Mohon tunggu...
Rr.Isyamirahim
Rr.Isyamirahim Mohon Tunggu... Penulis - Guru sejak 2011 Penulis sejak 2022

Guru sejak 2011 Penulis sejak 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Berhenti di Persimpangan Jalan

18 Juli 2023   08:58 Diperbarui: 18 Juli 2023   08:59 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber dari pexels.com/James Wheeler 

Aku melirik jarum jam yang ada di atas meja kerjaku, tertegun mengetahui bahwa sekarang sudah pukul 00.00 dini hari. Sama seperti biasanya, aku memang tak pernah sadar jika sudah asik bekerja di depan layar laptopku. Sedari pukul sembilan malam aku sudah sibuk memuntahkan semua ide yang ada di kepalaku, ke dalam beberapa tulisan yang sudah ku hasilkan selama tiga jam ini.

Sambil merenggangkan otot-otot tangan dan punggung, aku menekan tombol switch off yang ada di ujung kanan laptopku, kemudian menutup layar laptop. Berjalan dengan langkah pelan menuju kasurku, bersiap-siap untuk menuruti rasa kantukku yang sudah mulai meraung-raung, aku butuh tidur. Energiku sudah terserap habis bersamaan dengan ide yang sudah ku muntahkan hari ini. Namun, di kasur itu, tentu saja tidak hanya aku sendiri yang menempati. Seorang laki-laki muda, yang usianya sepuluh tahun lebih muda dariku sudah terlelap di ujung sebelah kanan kasurku.

Aku memandangnya dalam diam, wajahnya yang seputih susu itu nampak seperti malaikat, bibir mungilnya selalu membentuk garis lengkungan menarik saat ia berbicara denganku, tubuhnya yang tinggi menjulang selalu berhasil menghalangi langkahku untuk pergi meninggalkannya, suaranya yang selalu membuat candu. Ah, aku rindu. Kenapa ku abaikan manusia setengah malaikat ini, untuk menatap layar monitor selama tiga jam tadi ? Harusnya ku layani ia sepenuh hati ketika ia pulang kerja tadi, mengambilkan nasi dan lauk pauk untuk mengenyangkan perutnya, lalu mendengarkan ia berceloteh panjang lebar sepanjang ia menikmati masakanku hari ini, harusnya ku turuti permintaanya, saat ia ingin sekali dengan suara manjanya, minta dipijatkan karena lelah yang ia rasa saat mencari nafkah seharian tadi. Tetapi aku lebih sibuk dengan diriku sendiri, menenggelamkan diriku di layar monitor, demi melahirkan karya-karya terbaruku, memuaskan egoku demi namaku terpajang di beberapa situs media online dan cetak, tentu saja juga dapat membuat dompetku lebih gemuk, karena karya-karyaku diterbitkan.

Aku mendekati kasurku dengan langkah perlahan, berharap ia tak menyadari bahwa aku baru saja berbaring di sampingnya. Sedari jam sembilan sebenarnya ia bersikukuh ingin duduk di sampingku, menemaniku sampai aku selesai menulis. Tetapi entah karena aku tak tega melihatnya melawan rasa kantuknya, atau memang sudah merasa bosan dengan kehadirannya, aku mengusirnya dengan halus selesai ia menaruh secangkir kopi panas di samping laptopku. Ia suami yang baik, dan juga sangat pengertian. Padahal usianya sepuluh tahun lebih muda dariku, sifat kami seperti tertukar. Ia sangat dewasa dan pengertian, sedangkan aku sangat kekanak-kanakan dan egois.

Aku sendiri tak mengerti, kenapa pernikahan yang ku rajut bersamanya selama lima tahun ini membuatku makin terasa hambar. Aku tidak merasakan getaran-getaran itu lagi, mungkin karena aku sudah berhasil mendapatkan hatinya, berhasil merebutnya dari kekasihnya dulu, berhasil menjadikannya raja di rumahku. Entahlah, aku merasa semua hal yang ku perjuangkan dulu, untuk mengambil hatinya, kini terasa sudah tak berarti. Hambar. Rasanya aku ingin sekali berhenti di persimpangan jalan, lalu kemudian mengambil jalan lain agar ia tak dapat menemukanku.

Braakkk!!! Tiba-tiba sebuah suara mengejutkanku, aku terkesiap kaget melihat siapa yang ada di hadapanku, seorang wanita dengan tubuh tinggi bagaikan supermodel sudah berdiri di hadapanku. Aku mengerutkan kening, menebarkan pandangan ke segala arah. Kenapa aku ada di sini ?.

" Maaf ya mbak, saya gak sengaja nabrak kamu ... abis kamu juga diem aja sih di tengah jalan, udah gitu sambil ngeliatin cowok saya sampai segitunya lagi ! " ketus wanita muda itu lagi, menatapku dengan pandangan menyudutkan. Aku menahan muka malu, buru-buru meminta maaf, membungkuk mengambil beberapa novel yang terjatuh di lantai. Kemudian segera undur diri dari hadapan wanita muda yang sangat cantik itu. Aku berhenti sampai di sini, berjalan ke arah lain, bergegas keluar dari ruang perpustakaan itu. Bisa-bisanya aku melantur tak karuan di siang bolong seperti ini, sementara beberapa mahasiswa di perpustakaan itu terdengar cekikikan melihat gelagatku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun