Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Uang, Uang --- Duit dan Seks, Hanya itu (PMPJ -05/02)

29 April 2012   01:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:59 1805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

(1)

Hanya 2 hari di rumah bapak dan mimi --- rumah model kandang bebek. Dua adik Iroh masih di SD. Iroh ingin kedua adiknya juga dikirim ke Pesantren Bening di Cirebon --- terutama Mun’em yang kini kelas 5.

Biar Mun’em belajar ilmu sekolah dan ilmu nyata kehidupan --- ia bisa belajar pertukangan atau jahit menjahit, pikir Iroh.

 

Iroh akan menerima ajakan Teh Alyah untuk bekerja menjaga toko pakaian muslim --- biar gajinya kecil tidak apa-apa, agar pesangon yang diberikan suaminya bisa di selamatkan --- 2 juta rupiah diberikan untuk modal mimi berjualan gorengan di Kopo.

 

Pangkalan material bapak di Sadang, berdagang bambu, genteng dan batu bata. Di sana banyak bangunan baru, di persimpangan jalan ke Subang, Bandung dan Jakarta.

 

Bos-bos pabrik biasa mengunjungi Kafe dan Restoran dan Warung Makan di sekitar Pantura maupun jalan arah ke Bandung itu.

 

Mang Kardus memang menawarkan pekerjaan di Café Arumba, gajinya lebih mahal --- aduh itu telah dekat sekali dengan pelacuran, kata bapak.

 

Mak Etek, mertua si Onah pun mengatakan begitu, masuk bekerja di kafe untuk yang muda-muda --- masuk ke warung remang-remang, untuk yang rada STW. Semuanya wanita panggilan, pelacur Pantura.

 

Bapak katanya ada pilihan lain, mempunyai calon suami yang lebih baik dari pada bekerja dengan gaji kecil. Haji Syarif, yang menjadi pendukung 5 Kepala Desa di sekitarSubang, ia juga Orang Partai Politik --- ia bisa mengerahkan rakyat dan pemuda untuk ikut HUT Partai di Senayan.

 

“Iroh, mengapa mau bekerja di toko sih, gajinya kecil --- pegel seharian berdiri” , Sari memberi masukan.

“Dari pada menjaga toko lebih seger jadi babu sekalian, masih bisa duduk-duduk, gajinya bisa 2 kali lipat di Jakarta atau Bogor”.

“Aku ‘moh jadi pembantu rumah tangga --- kepalang jadi TKW sisan !”

“Aku juga kepingin ‘tu ke Saudi --- katanya lebih enak ke Saudi, pernah si Bibik rasan-rasan ada sponsor menawari TKW Saudi --- malah si Bibik sudah berangkat barang kali “, Sari memberi info.

 

Untuk menghemat uang transpor Iroh bergabung dengan 7 gadis-pelayan-pelayan toko, sewa kamar, masing-masing urunan Rp. 30.000 sebulan.Makan sedapatnya.

(2)

Di Patokbeusi, Pak Uban kumpul-kumpul dengan sekutunya --- 6 atau 7 orang, ada yang hilir mudik. Mereka baru saja berbagi-bagi komisi penjualan 2 hektar tanah sawah untuk Pabrik Garment.

 

“Itu orang-orang goblok yang menentang pembangunan pabrik --- apa sawah bisa kasi lapangan kerja bagi anak-anak muda ?Dasar Sundel Bolong --- itu Kades Perempuan bekas TKW itu memang bagusnya dikarungi saja !”. Seorang lelaki model Bandit menyimpulkan kegembiraan mereka.

 

Memang 2 hektar sawah bekas milik Haji Kasan itu tampak mulai diurug. Kabarnya Pak Uban kebagian komisi lebih Rp. 200 juta.

Mereka berpisah, ada yang naik motor, tetapi ada 3 tokoh keluar dari rumah makan dengan mobil-mobil mereka.

Jalan raya Pantura sepanjang hari menderu menebar kabut knalpot dan debu --- siang malam industri prostitusi marak, melumasi perekonomian yang jomplang antara yang kaya dan si miskin.

 

Perempuan-perempuan miskin masuk ke industri-seks sepanjang Pantura --- Jaman Jepang mereka disebut, Lonte --- kini Jaman Indonesia Merdeka, mereka terakhir ini disebut PEESKA.

 

Dua mobil rombongan Pak Uban tiba-tiba saja beriringan memasuki jalan gravel ke Selatan --- tidak memotong jalan Pantura atau melalui Putaran U, yang naas. Mereka di kedua mobil itu tertawa-tawa, suasana gembira --- baru menerima bagian komisi.

 

Mereka masuk di Area Parkir, rumah mewah itu bergaya Clinton --- ada 3 pilar raksasa, rumah 2 lantai milik Boss--- yang disebut boss itu perempuan cantik, rada gemuk, dengan buah dada membusung. Ia seorang Mucikari.

 

Boss itu bernama Lady Sumy --- TKW Emirat dulunya.Sepulang dari Timur Tengah tahun 2005, masih dipelihara Arab itu sampai 2007 --- konon Arab itu memasuki Bisnis Perhotelan di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, juga ada hotelnya di sekitar Gadog.

Konon Sumy telah tidak diperisteri lagi --- itu Arab kini kalau sedang di Indonesia ia ngendon di Cisarua, dengan isterinya --- isteri kawin kontrak atau kawin siri, enggak pasti.

 

Di rumah Lady Sumy ada 12 wanita cantik yang malam itu bersiaga --- konon di Mess ada lagi 18 anak --- “ya, anak-anak yang tidak bertugas ada 18 di Mess --- ini, malam ini akan berangkat ke Jakarta 5 anak, tadi Alphard telah menjeput”.

 

“Pak Uban mengapa tidak turut ?” , Tanya Lady yang melihat gelagat tidak ada mobil yang menyusul rombongan “Orang-orang Royal” itu.

“O, si Babe lagi kepincut janda kembang”

“Orang mana ?”

“Cikalong”

 

(3)

Itu penerbangan terakhir ke Batam --- 3 wanita muda, wah cantik-cantik, langsing-langsing, terlihat salah seorang memakai super mini, khaki warna krem-bumi dengan coat-no sleeve terbuka warna golden dihiasi dengan bis hitam.

Yang seorang lagi sedang duduk dengan melipat kakinya --- terlihat sudut pahanya yangterlipat dengan legging tipis warna kulitnya --- Aih, indah benar tingkah laku dan sosoknya.

Temannya yang berambut sebahu, tetapi dililit ikat rambut warna semu pink ada corak polka dot kecil-kecil --- kalau ia berjalan seperti tidak menjejak bumi. Silhuet garis pahanya terbayang, tampaknya jump-suit berbahan tipis warna beige itu dirancang dengan gaya celana Aladin yang komprang --- kalau ia berjalan lambaian celana Aladin itu seperti selaput mega tipis.Bingung mencari sudut pandang yang paling seksi itu.

Ia menyampirkan semacam Ponco ala model dari Amerika Latin --- sekarang mereka bertiga sepertinya berbincang rapat serius --- satu duduk di sofa, dua temannya berdiri.Mereka tidak menganggap lingkungannya --- mereka seolah-olah menghidangkan sesi peragaan busana di Lounge.

 

Mereka menikmati kekaguman mata publik yang menikmati super-model dengan rancangan yang mahal dan eksklusif.Sebuah pesawat take-off, lampu strobonya berkilat di langit Banten.

[MWA] (Pesantren Merah dan Pesantren Jingga; novel, bersambung ke 05/03)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun