Mohon tunggu...
Hety A. Nurcahyarini
Hety A. Nurcahyarini Mohon Tunggu... Relawan - www.kompasiana.com/mynameishety

NGO officer who loves weekend and vegetables

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buku Adalah Jendela Dunia

28 Oktober 2014   01:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:31 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14144101301690449791

Buku adalah jendela dunia. Kata-kata itu saya kenal pertama kali saat duduk di bangku SD. Kala itu, saat mampir di perpustakaan sekolah, saya melihat poster berbingkai cantik. Tulisan dan ukurannya memang besar. Sengaja agar dapat dilihat jelas oleh para pengunjung perpustakaan.

Saya polos saja. Tidak berpikir dan berekspektasi lebih tentang tulisan itu. Toh, tujuan saya ke perpustakaan adalah membaca dan meminjam buku, bukan membaca poster-poster semangat tentang buku. Ya, begitulah saya menyebutnya. Poster-poster semangat tentang buku biasanya  berukuran A3. Tulisan dan gambarnya bagus, dipajang di dinding, bersanding kokoh bersama rak-rak yang berisi puluhan buku.

Secara fisik, sebenarnya perpustakaan SD saya tidak begitu bagus. Hanya ruang kelas kosong yang disulap menjadi perpustakaan dengan menjajarkan rak-rak tanpa tutup kaca yang tingginya kira-kira sedagu orang dewasa. Walaupun demikian, di situlah tempat saya jatuh cinta pertama kali dengan buku. Sungguh bukan tempat ideal untuk jatuh cinta, bukan?

**

Buku adalah jendela dunia. Kata-kata itu saya kenal pertama kali saat duduk di bangku SD. Kala itu, saat mampir di perpustakaan sekolah, saya melihat poster berbingkai cantik. Tulisan dan ukurannya memang besar. Sengaja agar dapat dilihat jelas oleh para pengunjung perpustakaan.

Melihat buku-buku yang ditata rapi di rak-rak perpustakaan selalu membuat saya ‘ngiler’. Penasaran. Ingin rasanya membaca semua buku itu sampai habis tapi apa daya, maksimal peminjaman untuk anak kelas satu hanya satu buku. Takut hilang, kata petugasnya.

Saya tak kehabisan akal. Saya merayu kakak saya untuk meminjam buku di perpustakaan sekolahnya. Kebetulan saya dan kakak berbeda sekolah. Saya hanya berpesan kepada kakak untuk pinjam buku yang cerita dan gambarnya bagus. Selebihnya, saya percaya seratus persen atas pilihan kakak saya. Jadi, dengan begitu, saya punya dua buku untuk dibaca di rumah. Salah satu judul buku yang ceritanya bagus dan masih saya ingat sampai sekarang adalah, “Tukino Anak Transmigran.”

**

Buku adalah jendela dunia. Kata-kata itu saya kenal pertama kali saat duduk di bangku SD. Kala itu, saat mampir di perpustakaan sekolah, saya melihat poster berbingkai cantik. Tulisan dan ukurannya memang besar. Sengaja agar dapat dilihat jelas oleh para pengunjung perpustakaan.

Ternyata, buku tidak hanya dibaca. Buku juga bisa diresensi atau diceritakan kembali. Jika untuk membaca bisa saya lakukan dengan senang hati, maka tidak untuk menceritakan kembali. Suatu hari, guru saya memberikan tugas untuk membaca buku cerita dan menceritakan kembali cerita dalam buku itu di depan kelas.

Gara-gara tugas itu, untuk pertama kalinya, ayah membelikan saya buku cerita. Saya senang sekali. Cinderella, judulnya. Tipis, hanya belasan lembar saja. Ceritanya pun mudah diingat karena saya pernah melihat versi film kartunnya di televisi. Sungguh strategi unik agar saya bisa bercerita lancar di depan kelas dan teman-teman.

***

Buku adalah jendela dunia. Kata-kata itu saya kenal pertama kali saat duduk di bangku SD. Kala itu, saat mampir di perpustakaan sekolah, saya melihat poster berbingkai cantik. Tulisan dan ukurannya memang besar. Sengaja agar dapat dilihat jelas oleh para pengunjung perpustakaan.

Duduk di bangku SMP, kecintaan saya dengan buku tidak berubah, justru bertambah. Buku-buku untuk anak SMP ternyata lebih beragam. Saya bisa mudah menemukannya di perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolahnya pun lebih bagus. Penataan rak-raknya dibuat seperti lorong seperti yang biasanya saya lihat di televisi.

Salah satu prestasi saya adalah selama tiga tahun duduk di bangku SMP, semua buku karya Enied Bylton yang ada di perpustakaan sekolah sudah saya baca semua.  Ya, saya adalah penggemar serial Lima Sekawan, Sapta Siaga, dan Pasukan Mau Tahu. Teman-teman di sekolah sampai hapal karena di belakang buku ada tempelan khusus yang menandai nama peminjam dan masa peminjaman. Di sanalah, nama saya selalu ada.

***

Buku adalah jendela dunia. Kata-kata itu saya kenal pertama kali saat duduk di bangku SD. Kala itu, saat mampir di perpustakaan sekolah, saya melihat poster berbingkai cantik. Tulisan dan ukurannya memang besar. Sengaja agar dapat dilihat jelas oleh para pengunjung perpustakaan.

Masa-masa SMA, saya habiskan tidak jauh-jauh dari buku. Seiring bertambahnya usia, saya mulai menyukai novel-novel remaja dan karya sastra Indonesia. Dari Enied Bylton, saya beranjak menyukai buku-buku karya NH. Dhini, Y.B Mangunwijaya, dan Fira Basuki. Kecintaan saya pada buku juga didukung dengan pelajaran bahasa Indonesia yang mewajibkan kami untuk meresensi karya sastra Indonesia.

Sungguh kolaborasi yang menguntungkan. Saya yang penyuka buku, merasa mendapatkan kesempatan untuk membaca buku setiap saat sekaligus mempelajarinya lebih dalam. Demikian pula dengan pelajaran lainnya. Saya merasa aman ketika sudah membaca buku tentang pelajaran yang akan diterangkan oleh guru di depan. Ternyata, untuk mengingat pelajaran, saya tidak perlu susah-susah menghapal, hanya perlu membaca berulang.

***

Buku adalah jendela dunia. Kata-kata itu saya kenal pertama kali saat duduk di bangku SD. Kala itu, saat mampir di perpustakaan sekolah, saya melihat poster berbingkai cantik. Tulisan dan ukurannya memang besar. Sengaja agar dapat dilihat jelas oleh para pengunjung perpustakaan.

Sebagai penggemar buku sejak duduk di bangku SD, saya sangat menyukai perpustakaan. Bagi saya, perpustakaan adalah harta karun. Banyak buku-buku bagus yang dapat ditemukan di sana. Yangterpenting, untuk dapat membacanya, saya tidak perlu membeli bukunya, cukup meminjam dan mematuhi seperangkat peraturan perpustakaan.

Perpustakaan tidak pernah main-main dengan peraturan yang dibuatnya. Hal itu dilakukan untuk melindungi buku-buku koleksinya agar dapat dibaca oleh semua anggota. Pernah, saat kuliah, teman satu angkatan saya lupa mengembalikan buku perpustakaan saat liburan semester. Akibatnya, dia harus membayar denda sampai sekian ratus ribu rupiah. Ada juga yang menghilangkan buku, sehingga terpaksa harus mengganti dengan buku yang sama persis.

***

Buku adalah jendela dunia. Kata-kata itu saya kenal pertama kali saat duduk di bangku SD. Kala itu, saat mampir di perpustakaan sekolah, saya melihat poster berbingkai cantik. Tulisan dan ukurannya memang besar. Sengaja agar dapat dilihat jelas oleh para pengunjung perpustakaan.

Sepanjang umur bergelut dengan buku, banyak sekali manfaat yang didapatkan. Rugi? Siapa bilang? Sama sekali tidak. Buku mengajari kita dengan caranya sendiri. Berawal dari rasa ingin tahu sampai akhirnya kita paham. Bermula dari kegalauan sampai akhirnya kita bisa tersenyum senang.

Menulis akhir paragraf ini, ada yang ingin saya sampaikan. Perasaan yang sama ketika saya berhasil membaca buku habis sampai berakhirnya halaman. Atas nama rasa puas dan kebahagiaan mendapatkan pengetahuan. Terima kasih Bapak Ibu Guru yang mengajarkan membaca. Tak satupun pengetahuan dari membaca buku yang hadir tanpa jasa darimu.

Buku Adalah Jendela Dunia - Salah satu murid saya juga suka membaca seperti saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun