Mohon tunggu...
Lala_mynotetrip
Lala_mynotetrip Mohon Tunggu... Lainnya - Terus berupaya menjadi diri sendiri

Blogger pemula|menyukai petualangan sederhana|Suka bercerita lewat tulisan|S.kom |www.lalakitc.com|Web Administrator, Social Media Specialist, freelancer.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Jangan Jadi Tetangga Nyebelin

10 Februari 2020   12:21 Diperbarui: 10 Februari 2020   12:22 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ini lho aku ada oleh-oleh, anakku yang besar pulang jalan-jalan dari Kantornya ke Thailand" ujar si Ibu sambil menyodorkan buah tangan tersebut. "Makasih banyak, tante" ujar Risa menjawab sambil tersenyum. Setiap kali memasak Risa selalu membuat porsi lebih, paham betul ibu Yuni tidak pernah memasak karena katanya sudah tua. "Ini bu, ada soto silahkan dicicip ya" ujar Risa sambil mengantarkan masakan yang baru matang tersebut. 

Satu bulan, dua bulan masih terasa harmonis. Namun lama kelamaan terlihatlah sifat dan karakter Ibu Yuni. Hampir setiap pagi, siang dan malam ia membentak-bentak anak bontot nya Destin. "Kamu itu bodoh, makanya jangan malas" ujar nya sambil mengumpat dengan nada keras. Usianya kini sudah tidak muda lagi, sudah hampir 60 tahunan, "saya itu bekas pegawai Negeri lho mba" ujarnya setiap kali berdialog.

Sekali-dua kali Risa mencoba memahami, orang tua itu hanya ingin meng mengenang bahwa ia pernah jadi PNS dan "saya mutusin buat pensiun muda, karena risih suka disuruh nikah lagi sama rekan kerja" ujarnya seolah menerawang dan saya mencoba untuk menghargai sengan manggut-mangut sopan.

"Itu halaman depan ko ga pernah di bersihkan ya?" Tanya Ibu mertua Risa ketika berkunjung ke rumah Ibu Yuni. Respon yang frontral  terujar secara tiba-tiba "lhoooo!! Saya itu bekas pegawai lho, Buuu" ujar Bu Yuni sambil berkacak pinggang dan nada suaranya keras. "Lho, apa hubungannya? Saya tanya itu halaman ko kotor banget, ga diurus? Saya juga waktu muda kerja kok" timpal ibu mertua Rusa sambil pergi menuju rumah Risa.

"Tetangga mu itu, stres kali ya.." ujar Ibu mertua Risa sambil menahan emosi "emang gitu, mah.. sudah lama tiap hari kerjaanya duduk di bangku halaman, marah-marah" ujar Risa mencoba menceritakan sedikit. 

Setelah Ibu Mertua Risa menginap beberapa hari, akhirnya beliau pamit pulang kr kediamannya yang tidak terlalu jauh. Kini Risa mulai enggan ngobrol lama dengan Ibu Yuni karena semakin hari ada banyak peetanyaan atau kata-kata yang cukup menyakitkan di kuping dan dihati. 

"Itu ibu mertua mu, suka sholat mba?" pertanyaanya mulai mengarah ke SARA. "Suka sholat ko" timpal Risa mulai jengah, "iya dia kan dulu agamanya ga islam.. saya kira ga bisa dia sholat" membuat kuping semakin terasa panas. "Ibu, saya menghargai Ibu sebagai orangtua dan tetangga. Mohon tidak menanyakan dan berbicara yang kurang pantas" ujar Risa coba untuk tenang.

"Saya tidak pernah menanyakan apakah ibu suka ke gereja? Karena bagi saya itu urusan pribadi yang saya tidak ada hak untuk menanyakannya." Ujar Risa mencoba mengatakan hal yang mirip agar Ibu Yuni bercermin dan menjaga lisannya. 

Dongkol rasanya sering mendapatkan pertanyaan-pertanyaan sensitif dari Ibu Yuni, "kenapa dia begitu sih? Katanya berpendidikan dan gayanya bak darah biru" gerutu Risa didalam hati. Setelah berujar seperti itu, Risa mencoba pamit baik-baik namun terlihat kilatan marah dimata bu Yuni. 

"Duh, jadi tetangga jangan nyebelin kek gitu lah.. SARA banget" ujar Ibu Dewi yang mendengar percakapan Ibu Yuni dan Risa, sambil menyindir. 

Kehidupan bertetangga, sering kali terdapat gesekan. Terutama setiap pribadi memiliki watak yang berbeda dan pendidikan moral yang berbeda. Semoga kita senantiasa bisa menjaga lisan dan sikap saat bersosialisasi dan bertetangga. 

Tetangga yang baik, tidak pernah kepo secara berlebihan dan tidak suka nyinyir bak lambe turah. Yuk jaga sikap dan perkataan dalam bersosialisasi karena sejatinya manusia tidak bisa hidup sendirian, kita butuh orang lain untuk menguburkan jasad kita saat meninggal dunia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun