Akhir-akhir ini kita denger kata yang cukup eksotis diucapkan oleh pejabat, 'Tabok'. Kalo kita baca di Kamus Besar Bahasa Indonesia, 'tabok' didefinisikan sebagai 'memukul (kepala dan sebagainya) dengan telapak tangan; menampar'. Istilah ini memiliki makna implisit 'disertai dengan tenaga'. Artinya, jika ditabok sudah pasti lebih keras dan efeknya lebih sakit dibandingkan dengan 'menepuk' karena 'menepuk' diartikan sebagai 'memukul seseorang tidak keras dari belakang atau dari samping dengan telapak tangan'.
Nah, dari definisi kata 'tabok' dan 'tepuk', kita sudah tahu bedanya. Ketika kata 'tabok'diucapkan dengan intonasi tertentu, maka bisa dipahami bahwa yang mengucapkan sudah sedemikian jengkelnya, sedemikian kesalnya, sedemikian marahnya sehingga perlu melakukan proses 'tabok' kepada orang lain.
'Tabok'dalam konteks metafor juga memiliki implikasi yang tidak sederhana. Kata itu tidak lagi dimaksudkan dengan memukul dengan telapak tangan, tapi lebih jauh dari itu, memberi hukuman yang 'berasa', yang efeknya cukup berat bagi orang yang dimaksud. 'Tabok' juga bisa mengindikasikan sebagai perintah bagi instansi terkait untuk segera menindaklanjutinya.
Rasanya dalam beberapa hari ini, 'tabok' sudah menemukan sasarannya. Jika memang itu yang dimaksudkan. Bisa juga 'tabok' digeneralisir untuk penindakan-penindakan lainnya yang sejenis, yang dianggap menjengkelkan bagi yang menyampaikannya.
Anda mau ditabok? Maaf, saya hanya mau ditepuk saja ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H