Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibu (Cermin -50)

23 Juli 2012   01:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:43 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(1)

Banyak hal dapat jadi kenangan dan pelajaran dari Ibu --- kesehatannya yang prima, akalnya yang cerdas. Panjang kisahnya sejak jaman Belanda, Jepang sampai Indonesia Merdeka.

Ibunda meninggal pada usia 87 tahun --- dijadikan bench-mark. Ayah meninggal jauh lebih dulu, usia yang dicapainya sekitar 60-an. Ayah adalah lelaki pragmatis, ia pun meninggal dunia dalam suasana yang tiba-tiba saja. Hal ini yang perlu menjadi perhatian.

Banyak kenangan dengan Ibu sampai penulis berumur 20 tahun --- ketika memutuskan merantau telah diikrarkan ‘ikhlas’ kalau sampai tidak dapat menyaksikan wafatnya kedua manusia yang melahirkan itu.

Tetapi kenangan yang paling membekas adalah menyaksikan …………….. Ibunda menjadi ‘tiyang sepuh’. Ketika kembali ke desa di tahun 1999 ………… terharu menyaksikan Ibunda menyambut …………….. terlihat tubuhnya condong ke depan beberapa derajat (Oh, Ibuku !)

Menyaksikan tubuhnya agak membungkuk, sungguh mengharukan (selama bertahun-tahun kemudian, hal ini berbekas di sanubari)

Yang dramatis tahun 1956 Ibu dan ayah akan cuti ke Jawa --- pada saat check-up, ditemukan tumor sebesar bola tenis di dekat jantung Ibu --- mungkin Ibu gentar, seluruh keluarga tergoncang. Operasi Jantung itu konon luar biasa lama, sepanjang hari --- bekas jahitan pembedahan ada sepanjang 50 cm. Konon itu operasi besar yang dilakukan di Rumah Sakit di awal kemerdekaan Indonesia.

Sewaktu masih di Rumah Sakit, penulis menulis surat kepada Ibu, panjang lebar dengan referensi bacaan Buku Kesehatan yang ada di rumah Nenek …………… konon surat itulah yang menguatkan Ibu …………… isi surat itu bercerita peranan Sukma terhadap kesehatan --- dari buku tersebut menyatakan peranan Sukma (maksudnya, psikologis) dalam pengobatan dan penyembuhan.

Peristiwa itu mengikat kenangan …………… kekuatiran mengenai kesehatan Ibunda yang kritis, dan ………………. Bahwa isi surat anak lelakinya itu yang menguatkan jiwanya untuk menjalani pengobatan dan penyembuhan.Allahu Akbar, sampai Ibunda wafat jantung Ibu dinyatakan tidak ada gangguan apa-apa pun.

Tahun 2002 Ibunda memutuskan ikut pindah ke rumah kami --- itu setelah ia mengalami sakit tidak bernafsu makan. Berpuluh kali kalau dikabari sakit. Ini rekomendasi penulis …………..” beri Ibu kaldu rebusan daging !”.Kesehatannya pasti pulih.

Ketika dikunjungi tampak ibu sangat teruk. “Ibu kepingin apa ?

“Ibu kepingin Sup Udang !” (cocok, selain kaldu daging yang menjadi andalan penulis).

Di masa hidup di lingkungan keluarga penulis --- ia tinggal bergilir ke rumah-rumah adik penulis, mengikuti perkembangan cucu dan cicitnya.

(2)

Pada dasarnya kesehatan Ibu baik ---  di tahun 1991 ia minta dibuatkan gigi-palsu, terus terang penulis ngeri membayangkan ibunda akan dicabuti giginya. Semua diserahkan agar diurus istri.

Ia tetap aktif mengajar mengaji masa di rumahnya sendiri di kampung , setelah di Jakarta ia mengikuti pengajian di Kompleks perumahan --- ia beruntung mendapat banyak teman-teman yang lebih muda yang menyayanginya. Menjemput dan mengantar ia pergi dan pulang ke Mesjid.

Yang penulis risaukan hanya satu --- semasa di kampung halaman ia memelihara 2 cucu yang yatim-piyatu, ayah-ibu mereka meninggal dunia semasa mereka masih kanak-kanak di SD, anak adik perempuan penulis ---saat itu mereka sedang kuliah di ITB.Saya selalu berdoa agar kedua keponakan itu tammat semasa ibunda masih hidup --- agar ia dapat menghadiri wisuda mereka.

Bersyukur, kedua anak itu tammat pada tahun 2007 --- ibunda menghadiri Wisuda-wisuda mereka dengan penuh kebanggaan dan bahagia. Lantas ia sempat pula menghadiri pesta pernikahan cucu pertamanya tersebut.

Saya membayangkan ibunda mencapai Khusnul Khotimmah. Cucu-cucu yatim-piyatu-nya yang dibela dari kecil tercapai cita-citanya, dan akan mentas dengan penuh keyakinan.

Insya Allah dengan Ridha Allah, Ibunda telah wafat dengan tenang, didoakan, ditangisi dengan kecintaan, dan di-sholatkan cucu-cucunya --- bahkan cucunya yang anak yatim-piyatu itu tampil menjadi Imam Sholat, di Mesjid Kompleks Perumahan.

(3)

***Mengapa penulis sangat fanatik dengan “kaldu daging”, untuk pemulihan dan pengobatan ?Itu hasil bacaan beberapa puluh tahun yang lalu bahwa, begitulah cara Orang Rusia memelihara dan memulihkan kesehatan, serta begitu pula untuk pengobatan …………….. Cara dan tradisi itu penulis praktek-kan sejak jaman mahasiswa.

Kalau tidak dibuat sendiri --- beli saja kuah sup atau bakso dari penjual terdekat. Itu juga cara praktis yang dipraktek-kan kalau kesehatan Ibunda terganggu.

Allahu Akbar !

[MWA] (Cermin haiku – 50)

[caption id="attachment_195724" align="aligncenter" width="473" caption="Grafis MWA-Cermin 50"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun