Mohon tunggu...
Mokh Yahya
Mokh Yahya Mohon Tunggu... Guru - PNS Dosen

Suka menulis dan selawatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Analisis Wacana Kritis: Sebuah Pengantar dalam Memahami Wacana Kritis

6 Maret 2024   10:03 Diperbarui: 6 Maret 2024   10:13 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Analisis Wacana Kritis: Pengantar dalam Memahami Wacana Secara Kritis

Kehidupan di era kini tidaklah sesederhana zaman dahulu, sebelum teknologi semasif seperti sekarang ini. Masyarakat yang menikmati hidup di era 80-an dan 90-an hanya bisa menikmati media cetak, seperti koran dan majalah dan media elektronik, seperti televisi dan radio. Namun, dengan perkembangan teknologi yang kian maju, hal itu menjadikan masyarakat era sekarang menjadi melek media digital.

Isu-isu genting yang popular di tengah kehidupan masyarakat kian viral melalui media canggih digital. Setidaknya, ketika kita hanya bisa membaca informasi atau berita melalaui media cetak, seperti koran dan majalah, tentu kita tidak bisa langsung mengulik kebenaran informasi tersebut dengan sumber lain.

Informasi adalah salah satu objek kajian analisis wacana kritis. Setiap informasi atau berita yang beredar perlu dicek kebenarannya dengan sumber yang lain. Era ini memungkinkan kita mengkroscek suatu kebenaran informasi yang kita terima melalui berbagai media.

Seorang tokoh atau ahli bahasa kenamaan dari  Indonesia, J.S.Badudu, mengemukakan dua makna wacana. Pertama, wacana diartikan sebagai rentetan kalimat yang berkaitan satu sama lain, menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan. Dengan demikian, terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu. Kedua, wacana dimaknai beliau sebagai kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi, berkesinambungan, mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, dan disampaikan secara lisan dan tertulis.

Menilik pengertian wacana yang dikemukakan oleh J.S. Badudu, kita dapat mengetahui bahwa wacana yang beliau maksud berkaitan dengan wacana dalam bidang kebahasaan. Namun, wacana juga dapat diamati dari sudut pandang yang lain, seperti yang disampaikan oleh Lull yang dikutip dalam buku Analisis Teks Media karya Alex Sobur tahun 2006. Menurutnya, wacana adalah cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas. Adapun analisis wacana kritis adalah pengembangan analisis wacana.

Dalam buku karya Eriyanto yang berjudul Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, dipaparkan bahwa analisis wacana kritis dicirikan dengan berbagai unsur, yaitu tindakan, konteks, historis, kekuasaan, dan ideologis. Wacana merupakan suatu hal yang memiliki tujuan tertentu, antara lain memengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, dan lain-lain. Wacana juga harus mengacu konteks, yaitu siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana wacana itu terjadi. Selain itu, wacana juga dapat dianalisis berdasarkan historis atau sejarah, kekuasaan, dan ideologi dalam peristiwa tuturnya.

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis wacana secara kritis, di antaranya 1) analisis bahasa kritis, 2) analisis wacana pendekatan prancis, 3) pendekatan kognisi sosial, 4) pendekatan perubahan sosial, dan 5) pendekatan wacana sejarah. Pemaparan pendekatan-pendekatan tersebut dapat dibaca secara lengkap dalam buku-buku yang berkaitan dengan analisis wacana kritis, seperti  buku Analysing Discourse Textual: Analysis for Social Research dan buku Critical Discourse Analysis, The Critical of Language karya Norman Fairclough dan buku terjemahan Imam Suyitno, dkk. yang berjudul Analisis Wacana Teori dan Metode karya Marianne Jorgensen dan Phillips Louise J.

Ada satu teori yang dikemukakan oleh Teun A. van Dijk untuk menganalisis wacana secara kritis. Teori Dijk dapat digunakan untuk menganalisis wacana-wacana kritis terkait politik, ras, gender, kelas sosial, hegemoni, dan lain-lain. Dijk memandang teks berdasarkan tiga struktur atau tingkatan yang bersifat eklektik atau saling berkaitan satu sama lain. Struktur-struktur tersebut antara lain sturktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Struktur makro bermakna global atau umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema. Superstruktur merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks. Adapun struktur mikro memandang bahwa makna wacana dapat diamati dari bagian kecil suatu teks, yaitu kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrasa, dan gambar.

Penulis:

Mokh. Yahya, M.Pd.

Mahasiswa  Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret

Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum.

Dosen Program Doktor Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun