(1)
Mila gelisah karena calon suaminya, calon pengantin 3 hari lagi --- masih jumpalitan cari uang. Kata mas Bejo :”Mil, pasar lagi bullish, pusaka dan batu lagi naik harga naik pamor !”
Mas Bejo tadi menilpun dari Yogyakarta mereka terus ke Pantai Baron, Lik Sujiyo didrop pulang sendiri ke Magelang --- sejak berita sore sampai berita malam TV isinya : “Indonesia tawuran, Indonesia perang warga, tembak-tembakan --- mati, senjata gelap. Koruptor enak-enakan di penjara --- koruptor menjarah proyek, koruptor bagi-bagi fee, 2 milyar, 9 milyar . 10 milyar, 20 milyar --- entah berapa triliun uang Rakyat dimakan bangsat penghisap darah itu”
Badan Mila panas dingin , orang Indonesia mati lagi :”KA Jabodetabek menyambar mahasiswa --- mati, pick-up masuk jurang mati 11, manusia terpanggang BBM di Batusangkar mati lagi, Bus hantam pantat truk tronton mati lagi sekian belas, pesawat tabrak gunung --- naas melulu, satpam ditembak pencuri motor, mati 2, musibah susul menyusul.”
“Astagfirrullah ………………”, Mila mengelus perutnya yang mulai membuncit --- peristiwa naas di Indonesia tadi menakutkannya, mas Bejo dalam perjalanan di malam buta.
Tadi ia dengan ibu mas Bejo dibantu saudara sepupu Bejo --- menghiasi kamar pengantin, di mana ia kini mengawang-awang. Takut Mas Bejo ada apa-apa di jalan.
Hari Kamis mereka akan menikah di rumah mantan Lurah Ketandan --- besok rombongan ibu tirinya datang.
Tadi siang ia masih mengkhayalkan malam pengantinnya di kamar ini --- ia akan bebas dan syah bersetubuh setelah menikah --- ia selalu rindu dan kangen ingin bersama mas Bejo. Kemarin sore paling asyik gaya ketek momong, ketika mandi sore hari.
Malam ini kalau kesempatan mungkin mas Bejo akan menagih lagi --- tetapi badan nyilu diteror darah dan kematian gaya gampangan Orang Indonesia.
Nah, masuk telpon Bejo : “Dik, aku sudah sampai Magelang --- tunggu sebentar lagi lho ………. Tidur di mana ………… tidak di kamar bersama ibu ? ………………… yah, sudah tunggu saja di situ aku kangen ……………..”.
Segera saja badan Mila seger --- mas Bejo telah mendekati rumah …………..”Ih, dia kangen, pasti nih………….” Segera terbit rangsangan yang menghangatkan naluri seorang isteri yang merindukan suaminya.
Ini istimewanya mas Bejo, biar pulang dari manapun --- baunya, aromanya pasti menggoda Mila --- menyulut gairahnya. Dia selalu memuja kekasihnya itu, Mila ingat ia kesingsem dengan aroma badan Bejo saat pulang dari Wonosari --- kemudian malam tahun baru di Parangkusumo . lantas necking dan petting di Parangtritis.
Lantas game di dipan bambu warung mBak Yeyet.
Bau mas Bejo memang merangsangnya --- kini ia hamil. Dan besok Kamis mereka menikah !
Beruntung sekali mantan Lurah Ketandan membantu mereka --- sudah terlanjur bagaimana lagi --- selamatkan janin !
(2)
Mila berbahagia kakaknya, Ratna dan adiknya Mirinda serta Miranda dan Ibu tirinya, memberikan kado perkawinan. Restu ibu tirinya, Kastiah, sangat membesarkan hatinya.
Mereka mengobrol ramai di Ruang Tengah --- pikiran mas Bejo kacau, karena malam ini, Jumat Wage, mBah Kuman menyelenggarakan ruwatan Pasemon Bocah Sukerta Dengkak.
Pasiennya siapa lagi kalau bukan istri Pak Akhmad Atmodrono, tersangka Koruptor, istrinya yang bernama Rumisih akan diruwat dan diobati mbah Kuman.
Mas Bejo mendapat bagian komisi Rp. 5 jutaan, teman-temannya yang lain juga kebagian --- untuk penyelenggaraan ruwatan dan slametan mbah Kuman mematok net Rp. 25 juta.
Mas Bejo tidak enak hati sebenarnya, tidak turut menyelenggarakan dan menyaksikan ritual itu --- entah bagaimana mulanya mbah Kuman memutuskan memindahkan tempat ritual ke daerah Gunung Srandil. Pak Rembang yang mewakili pihak keluarga Atmodrono langsung saja menyetujui. Ia pasrah.
“Aku memperoleh wangsit agar melakukan ruwatan ini sekaligus melakukan 1.000 hari krabatku, marhum Dhalang Yono Basuki. Kita akan bertolak ke sana --- cukup to kendaraannya ?”
