(1)
Ini hari kutipan dari Media Indonesia.com (10/4) :
“……………. JAKARTA--MICOM: Sekretaris Kabinet Dipo Alam membantah tudingan adanya deal politik dalam kasus lolosnya Pasal 18c Undang-Undang APBN-P 2012.
Menurutnya, tidak ada celah Lapindo untuk bisa menggunakan dana APBN/APBN-P untuk melunasi tunggakannya. "Pasal 18C dengan kewajiban Lapindo itu tidak ada hubungan," tegas Dipo di Jakarta, Selasa (10/4). Pasal dimaksud memberikan kewajiban bagi pemerintah untuk mengulurkan bantuan kontrak rumah, bantuan tunjangan hidup, biaya evakuasi, dan pembayaran pembelian tanah dan bangunan pada wilayah di luar peta area terdampak (PAT) lainnya yang ditetapkan melalui peraturan presiden. Penegasan Seskab itu untuk menanggapi pemberitaan di sejumlah media massa yang mengaitkan Pasal 18c itu dengan persetujuan Partai Golkar terhadap Pasal 7 Ayat 6a UU APBN-P 2012 yang memberikan peluang bagi pemerintah menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Harga BBM naik bila terjadi gejolak harga minyak mentah Indonesia yang mencapai 15 persen dari harga patokan di APBN-P 2012 sebesar US$105/barel dalam waktu enam bulan.
Pasal dan atau Ayat di dalam Undang-undang konon bisa di-pesan perumusannya --- untuk apa ?
Sontoloyo, tolol benar kamu --- tentunya untuk “kepentingan”. Kata mereka yang berkecimpung di dunia politik (di-mistik bacanya, begitu pula di dunia bisnis) :
“Tidak ada Kawan-Abadi --- yang ada , Kepentingan Abadi”
Rakyat tidak acuh, karena mereka pada umumnya masih bergelut di sekitar perut saja --- dia mungkin merokok --- tetapi dia tidak sadar adanya kepentingan bisnis dan politik di Ayat-ayat Tembakau.
“Ih, kasihan deh kamu --- tolol dan tulalit”
Kamu boleh ribut, lempar-lemparan batu, mengobrak-abrik pagar dan jalan Tol --- tetapi kamu ‘kan tidak mengerti “Pasal Migas” ?
Habis Rakyat Indonesia kecerdasan-nya masih sekedar harga terjangkau atau tidak --- mirip kecerdasan Pimpinannya “Undang-undang, Kebijakan, Ketentuan atau Flow-Chart bisa di-mainkan Koruptif apa enggak”.
Rakyat bukan saja aksesnya terbatas ke Ruang Sidang-sidang Parlemen, Rapat-rapat Pemerintah dan Birokrat, apalagi Lobbying di Hotel-hotel --- kalau pun menyetel TV, senangnya acara gossip dan hantu --- kalau dapat Koran, yang dicari berita seks dan todong-menodong.
Jadi sikap itu in-konstitusional, lawan --- “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Kroco berunding dengan Cik Yung, Sang Veteran 45 --- sisa Laskar Pajang.
“Cik, kalau pasal dan ayat bisa dibeli dan dipesan, itu artinya apa ? “
“Artinya --- Negeri dan Negara dalam bahaya.Persis terjajahnya kedaulatan Kerajaan-kerajaan Nusantara --- karena bodoh dan konyolnya para Raja dan Ningrat, khianatnya para kaum Feodal untuk mendapatkan uang pensiun dari Pemerintah Kolonial”
Dua manusia kardus itu tercenung, merenung, tubuhnya menggeletar, dan hati nuraninya bergetar.
“Dulu Kedaulatan Kerajaan ditelekung dengan kata-kata dalamPerjanjian dan Plakat --- kini Kedaulatan Rakyat dan Cita-cita Kemerdekaan, Falsafah Negara dan Konstitusi --- bisa kemungkinan disusupi kata-kata dan kalimat dalam Pasal Ayat dalam Undang-undang, Forum Internasional, Resolusi PBB, Persetujuan Kredit Luar Negeri --- dan macam-macam ketololan lainnya, yang merugikan”.
“Negeri ini, NKRI hanya bisa selamat apabila Rakyat tepat memilih Management dalam Negara ini --- Rakyat harus belajar pintar dari pengalaman, harus mencerdaskan dirinya ---- menciptakan Sistem Memilih Pimpinan yang berjiwa Negarawan, apakah sebagai Presiden RI, Wakil Rakyat di Parlemen --- para Birokrat dan Panglima, Jenderal dengan segenap organisasi bawahannya …………….. “
“Kalau tidak, Arang Habis Besi Binasa !” (Cik Yung)
[MWA] (Karikatur Sosial -59)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H