[caption id="attachment_210771" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA--- HHI 38"][/caption]
(1)
Budaya Indonesia dibayar mahal oleh APBN dan pengeluaran Biaya Sosial --- dihisap oleh Budaya Korupsi dan Ketidak-cerdasan Elite Penguasa.
Perlukah dikoreksi ? Ya, kalau Bangsa Indonesia bisa sadar diri.
(2)
Ada sebuah buku, Dialog : Indonesia Kini dan Esok, Penerbit LEPPENAS (Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional), Jakarta-1980 , hasil wawancara Imam Waluyo dan Kons Kleden (Buletin Optimis).Tujuan penerbitan buku tersebut untuk menyongsong tahun 2000-an, Abad XXI.
Beberapa orang di antaranya sempat atau kemudian menjadi “Orang Penting Indonesia” --- Presiden, Wakil Presiden, Menko, Menteri dan Jabatan Penting lainnya.
Kalau sekarang kita melihat Indonesia --- memasuki dasawarsa ke-2 Abad XXI. Secara Kebudayaan Indonesia adalah Bangsa Tertinggal --- dan berbiaya mahal.
Trend itu Inflatoir !
(3)
Para tokoh itu adalah : Adam Malik, Prof. DR Sutan Takdir Alisjahbana, Subadio Sastrosatomo, DR Emil Salim, DR Dorodjatun Kuncoro Jakti, Abdurrahman Wahid, DR Taufik Abdullah, Drs. Ridwan Saidi, DR Yuwono Sudarsono MA, Sabam Sirait, dan Bur Rasuanto.
Pendapat mereka, apa yang disimpulkan mereka --- bisa kita saksikan saat ini --- rentang waktu 30 tahunan, satu generasi baru telah dilahirkan.
Indonesia belum mendapat apa-apapun --- secara budaya Bangsa ini masih berkutat seperti pada masa penjajahan.
Paradigma berpikirnya !
Membayar proses budaya dengan mahal, tetapi baru sedikit saja Rakyat yang puas bahagia mendapatkan Hasil Kemerdekaan.
(4)
Kali ini kita refleksikan pendapat Sutan Takdir Alisjahbana (ingat polemik beliau sebelum Proklamasi Kemerdekaan). STA adalah orang yang sejak awal gandrung Kebudayaan Modern bagi Indonesia --- berdasarkan penguasaan kemajuan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi, dan kemajuan ekonomi.
Kemajuan itu dengan kriterian Kebudayaan progresif.
Kebudayaan Progresif menghasilkan Nasionalisme, Sumpah Pemuda, sampai Proklamasi Kemerdekaan.Kinerja itu dibiayai dengan pengorbanan fisik yang optimal, tetapi pengorbanan ekonomis yang minimal --- kinerja budaya diperoleh optimal.
STA :”Yah, itu hanya mengkonsumsi saja, tapi tidak bisa membuat sendiri. Kita beli dari orang lain yng membuatnya. Ini namanya keterbelakangan, artinya, tidak bisa membuat.”
STA :”Benar, sangat mendesak. Indonesia ini negerinya kaya, orangnya yang celaka. Negeri kita jauh lebih kaya dibandingkan Jepang, tapi orangnya hampir tidak bisa membuat apa-apa, tidak dalam menciptakan kapital, teknik, scientific knowhow …………………………..
Kemarin Rakyat bersorak menyaksikan Presiden RI berpidato untuk mengurai kemelut yang dihasilkan proses pemerintahannya --- pada hal itu bukan solusi optimal.
Jadi pelaksanaan ekskutif yang mahal secara manajerial.
(5)
STA : “yang pokok adalah pendidikan harus efektif ………………….”
STA : “Mungkin. Pada kita telah terbukti bahwa kebudayaan kita yang lama gagal menghadapi kebudayaan modern. Manusia Indonesia yang lama tidak akan sanggup hidup di tengah dunia modern sekarang ini. Jadi dia mesti direvolusikan sehingga menjadi manusia modern, yang dapat bersaing dalam kehidupan modern. Kalau tidak bisa maka selamanya kita hanya kuli, akan jadi “paria”.
Pewawancara (Buletin Optimis) : “Siapa yang harus menggerakkan revolusi pribadi manusia Indonesia tersebut ?
STA : “Yah pemerintah, karena pemerintahlah yang punya kekuasaan, uang dan organisasi …………………..”
STA :”Yah, mau lihat orang rakus atau mau lihat orang lapar ?Berbahaya mengucapkan seperti itu. Sama saja artinya dengan mengatakan biar saja orang lapar. Rakus itu kata orang yang tidak punya. Bagi yang punya, mereka tidak mengatakan itu rakus, tapi adalah hasil kerja keras.
Lihatlah hasil Budaya Korupsi di Indonesia : wewenang diartikan memiliki, menguasai untuk kepuasan diri sendiri. Koruptif !
(6)
STA : “Dalam pidato promosi doktor, saya sudah mengatakan : Binatang dipegang pada talinya, manusia pada katanya. Sekarang ini ada kecenderungan kata-kata itu menjadi permainan. Kebudayaan Indonesia sekarang ini kebudayaan yang mempermainkan kata-kata.
Optimis : “Bapak menyebut dunia sekarang ini sudah menjadi satu, dan negeri kitapun ……………. Tapi mengapa sepertinya kita tetap tidak tergerak maju ?
STA : “Saya kira ini soal psikologi. Kebudayaan lama masih tetap kita pegang, belum kita lepaskan. Dan sementara itu banyak dari golongan masyarakat yang mempertahankan pribadi seperti itu. Disucikan itu, dipertahankannya itu.
(7)
Sutan Takdir Alisjahbana adalah tokoh yang sangat anti pada Feodalisme dan sikap feodalistis, KebudayaanLama yang menjerumuskan Bangsa Nusantara--- sampai saat ini Indonesia masih dikungkung dalam pengurusan pemerintahan dan negara secara feodalistis --- itulah yang melahirkan dan melestarikan Budaya Koruptif.
Selanjutnya Bagaimana ? (Ingat pemikiran filosuf Rudyard Kipling)
Itulah yang harus dijawab Generasi Muda sekarang ini --- Indonesia mau sampai di mana
[MWA] (Helo hari ini -38)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H