Dari sekian banyak Perusahaan, ternyata begini ya rasanya bekerja di Perusahaan Keluarga (direksi dan petinggi nya) berisi Anak, paman, om, keponakan, mantu.
Rasanya lebih banyak tidak nyaman, toxic nya tinggi banget. Apalagi kita hanya orang luar bukan bagian dari anggota keluarga mereka.
Isi kepala dan permintaan tiap bos berbeda dan mereka cenderung tidak memiliki jalinan komunikasi yang bagus. Alhasil kita lah yang dijadikan kambing hitam.
Dari total pengalaman 8 tahun kerja, mulanya saya berpikir jika perusahaan keluarga punya konsep serta managementyang bagus. Ini memang hanya opini saya semata. Dari hasil pengamatan saja, pas nyemplung ke dalamnya barulah saya tahu.
Ternyata perusahaan-perusahaan independen lebih baik dari segi manajemen ataupun kualitas SDM-nya serta dari sisi disiplinnya.
Benar kata beberapa teman, bahwa bekerja di perusahaan keluarga maka siap-siap kerja mu lebih lelah namun sering di pandang sebelah mata.
Cuma ya namanya kerja, di jalani aja semaksimal dan semampunya. Jika sudah tidak mampu, ya resign. Bagi saya pribadi kesehatan mental dan kemajuan diri jauh lebih utama dari pada mempertahankan sebuah hal yang tidak menjaga kedua hal tersebut.
Supaya pegawai bisa disiplin serta optimal dalam bekerja, memang selalu butuh yang namanya inputan dan outputan. Baik reward secara simbolis maupun rewardsecara tuturkata dan tindakan.
Jadi bagi yang ingin atau memutuskan bekerja pada perusahaan keluarga, kamu harus siapin mental dan kuping yang tebal. Siap juga untuk jadi kambing hitam. Karir kemungkinan sulit menanjak, kalau hoki mu tidak bagus-bagus amat.
Perusahaan independen akan mengedepankan disiplin SDM, kualitas SDM, memikirkan dan memperbaiki manajemen perusahaan. Sehingga segala jenis goals dapat terwujud secara optimal.
Secara masalah keuangan, bisa di bilang perusahaan keluarga cenderung memiliki pembukuan yang agak beda dari perusahaan pada umumnya. Disini ada saja petty cash yang kurang jelas penggunaannya. Jadi kalau orang keuangannya dari luar keluarga, siap-siap sering naik darah dan kesal sama kesemrawutan pembukuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H