Mohon tunggu...
Myesha Fatina
Myesha Fatina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka kuliner, ingin mengincipi seluruh kuliner yang ada di dunia. Selain kuliner, saya suka dengan membaca dan menulis sesuatu karya fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Popularnya Parasocial Relationship yang Kian Menjamur di Kalangan Remaja, Apa Sebabnya?

21 Mei 2023   17:13 Diperbarui: 21 Mei 2023   17:35 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari hari ke hari semakin banyak generasi muda Indonesia, terutama para remaja perempuan yang kini menunjukkan gejala atas hubungan parasosial dengan idola K-Popnya. Tidak jarang juga hal tersebut memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap kegiatan sehari-harinya. Lantas apa yang membuat para generasi muda saat ini sedang digandrungi dengan hubungan parasosial ini? Atau apakah karena datangnya Korean Wave yang semakin dewasa ini semakin marak akan pengaruhnya?

Tidak disangka jika kita telah memasuki era yang akan mudahnya terkena pengaruh globalisasi hanya melalui ponsel genggam yang kini hampir semua masyarakat menggunakannya. Begitu pun dengan kegiatan hubungan parasosial ini yang dari hari ke hari semakin popular di kalangan gen-Z. Tidak jarang juga kita sering melihat reaksi penggemar yang histeris meneriakkan nama-nama idola selebritis yang hanya muncul dari sosial media. Bahkan menangis ketika memiliki kesempatan untuk bertemu atau melihat idolanya langsung. 

Tidak dapat disangkal, menyukai seorang figur seperti selebritis, figur tertentu atau idola adalah hal yang wajar dan banyak kita jumpai yang dilakukan terlebih oleh pada remaja. Munculnya berbagai fan girl atau fan boy yang banyak digandrungi oleh anak-anak remaja merupakan salah satu bentuk adanya interaksi parasosial (Sadasri & Pemuda, 2021). Meskipun fenomena ini sudah ada sejak zaman terdahulu, tetapi hal ini semakin terasa mudah menyebar di saat masyarakat telah memanfaatkan kecanggihan teknologi sebagai sarana.

Adapun berbagai opini pro dan kontra akan fenomena ini, hubungan parasosial sendiri memiliki pengaruh positif dan negatif. Jika kita melihat ke belakang, banyak sekali tur dan konser yang menjamur di Indonesia apalagi informasi tersebut langsung tersebar cepat di sosial media. 

Para gen-Z berbondong-bondong untuk menabung hanya untuk bertemu langsung dengan idolanya dan menikmati setlist konser yang akan dibawakan. Tidak sedikit juga uang yang dikeluarkan untuk satu konser tunggal idola mereka. Terlebih lagi biaya yang digunakan untuk kebutuhan mereka dalam mempersiapkan hari tersebut. 

Walaupun konser-konser tersebut banyak yang diadakan di kota Jakarta, tidak sedikit juga para penggemar luar kota Jakarta turut berlomba-lomba dalam menemui idola mereka. 

Hal ini pun berpengaruh pada biaya yang akan mereka keluarkan, karena transportasi dan penginapan harus diperhatikan juga. Salah satu aspek yang bisa kita amati adalah bagaimana cara fan girl dan fan boy dalam kiat menabung untuk hal tersebut. Meskipun terdengar positif, hal ini bisa menjadi segi negatif bagi mereka.

Lain halnya dengan para penggemar yang hanya bisa menikmati karya idolanya melalui ponsel genggam yang mereka punya. Kebanyakan dari mereka belum memiliki penghasilan yang tetap atau bisa jadi terhalang izin dari orangtuanya. Biarpun mereka tidak bisa menemui langsung idola kesayangan mereka, ada cara tersendiri untuk tetap mengagumi idolanya dari jauh melalui sosial media. Kebanyakan para penggemar menggunakan platform Twitter sebagai sarana agar tetap terhubung dengan para idolanya. 

Selain itu, dari pihak idolanya sendiri juga memanfaatkan kecanggihan teknologi sebagai media untuk berkomunikasi dengan para penggemarnya. Contohnya ada Vlive, Bubble Lysn, Weverse, dan berbagai aplikasi lainnya. Aplikasi-aplikasi tersebut semakin memudahkan para penggemar akan terdampak dari fenomena hubungan parasosial, karena merasa semakin dekat hubungan antara kedua belah pihak. Pada intinya, penggemar yang memiliki hubungan parasosial dengan idolanya tidak sekadar menganggap idolanya sebagai sosok penghibur saja. Sebaliknya, ia menganggap idolanya sebagai sosok yang ia kenal dekat, walau mungkin belum pernah bertemu atau berinteraksi secara langsung.

Bagi orang yang tidak pernah merasakan parasocial relationship, hal ini mungkin akan terkesan aneh. Padahal, faktanya, hubungan parasosial ternyata dapat membawa sejumlah pengaruh positif bagi orang yang mengalaminya. Seperti memiliki kesempatan untuk terhubung dengan orang lain dalam dunia nyata, misalnya dengan bertemu penggemar lainnya. Bahkan dapat meningkatkan kepercayaan diri karena merasa memiliki support system, yaitu idolanya. Serta bisa meningkatkan motivasi untuk membuat perubahan yang positif dalam hidup, seperti mengikuti gaya hidup sehat versi idolanya. Tidak hanya itu, sebuah studi bahkan menjelaskan, hubungan parasosial dengan idola selama pandemi COVID-19 berhasil membantu banyak orang mengatasi rasa kesepian dan stres, akibat terbatasnya kontak sosial dalam jangka waktu yang lama. Meski begitu, jika berlebihan, parasocial relationship juga bisa mendatangkan pengaruh yang negatif, yaitu menyebabkan harapan yang tidak realistis, baik pada diri sendiri maupun orang-orang di sekitar. Contohnya ketika memilih pasangan, dengan harapan memiliki kriteria seperti idolanya.

Kemudian berbagai alasan yang datang ketika ditanya mengenai terbawa pengaruh hubungan parasosial ini. Seperti datangnya rasa kesepian di tengah-tengah kesibukan pada kehidupan nyata penggemar, menjadi salah satu alasan terbesar mereka memilih untuk menjalin hubungan parasosial. Selain itu. mudahnya dalam berinteraksi di sosial media, juga menjadi alasan. Seharusnya jika tidak ingin terpengaruh akan sisi negatifnya, para penggemar harus lebih menyaring apa yang dimuat pada sosial media. Inilah mengapa hubungan parasosial dengan idola juga tetap perlu dibatasi, meski hal tersebut pada dasarnya tidaklah berbahaya. Jika di antara kalian yang merasa memiliki parasocial relationship yang berlebihan, apalagi sudah mengganggu aktivitas sehari-hari atau mengarah pada obsesi, sebaiknya berkonsultasilah dengan psikolog.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun