Hari ini saya memutuskan untuk mulai perdana menulis di Kompasiana, Saya sempat kebingungan ingin menulis apa sampai pada akhirnya saya mendapatkan kiriman foto  selembar kertas yang ditulis seorang anak bernama Milani.
Kemarin petang saya mendapatkan kiriman pesan singkat di Whatsapp berupa file foto yang berisi tulisan dan gambar warna warni yang menunjukan ungkapan kekaguman seorang anak kecil yang berusia 8 tahun bernama Milani untuk maskapai Garuda Indonesia.
Jika diperhatikan apalagi di tengah isu-isu yang beredar luas di masyarakat mungkin tulisan tersebut terkesan menjadi sebuah gimmick, namun kalau dipikir masak2 selembar kertas bergambar warna warni dengan tulisan yang ada di kertas tersebut sepertinya terlalu sederhana jika disebut sebagai sebuah gimmick.
Ada pelajaran yang menarik yang saya pikir dapat menjadi value pembelajaran kita semua dari selembar surat milik Milani tersebut. Bahwa ternyata kekuatan sebuah loyalitas brand ternyata tidak melulu harus diukur melalui barometer kompleks sebuah consumer insight yang bahkan seringkali kita membacanya tanpa memahami isinya sama sekali.
Seperti Surat Milani, kita dapat menangkap kesan kekuatan sebuah brand hanya dari aksi spontan seorang anak kecil yang menyampaikan kekagumannya atas Garuda Indonesia tentang apa yang ia rasakan selama beberapa jam di dalam Pesawat.
Dari titik ini saya melihat bahwa kekuatan keterikatan brand Garuda Indonesia terhadap pengguna layanannya ternyata melebihi ekspektasi saya sebagai frequent flyer Garuda itu sendiri. "Sedalam" itu hubungan brand yang terjalin antara pengguna layanan terhadap value dari brand Garuda.
Keterikatan value brand Garuda tidak hanya dialami oleh Milani saja, waktu itu salah satu teman media sosial saya mengungkapkan kegembiraannya dengan mengunggah sebuah foto di Terminal 3 dengan caption, "Akhirnya baru pertama kali nyobain Garuda". Wow, ternyata sekuat itu brand Garuda di mata masyarakat, ada "pride" tersendiri ketika seseorang pernah terbang menggunakan Garuda Indonesia.
Kembali ke selembar surat Milani, dalam surat tersebut dia menggambarkan bagaimana dia menceritakan kesenangannya terbang bersama Garuda dikarenakan beberapa poin yang dia gambarkan seperti Fun Music, Welcoming, Relaxing, Fun, Cherfull, hingga Amazing Food.
Seorang anak kecil bisa menggambarkan secara gamblang aspek apa saja yang menjadikan dirinya kagum atas sebuah brand menunjukan familiriasi layanan dan brand Garuda telah tertanam dengan baik di mindset penumpangnya.
Di balik kekuatan Brand Garuda:
Sebuah brand tercipta atas kontinuitas kesan positif dari value layanan brand itu sendiri. Hal ini mungkin menjadi salah satu hipotesa saya menggambarkan kekuatan Brand Garuda Indonesia dari sejak dulu hingga kini.
Tidak dapat dipungkiri Garuda Indonesia secara konsisten hingga saat ini memberikan Kinerja layanan yang paling mumpuni jika berkaca dari sektor industri penerbangan nasional saat ini. Sebagai maskapai full service, Garuda Indonesia konsisten memberikan added value dalam keunggulan layanan khas ke Indonesiaan.
Respon masyarakat yang beragam dari yang kontra maupun pro tentulah sebuah hal yang wajar dalam dinamika sebuah brand. Namun, yang saya lihat Garuda Indonesia berhasil mempertahankan kontinuitasnya dalam menjaga kualitas layanan.
Tidak hanya itu, bahkan dalam satu tahun terakhir Garuda Indonesia berani tampil beda dengan menghadirkan sejumlah terobosan baru dalam lini layanannya.
Kadang ide-ide "liar" tersebut membuat saya tidak habis pikir, kok bisa ya? ternyata hal-hal yang sebelumnya tidak mungkin menjadi mungkin di era serba inovasi ini. Hal-hal yang selama ini saya tahunya hanya ada di darat, di sebuah tempat, kini ada di dalam perjalanan selama terbang di Pesawat.
Sebut saja seperti belum lama ini, ketika awak kabin nya secara khusus menggunakan kebaya hasil rancangan Anne Avantie, atau ketika menghadirkan hiburan live coustic di Pesawat yang sempay mengundang sorotan kontra namun pada akhirnya tiket penerbangan di flight tersebut fully booked.
Memang tidak dapat dipungkiri, sebesar apapun sebuah hal yang kelihatannya tampak aneh justu malah menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian orang, mungkin saja itu adalah satu pengaruh dari FOMO alias Fear Of Missing Out - kekhawatiran jika kita tertinggal suatu hal yang sedang ramai dibicarakan oleh masyarakat umum.
Berarti secara tidak langsung, brand Garuda terus bergerak memenuhi kebutuhan bahkan keinginan target market yang semakin hari semakin abstrak karena prediksi dari para praktisi marketing pun beberapa kali meleset, berpikir keras mencari tahu sebenarnya apa sih yang benar-benar diinginkan oleh masyaraka saat ini?
Belum lagi pilihan menu yang berbeda disajikan sebagai pilihan in-flight meals dari Hokben hingga sajian khas minang Sari Mande.
Atau uji coba fasilitas Virtual Reality di Pesawat yang menjadi fitur paling ditunggu untuk segera diluncurkan. Jujur saja, begitu saya membaca berita ini di sebuah portal online, pikiran saya langsung berimajinasi bagaimana penerbangan panjang yang seringkali melelahkan dan membosankan dapat terobati dengan keseruan saya yang menikmati Virtual Reality tersebut.
Terobosan yang paling membesut perhatian adalah hadirnya nuansa vintage pada layanan penerbangan mulai dari aircraft livery hingga seragam awak kabin yang mengantarkan penumpang bernostalgia ke era 80an.
Berbagai inovasi  tersebut tentu saja secara kontinuitas turut semakin memperkuat keterikatan brand Garuda Indonesia dengan penggunanya.
Garuda Indonesia mampu membuktikan dibalik sorotan atas sejumlah kinerjanya, maskapai plat merah ini mampu terus melaju tinggi dalam menghadirkan layanan mumpuni bagi penggunanya.
Dengan basis "die hard" flyer Garuda Indonesia, saya yakin Garuda Indonesia tetap akan terbang melaju tinggi walaupun banyak menghadapi "turbulensi" yang mengganggu di tengah perjalanan menyenangkan ini.
Tidak hanya saya, tapi saya yakin Milani pun akan meng-amini hal tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H