“Rasanya cukup mbah, mas Bejo tidak bisa turut ia nikah tadi pagi, sore ini ia slametan”
“Wah, aku penting e sama dia itu --- Dhalang Basuki mewariskan satu kotak wayang kulit, isterinya akan menjual wayang antik itu --- coba dikontak.”
Sebelum berangkat rombongan menyempatkan mengikuti berita TV, berita Menpora Andi Mallarangeng diperiksa sebagai saksi oleh KPK. Ada barangkali 20-an orang menyaksikan berita itu. Mereka sambil membahas bagaimana prilaku pejabat dalam pemerintahan yang tanpa tahu malu meng-kavling kementerian untuk memerkaya diri dan partainya.
“Ini republik tambah kacau, yang diberi amanat, diberi gaji dan fasilitas …………… malah jadi maling kabeh !” Enggak tahu itu siapa namanya, orangnya brewokan pakai kopluk madel Mesir.
“Bajingan masuk partai, intelektual sejenis maling juga masuk partai --- ya sudah partainya jadi kumpulan maling …………. Partai malinglah !” Disahuti Paklik Mardeo di sampingnya, sambil menghembuskan asap rokok, sepertinya jengkel dengan merebaknya kasus korupsi Kementerian-kementerian.
“Jaman Pak Karno ada menteri maling, jaman pak Harto ada menteri maling, jaman Yudoyono juga tampaknya akan ada menteri maling, kita tunggu siapa yang menyusul terbukti kasus korupsinya.”
“Wah, Kepala Daerah juga banyak yang menjadi maling --- wah, wah ini negeri sampai di mana nantinya ?” Tanya lelaki gundul yang menyandar di soko penanggap, ia masih memakai baju korpri jaman dulu, yang rupa batiknya sudah memudar.
Pak Ngalimin mendapat hubungan dengan Bejo : “Jo, mbah Kuman mau bicara lho “.
“Bejo, kowe sudah terima uang malah tidak turut ki piye Jo --- tempat ruwatannya aku pindahkan ke Gunung Srandil Jo --- sambil nyewu marwum dhalang Yono krabatku …………..”
Entah apa alasan yang dikemukakan Bejo.
“Weis, ini ada obyek Jo, itu jandane mau lego itu sekotak wayangnya --- antik lho,……….. jaman Diponegoro lho. Aku mau itu kita kongsian, istrinya enggak ngerti apa-apa…………..”
“Dipanjari saja mbah !”
Lama mereka berunding --- terkadang mbah Kuman tersenyum dan tertawa.
“Dah, kamu berangkat entah jam berapa enggak peduli --- sampai di stasiun Kroya telpon aku, nanti biar dijemput ……………… kamu naik motor apa bis …………… yah, kelamaan, mending motor bae …………. Ke desanya angel, jalan di tepi jurang, bisa nyasar……………. Yah dijemput bae wies !”
“Rituilnya campur sari --- dimandikan seperti pengantin wanita ………. Ya ya juga diurutlah sejak jari kaki sampai lutut ……………. Kalau untuk kesuburan, ………… dia minta juga pengobatan kesuburan …………….. yah, diurut sejak tulang belikat di tengkuk sampai tulang ekornya harus ditata susunan tulang dan sendinya …………….. ya ya kudu uda,……………… ibunya, ibu Rumisih sepertinya setuju saja ……………… ya ya masih muda kok. Jo, ini rumah marhum dhalang Yono ini terpencil --- ia memang juga orang sakti …………….. okay kabari biar dijemput besok pagi …………. Di stasiun Kroya ya, …………….. ngerti “
(3)
Sesudah Bejo melakukan ritual malam pengantin ---- yah semacam malam pertama, ia mau pamit dengan istrinya --- di luar terdengar suara motor Lik Kartolo yang akan mengantar Bejo. Tampaknya mereka berbahagia dengan acara multi-orgasme itu.
Bejo memang lihay.
“Ini rejeki si jabang bayi --- ini ada obyekan ……………… itu istri tersangka korupsi itu, istri koruptor itu nanti dianjurkan mbah Kuman merawat wayang tokoh Dewi Jembawati …………. Pasti ada tokoh itu di dalam kotak wayang milik marhum keluarga mbah Kuman …………. Mau dijual, yah ta’ borong --- nanti wayang Dewi Jembawati dibuat harga sama dengan harga sekotak wayang ………………. Biar bangkrut itu koruptor !”
Lantas enak saja tangan mas Bejo meraba perut Mila yang mulai membuncit, seenak saja ia meraba sampai ke pojok paha --- Mila menggelinjang dan mundur lantas maju memeluk suaminya, dengan senyum merekah, mereka berciuman.
Tiba-tiba saja Mila geram dan menggigit leher suaminya --- sampai teraduh-aduh. Berbekas gigitan itu.
Gigitan cupang yang biasanya dilakukan lelaki --- kali ini istri yang melakukannya pada malam pertama mereka menjadi suami-istri syah. Aduh !
[MWA] (Buah Cinta dari Parangkusumo; novel – bersambung ke # 04/18)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H