Mohon tunggu...
Immanu-EL  Dwi
Immanu-EL Dwi Mohon Tunggu... Reporter -

I am a journalist and I want to share a cup of life with you

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Why Do I Love Psychology"?

15 Oktober 2018   19:11 Diperbarui: 15 Oktober 2018   19:17 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah ngobrol beberapa lama, akhirnya mereka juga cerita sendiri pengalaman -- pengalaman mereka. Well, seperti yang sudah kuduga sebelumnya bahwa mereka pasti punya pengalaman buruk. Ternyata dugaanku benar. Bersyukur aku ga jadi langsung menghakimi mereka dan membenci mereka.

Karena kalau aku membenci mereka, aku sebenarnya menambah beban penderitaan buat mereka. Mereka telah mengalami berbagai macam penolakan, lack of love both from their family and their friends. Ketika aku benci mereka, bahkan itu hanya di dalam hati misalkan. Aku tetap menjadi salah satu dari sekian banyak deretan orang yang membuat mereka menderita. 

Meski secara langsung kita semua punya alasan buat tidak menyukai mereka karena perilaku mereka. Tapi jika dilihat secara lebih dalam, perilaku mereka juga memiliki latar belakang. Aku jadi melihat bahwa kebencian kita ga akan pernah merubah mereka sedikitpun menjadi lebih baik. Kebencian kita hanya akan menambah mereka justru lebih parah.  

Dari ilmu psikologi, aku jadi bersyukur bahwa aku mulai belajar untuk tidak menghakimi orang lain dan menyimpan kebencian terhadap orang lain. Saya kemudian belajar melihat orang lain dari sudut yang berbeda, yaitu untuk mengasihi. 

Karena aku percaya yang dikatakan Martin Luther King Jr. (siapa coba? Bukan reformator gereja ya, tapi tokoh kulit hitam di Amerika), beliau berkata "Kegelapan tidak akan pernah bisa melenyapkan kegelapan. Hanya TERANG yang bisa. Kebencian tidak akan pernah bisa meleyapkan kebencian, hanya KASIH yang bisa."

(loh mas, ini nulis psikologi atau curhat atau humanism?) yah,, apalah penilaian kalian soal tulisanku. Intinya aku lagi seneng sama teori psikologi ini, yang dihubungkan dengan humanism, dan pengalaman pribadi. Jadi mau dinilai tulisannya terkait apa terserah. Heheheh. Aku harap tulisan ini berfaedah, kalau unfaedah ya semoga aku bisa nulis lagi lebih baik. Maklum, terakhir nulis ginian 2 tahun yang lalu itupun soal sejarah Hagia Sophia.  Well, I think I'm done. See you next time!!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun