Persahabatan atau pertemanan menurut saya sangat berpengaruh besar bagi diri kita, karena merekalah yang dapat membawa kita ke dampak baik/buruknya. Sahabat adalah orang yang memperlihatkan perilaku yang berbalasan dan reflektif. Namun bagi banyak orang, persahabatan sering kali tidak lebih daripada kepercayaan bahwa seseorang atau sesuatu tidak akan merugikan atau menyakiti mereka.
Menurut saya penting bagi perempuan dalam memilih teman, haruslah perempuan menjaga dirinya dari hal-hal yang tidak berguna. Mempunyai circle yang sehat, memilih teman yang tulus, dapat dipercaya dan menjadi pendengar yang baik.
Pemikiran setiap insan tentu beda-beda, ada yang berpikir bahwa memilih teman itu buruk karena konteksnya memilih alias pilih kasih dan ada juga yang berpikir bahwa memilih teman itu perlu.
Based on true story, paitnya saya pernah mengalami ini dimana saya masuk kedalam toxic friendship yang amat sangat tidak menguntungkan. Tidak perlu saya sebutkan kapan saya terjebak  di hubungan pertemanan yang tidak sehat ini karena takut ada yang tersinggung jika ia tidak sengaja membaca tulisan ini.
Pertemanan ini menurut saya hanya membuang waktu selama 2 setengah tahun. Pertemanan dan menge-Geng ini hanyalah kebutuhan instagram saja menurut saya, hanya karena semata-mata ingin dilihat saja tetapi tidak memiliki hubungan yang lebih internal.
Tidak pernah curhat dari hati ke hati malah diam-diam saling menjatuhkan, berkumpul hanya semata-mata ingin bertemu bukan perasaan rindu. Di pandang teman-teman lain sebagai anak yang bandel juga pernah karena bagi mereka teman-temanku se Geng ini bandel.
Tidak pernah peduli akan omongan orang tetapi kalau lama kelamaan dipikir "benar juga ya?" kok aku jadi gini sih. Keluar dari toxic friendship sangatlah tidak mudah guys. Kalau aku sih istilahnya kayak di maki dulu baru kapok.
Mereka pasti juga punya sisi positifnya yang tidak kalah banyak dari sisi negatifnya, mereka yang peduli akan teman-temannya yang berulang tahun memberi kejutan selalu alias solid lah kalau jaman sekarang pada nyebutnya.
Menurut aku juga, sebagai cewe peran teman/sahabat sangat penting apalagi buat kita yang gengsi jika ingin cerita ke Keluarga misal Ayah, Ibu, Kakak jadi bisa bertukar cerita/pikiran ke sahabat.
Tidak enaknya kalau cerita sama keluarga ya yang ada lebih banyak disalahin, daripada didukung. Karena mereka pasti sdah pernah merasakan masa-masa seperti kita saat ini namun berbeda suasana & masalahnya.
Benar bagi aku kalau mayoritas pelopor Geng sekolah itu cewek, tapi kalau diluar Sekolah cowok. Dari pengalaman perjalanan sekolah aku sih gitu si. Karakter perempuan yang tidak mudah nyaman jadi susah untuk memilih teman yang cocok & sejalan.
Bagiku jadi cewek juga serba salah, friendly dibilang gampangan cowok jadi gampang nemplok katanya kayak "hah apaan banget?". Ya jalan satu-satunya cuma jangan didengar aja omongan orang yang tidak berbobot itu.
Jujur, suka dengan cara berteman cowok yang bisa nyaman langsung kalau diajak ngobrol, kelihatannya sih gak tau aslinya gimana merekanya. Senang aja ngelihatnya kayak "ih seru banget?!".
Kata mbakku sendiri, berteman sama cowok lebih seru apalagi diajak cerita / bertukar pikiran. Cuma kembali lagi bahwa pikiran masing-masing orang berbeda. Bagi aku berteman sama siapa saja seru cuma tergantung orangnya nyambung gak sama kita seperti halnya kamu memilih pasangan hidup.
Setuju gak, kalau semua orang itu bermuka dua? bagiku juga perlu sih agar jika kita mempunyai perasaan yang tidak enak terhadap seseorang yang memang tidak setipe/tidak sesuai harapan kita. Kita sebisa mungkin tidak memperlihatkan raut wajah tidak senang kita ataupun agar menahan diri supaya tidak sembarang mengucap yang takutnya akan menyakiti hati mereka/meyinggungnya.
Bersyukurnya sampai dimana aku pernah di akhir tahun aku sudah berhasil keluar & move on dari pertemanan yang tidak sehat/toxic friendship. Lalu langsung dapat yang dapat dibilang Geng namun bukan Geng (gimana sih) semoga kalian paham ya wkwkwk.
Kalau pertemanan yang sekarang sih jauh lebih sehat dan menguntungkan bak simbiosis mutualisme, ya walaupun enggak semua sahabat aku punya waktu luang terus karena ya kesibukannya masing-masing. Udah memasuki umur yang dibilang dewasa pasti punya tanggung jawab yang lebih banyak.
Pertemanan yang sudah seperti keluarga, punya masalah apapun dibantu dengan aksi kalaupun tidak bisa ya memberi solusi lewat pesan/chat. Dan jauh lebih solid bagi aku, dan menyesal mengapa tidak dari dulu?.
Waktu makin terkuras dengan adanya Pandemi Covid-19 yang menghalangi kita untuk bertemu cukup lama. Tidak bisa dipungkiri sudah punya kesibukan masing-masing setelah itu dengan kewajiban kita kuliah jadi tambah susah untuk berjumpa.
Kangen sih kangen kadang dengan manusia-manusia yang tergolong toxic di kehidupan aku, itu wajar. Namun ya jangan sampai kecemplung lagi ke kesalahan yang sama buat hati senang namun tiak ada makna dibalik senang itu.
Jujur dulu mau istiqomah aja susah, istiqomah dalam menunaikan sholat diwaktu yang tepat ingin mengingatkan takut dibilang sok alim. Tapi pernah secara halus seperti mengajak mereka sholat dengan sholat didepan mereka tetapi mereka macam tidak ada senggolan akan diajak beribadah.
Itulah yang dimaksud saya Toxic sebenernya, ingin sekali dari dulu mempunyai Teman yang dapat membimbing agar mendapat Surga Allah. Sebenarnya sudah pernah bahkan hingga 3 tahun namun, aku keluar dari lingkungan itu karena tidak betah dengan suasananya.
Terimakasih sudah membaca! Semoga senantiasa kita berada di jalan Allah SWT.. Aamiin Allahumma Aamiin..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H