantai tiga. Tapi rooftop, siang gini agak panas sih kak, kalau di rooftop ... "
" Oh yasudah, gak apa. Saya di lantai dua aja. Makasih ya mas ... " ucapku setelah membayar pesananku, dengan scan barcode. Mas barista tersenyum mengangguk.
" Nanti saya antarkan pesananya ya kak ... "
" Oke .... "
Aku menebarkan pandanganku ke segala arah, mencari sudut ternyaman untuk bekerja di cafe ini. Mana, katanya ada pengunjung lain ? Kok gak kelihatan ya ? Ah, ya sudahlah, disitu aja. Pikirku sambil duduk di salah satu sofa empuk yang dekat dengan cermin besar. Sekitar tiga cermin besar memanjang di belakang sofa empuk yang hendak ku duduki. Ketika aku sudah menaruh tas ranselku di meja. Aku terkesiap kaget, menyadari seseorang berdiri tepat di belakangku. Dari cermin ku lihat, tubuhnya tinggi sekitar 170 cm, dengan tubuh yang kurus, dan rambut panjang menjuntai, disisakan kunciran di tengah rambutnya. Aku memutar tubuhku.