Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Puisi

SMS Upy untuk Leo

14 Juni 2012   14:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:59 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Menanti matahari terbenam di Pantai Meulaboh

Leo, anak Timor itu juga berada diSirombu di Pulau Nias

Ombak bergulung-gulung bertepuk tangan dengan pantai diperkeras

Di sana Leo mengeja SMS,

 

(kalau ada Tanya yg menguap itu adlh kamu kalau ada kagum yg menggumpal itu adlh kamu)

 

Di Sirombo nyiur melambai tanda kedamaian abadianak-anak Nias --- Rudi Gulo dan si Esther Harefa

Gelegar ombak itu sama saja di Tapak Tuan atau di Teluk Dalam

Di Geloketapang berjumpa anak-anak Simeuleu --- berjalan pulang di Lamreung

Hujan lebat hari Senin tanggal 4 Juni di Banda Aceh

Leo menerima SMS,

 

(Kini ………… Aku sangat menyintaimu bahkan ktika nti kmu tak memberi ruang di hatimu tuk hadirku)

 

Dengan beca mesin dipacu si Nurdin, anak asli Binjai mengikuti hidup istrinya anak Meulaboh ---

Ia adalah nelayan yang lapar dari Selat Malaka, ia tukang batu yang terkapar dengan upah 40 ribu rupiah.

Ia juga ayah dua anak dengan belanja 40 ribu rupiah sehari.

Upy menggigil urat perutnya memules ada apa di rahimnya

Leo menggigil ada apa di hatinya --- hepatitis hatinya membatu, ia ingin mati di tanah Gunung Sitoli.

Ketika pohon kelapa dan gubug-gubug rakyat di terjang Tsunami dan badai, ada SMS Upy,

 

(Ya, tp kita tau posisi masing2, banyak hal perlu dibenahi kita blom kuat ………………..)

 

Kisah kasih dua anak manusia yang bekerja untuk kemanusiaan --- kini mereka terdampar di tanah negerinya yang akan selalu mengayak tanah pusaka Orang-orang di tepi Lautan Hindia.

 

[MWA ] (Puisi di atas Sofa -07; dengan ijin Upy )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun