Mohon tunggu...
Nabila Ayu Mirandini
Nabila Ayu Mirandini Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa S1 Administrasi Publik di Universitas Negeri Yogyakarta

full-time college student, part-time cat lover

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Pentingnya Asah Kemampuan agar Tak Kalah dengan yang Dibacking Paman!

14 Februari 2024   14:48 Diperbarui: 19 Februari 2024   11:35 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai Gen Z yang masih wara-wiri mencari pekerjaan, salah satu permasalahan yang menjadi hambatan terbesar adalah penguasaan atau skill baik itu hard dan soft skill.

Anak muda-termasuk saya sendiri-sering kali kebingungan saat menentukan arah karir. Terbiasa diberi arahan dan disuapi, sekalinya dilepas malah gelagapan. Pun masih banyak yang tidak memiliki pengetahuan akan dunia kerja.

Hal ini lantaran tidak ada orang yang dapat diajak bertukar pikiran atau sekedar berkeluh kesah. Bertanya dengan teman sejawat sering kali tidak memberikan jawaban sebab masih berada di situasi yang sama; mencari jati diri. The blind leading the blind. Belum lagi jika keluarga tidak suportif dan tidak bisa diajak diskusi aktif. Beh!

But, I got you! It took me months to figure it out, yet let me spill it out in less than 3 minutes.

Step 1: Kenali Potensi Diri

Masih banyak generasi muda yang bingung harus memulai darimana. Saya pun salah satunya. Berbagai pertanyaan muncul di benak.

"Apa yang harus saya lakukan?"

"Apa potensi yang saya miliki?"

hingga tak jarang muncul rasa rendah diri sebab melihat teman sepantaran sudah menemukan jalannya masing-masing. 

Hal yang sering luput dari perhatian adalah mengenali diri sendiri. Kesalahan ini pun juga saya lakukan. Akibatnya? sibuk mengikuti orang lain, FOMO sendiri. Banyak mengikuti aktivitas, daftar ini itu, tetapi tidak ada satupun yang selesai dengan baik. Sebab tidak ada satu pun dari sekian banyak hal yang benar-benar diminati, dalam kata lain hanya mengikuti arus. Time and money wasted for nothing!

Berhenti sejenak, tarik napas yang dalam! Kenali diri sendiri berikut potensi yang dimiliki. Tentukan satu-dua hal yang bisa dilakukan seperti menulis, berbicara di muka umum, ketertarikan akan data dan angka, and so on. Kerucutkan ke hal-hal yang esensial saja. Banyak orang yang bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu, tetapi jika kita bukan salah satunya? Jangan dipaksakan! Tujuannya adalah untuk menjadi produktif dan efektif. Bukan untuk terlihat sibuk ke sana kesini. Tentukan skala prioritas dan fokus pada diri sendiri.

Step 2: Ikuti Kursus dan Kelas 

Di era serba digital ini, kita tidak perlu repot-repot mendatangi lembaga yang menyediakan kursus atau kelas terkait keahlian atau bidang tertentu. Sudah banyak start-up di bidang edukasi dan teknologi yang menawarkan program kursus dan kelas online. Hanya membutuhkan ponsel dan jaringan, kita sudah dapat mengakses berbagai konten edukasi penunjang Curriculum Vitae (CV). Salah satu laman yang saya gunakan saat inimenawarkan kelas secara percuma. Hal ini dapat menjadi solusi bagi kaum mendang-mending. Nyobain kelas online gratis, dapat sertifikat pula! Why not?

Step 3: Personal Branding

Memiliki keahlian, tetapi tidak ada bukti pun bisa menjadi kendala. Pamer bukan hal yang baik. Namun, diperlukan sebuah tindakan untuk menggaet perhatian para recruiter. Caper sedikit tidak masalah! Mulailah mengulik laman atau platform seperi LinkedIn, Glints, dan berbagai media lain yang sering digunakan untuk membentuk persona profesional. Sistem kerjanya hampir sama dengan Dating Apps.

Jika Dating Apps digunakan untuk memikat jodoh, LinkedIn dan kawan-kawan diperuntukan untuk job-seeker yang sedang mencari peruntungan. Format dan gaya bahasa yang digunakan pun cenderung formal dan profesional. Kita dituntut untuk jaga image (jaim) sedikit. Rapikan profil, input berbagai pencapaian dan keahlian yang relevan, niscaya pekerjaan akan menghampiri.

Tidak berhenti sampai disitu, beberapa pekerjaan membutuhkan portofolio sebagai bukti. Mengikuti kelas atau kursus, mengemban ilmu di institusi pendidikan adalah bukti kita pernah belajar.

Sedangkan, recruiter membutuhkan data dan fakta penunjang bahwa kita benar-benar menguasai keahlian atau bidang tersebut. Susunlah portofolio, gunakan aplikasi editing sederhana seperti Canva untuk menemukan template. Tak perlu ciamik, cukup mudah dimengerti dan berisi.

Akhir Kata

Persaingan di dunia kerja yang semakin sengit mengharuskan kaum medioker tanpa safety net perusahaan papa untuk berusaha sedikit lebih keras. Ibaratnya, kerja halal disalip ordal, kerja haram pun tak ada modal. Namun, daripada mengeluh dan iri dengki, lebih baik kita berbenah diri, terus tingkatkan kemampuan agar dapat bersaing dengan mereka yang memiliki priviledge materi dan relasi.

Tertanda, 

Nab

Gen Z yang masih nyari kerjaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun