Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hakim Tipikor dan Makam Kramat (Cermin-60)

20 Agustus 2012   07:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:31 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mana perkataan yang tepat Kuburan atau Makam, untuk tempat peristirahatan-terakhir yang dianggap dapat menghasilkan Berkah Metafisis --- ratusan mobil mewah di beberapa areal parkir di sana.

 

Penziarah tempat itu hanya dua kategori, penziarah memohon berkah dan satunya pembayar nadzar karena doanya terkabul.Siapa yang mengabulkan doa mereka ?

Allah Tuhan Semesta Alam ?atau berbagai Tuhan yang diyakini para Penziarah masing-masing, bahkan mungkin kekuatan “Welas Asih” yang terpancar dalam legenda dan mitos seorang Dewi ?

 

Alangkah kayanya paradigma Manusia mendekati “Kekuatan Lain Yang bisa mempengaruhi hidupnya”.

**

Yang datang ke Tempat Penziarahan itu --- macam-macam, ada sepertinya seorang pensiunan yang didorong di atas kursi rodanya, ada rombongan anak-cucu dengan Nenek-nenek yang tua renta --- ada pula dua-tiga pasang suami-isteri seperti mengharapkan berkah dianugrahi momongan, karena ujud penampilannya seperti Orang Kaya tanpa anak.

 

Di antara ratusan orang yang berjubel mengisi acara ritual yang dijadwal 6 kali sehari itu --- terdapat pula model pejabat, entah Jenderal Polisi, entah anggota DPR RI atauDPRD, entah pula penegak hukum lainnya --- dua-dua jenis ada, lelaki atau perempuan.

 

Model perawakan dan lagak-lagu para pengusaha pun banyak berseliweran di sana --- entah berdoa untuk memajukan usahanya atau melepaskan belitan perkara karupsi dan suap yang “menelikungnya”.

Enggak tahu deh

 

Seorang wanita bergegas, tidak berjilbab --- sehingga tampak 2-3 lembar uban memperkaya nuansa gaya rambutnya --- tampaknya ia pejabat ala Hakim Tipikor.

Lha mengapa turut pula dalam jemaah penziarah ?

***

Ada 3 kuncen di sana bergiliran memimpin ritual dan doa --- terkadang mereka bercerita “gaya Pejabat Koruptor kalau menyampaikan hasratnya” dapat diduga --- mereka berbisik-bisik, tidak jelas memberikan rumus permintaannya, suaranya serak-parau, bindeng --- dan kalau diajak dialog, beralasan mereka menghadapi musibah difitnah.

(Di persidangan para Koruptor sudah biasa beralasan dan alibi “lupa” --- atau belagak Medan “Untuk memenangkan jabatan itu saya tidak perlu menyuap siapa pun).

Ah, Ente --- ‘Gelar Kesarjanaan dan Kompetensi’ tidak menjamin bebas nafsu Tamak dan Pengkhianat ?

 

 

Kata para Kuncen itu --- bagusnya para penziarah yang mirip pejabat itu, biasanya memberi tip di dalam amplop, amplop itu gemuk, biasanya pula masih terbungkus amplop dinas Bank BUMN atau Bank Swasta.

Ciri Manusia Indonesia entah pejabat entah kuncen, envelop semacam penyuapan itu langsung di-”amankan”, dengan gaya tabir asap atau buang badan .

Mau lebih geram baca Kutipan berita dari Tribunnews.com (19/8) :

“……………KPK Tangkap Hakim

Ketua KY: Dua Hakim Itu Memang Bandit, Pecat Saja "

…………………"Itu dua memang sudah bandit semua itu. Dan saya sudah sepakat dengan mahkamah agung untuk memecatnya. Karena sudah nyata ketangkap KPK dan mau dibuktikan apalagi."

"Penangkapannya bersamaan dengan badan pengawas mahkamah agung. Jadi ga usah dibuktikan apa-apa lagi. Sudahlah itu dipecat saja, sudah tidak beres dan bisa menularkan virus-virus ketidak beresan di berbagai pengadilan," tandasnya............................ "

[MWA](Cermin Haiku-60)

[caption id="attachment_201193" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-Cermin Haiku 60"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun