Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menapak, Bersimpuh, dan Menuruni Bukit Makam Pak Harto

10 Juli 2012   00:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:07 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_193346" align="aligncenter" width="473" caption="grafis MWA- renungan di Makam Pak Harto"][/caption]

(1)

Sumilirnya angin di bebukitan dengan tanaman palawija

Orang-orang baru panen, sepinya pergerakkan orang-orang --- mana itu pertumbuhan ?

Aku bertanya dalam kerumunan rakyat jelata yang rindu ke peraduan Sang Pendekar Pembangunan

Orang-orang tua renta dengan nafas satu-satu langkah satu-satu, menatap ke atas masih terus menanjak …. Biarlah

Orang-orang muda hampir putus asa untuk mencapai altar bersimpuh mengadukan nasib.

Orang-orang lapar dengan menunggang ojek, mengejar-ngejar penumpang, pedagang tua renta mengacungkan : intip, intip, intip

Orang-orang perempuan membeberkan kaos-kaos : Tak tinggal, malah rekoso !

(2)

Pohon-pohon menjelang musim panas yang panas

Orang-orang menimbang panen ubi jalar --- wajah mengadah hidup yang bergulir dari generasi ke generasi perlu kepastian

Perlu perubahan

Perlu jaminan --- anak-putu harus terjamin lebih baik merdeka, sekali merdeka tetap merdeka

Merdeka adalah harapan nyata --- bukan janji kosong dan kebohongan, demi kebohongan --- kami menapak lagi

Nafas dan doa kami buatmu, bapak

(3)

Di Epitaph pualam doa rakyatmu dipanjatkan --- rakyatmu bersimpuh rindu dengan sapaanmu

Rakyatmu rindu senyum optimisme --- bisa memberi harapan dalam kemerdekaan, bukan hiruk pikuk agitasi pertumbuhan

Pertumbuhan yang dibayar mahal dengan kesia-siaan --- engkau lihat bangsa ini rapuh dari Sabang sampai Merauke

Bangsa ini goyah bapak

Bangsa ini mengalami dekadensi moral, karakternya runtuh seperti tebing yang longsor

Ratib pertumbuhan yang kosong --- moral dan falsafah Bangsa tertinggal dalam slogan dan poster.

Katakan : Tidak !

Ya, tidak ada harapan !

(4)

Pat papat

Matesih, Giribangun --- Karanganyar

Bapak, Indonesia kini membutuhkan Pemimpin Besar yang melebihi kemampuan dan kinerjamu

Rakyatmu muak dengan Pemimpin seperti kepik menghisap di batang padi.

Pemimpin pembohong seperti Togog menempel pada kekuasaan yang kopong dan puso

Untuk Indonesia, mereka bekerja menghasilkan puso belaka

Puso !

[MWA] (Puisi II -02)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun