Semakin dekat dengan kehadiran bulan ramadan, ada banyak kegiatan yang di rindukkan setiap ramadan. Sedikit flashback ke zaman Saya sewaktu kecil dahulu.Â
Almarhumah Nenek, selalu semangat menyambut ramadan, biasanya nenek akan memanen ikan di kolam, memotong ayam kampung, serta memasak makanan spesial dalam jumlah yang banyak.Â
Setelah semua masakan matang, maka Saya dan adik akan di tugaskan mengantar makanan di rantang-rantang. Makanan tersebut di kirim ke sanak-saudara. Jarak yang kami tempuh lumayan jauh, maklum Sukabumi dari satu rumah ke rumah yang lain memang berjarak cukup jauh dan kami pada saat itu hanya berjalan kaki saja.Â
Setelah sampai di kediaman rumah sanak-saudara, mereka akan memindahkan isi rantang kemudian mencuci setelah itu akan di isi dengan lauk-pauk yang mereka buat. Setelah itu kami pulang dengan rantang berisi.Â
Sudah menjadi tradisi dari tahun ke tahun, selain sebelum kehadiran bulan ramadan biasanya H-1 menjelang lebaran, kami akan mengantar masakan di rantang juga biasanya ada kue-kue kering dan pulang akan terisi penuh.Â
Menjadi sebuah kebiasaan dan budaya, ketika kita mengantar makanan, maka wadahnya tidak akan pernah kembali secara kosong. Alias selalu terisi apapun isi nya.Â
Jadi saat Saya dewasa dan menikah, kami tinggal di Kota Jakarta. Jika ada tetangga atau anak kost yang memberi kami makanan, pasti akan Saya usahakan terisi piringnya saat Saya kembalikan. Rupanya di Kota besar tradisi tersebut tidak berlaku, mereka malah heran saat Saya isi piringnya.Â
Setiap tempat memang punya adat dan kebiasaan yang berbeda. Hal yang wajar, ramadan memang teramat spesial bagi kita umat muslim. Bulan yang di nanti-nanti kehadirannya.Â
Pandemi tahun lalu dan tahun ini, membuat ramadan agak berbeda. Namun tidak surut semangat untuk beribadah secara maksimal. Justru agenda buka puasa bersama di restoran auto hilang dari list.
Sejujurnya, Saya kurang nyaman untuk mengikuti jadwal bukber di luar rumah. Restoran ataupun di tempat-tempat makan, karena solat magrib waktunya sangat pendek. Sedangkan di resto musola akan antri, tidak khusyu serta terasa kurang optimal dalam ibadah. Kecuali jika bukber di rumah salah satu teman atau sahabat. Bukber di rumah lebih kondusif dan tenang dalam menjalankan ibadah solat magrib.Â
Tahun kemarin, buka puasa full di rumah. Rasanya lebih nikmat dan intim. Buka bareng sama keluarga, lebih asik dan membahagiakan. Menu buka alakadarnya pun tetap membuat nikmat.Â
Bukan berarti Saya tidak suka makan di luar ya, jajan-jajan di luar sesekali nikmat kok, misalnya pulang tarawih ingin makan bakso atau camilan kita akan pergi keluar untuk jajan.Â
Apalagi saat Saya dan kedua adik masih kecil, setiap hari uang jajan kami akan di tabung kedalam celengan. Kami buka celengannya pada saat malam takbiran, Saya dan kedua adik pasti akan jajan. Karena dulu ekonomi kami terbilang agak sulit, maka di malam takbiran biasanya Saya membeli buah apel dan anggur. Bagi Saya dulu buah Apel dan anggur merupakan buah yang cukup mahal dan jarang kami bisa memakannya.Â
Selebihnya uang sisa tabungan, kami masukkan kedalam dompet masing-masing. Bisa saja pas hari lebaran kami membeli eskrim ke mall atau jajan makanan yang jarang kami makan di hari biasa.Â
Semenjak nenek meninggal, kami hanya mudik ke Kota kelahiran Ibu dua tahun sekali. Kadang-kadang tidak pulang, saat mudik biasanya kami akan membeli kue kaleng dan membawa uang yang cukup untuk di bagikan ke saudara-saudara nenek di sana.Â
Ramadan, selalu penuh dengan suka cita. Saya dari kecil sering mengalami kesulitan perekonomian, namun saat ramadan rasanya ada banyak rezeki berdatangan.Â
Ibadah pun ringan, bangun malam pun asik. Cukup solat tahajud, makan sahur dan berangkat ke mesjid untuk solat subuh serta kuliah subuh. Setelah itu Saya bersiap untuk pergi Sekolah.Â
Siang dan sorenya, Saya akan membantu Ibu menyiapkan santapan untuk berbuka puasa. Biasanya bikin kolak atau gorengan. Semenjak menikah, Saya sendiri lah yang bangun lebih awal untuk masak sahur dan bersiap lebih awal untuk membuat menu buka puasa.Â
Ramadan tahun kedua di masa pandemi, setidaknya tahun ini bisa tarawih meski berjarak. Namun mudik? Sepertinya masih belum diizinkan.Â
Apapun itu, kami tetao bahagia dan menyambut bulan penuh rahmat dan ampunan. Bulan ramadan, bulan yang setiap detiknya penuh dengan pahala dan kebaikan.Â
Semoga tahun ini Ibadah puasa Saya full dan dapat berbagi dengan sesama yang membutuhkan.Â
Marhaban Yaa ramadan, kami bersuka cita menyambut bulan penuh rahmat serta ampunan. Mudahkan kami dalam beribadah serta berbuat kebaikan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H