Jujur, kala itu, saya sempat berpikir? Apa iya ini Ramadan?
Siapa sangka semua terlewati. Ramadan bukan tentang suasana. Tetiba album religi banyak di putar di mall, tentang iklan sirup sekian seri yang selalu tayang di prime time, tentang pengurangan jam masuk kantor, tentang kolak dalam plastik yang banyak dijual. Bukan.Â
Ramadan tentang bulan full ibadah, di mana banyak pengampunan, banyak rizki, banyak berkah. Jadi, sayang sekali jika kita enggak bisa 'egois' di bulan ini untuk beribadah kepada Allah.Â
Kini, 2021, sejak beberapa hari yang lalu, saya mulai mendengar khutbah dan bacaan salat tarawih imam dari speaker masjid yang jaraknya sekian ratus meter dari rumah saya. Satu jam sebelum sahur, ada suara-suara yang membangunkan orang sahur. Jalanan yang tahun lalu lenggang, mulai banyak lagi orang yang jual-beli makanan takjil. Berangsur-angsur, walau tak 100% sama. Apakah masih tidak bersyukur dengan tahun lalu?
Saya hanya bisa berkata dengan diri saya lagi. Bersyukur, bersyukur, bersyukur. Bagaimanapun keadaan Ramadan, jangan sampai yang didapatkan hanya rasa haus dan lapar. Ramadan tidak sedangkal itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H